eQuator.co.id – Setelah menangkap seseorang yang mengaku pemimpin redaksi media bodong di Pati Jawa tengah, giliran warga Nagari Padanglaweh, Kecamatan Sungaipua, Sumatera Barat, yang menjadi tersangka. HRF, 28, pemilik akun instagram ditangkap Direktorat Tindak Pidana Siber (Dirtipid Siber) Bareskrim Polri, Rabu (17/1). HRF diduga menyebarkan berita hoax kasus KDRT yang dikaitkan dengan nama politisi asal Sumbar, Mulyadi.
“Ini adalah pelaku kedua, pertama sudah ditangkap. Sama juga dengan kasus yang ada di Sicincin, Padangpariaman. Ada barang bukti, saksi sudah diperiksa. Informasi yang disebarkan ada muatan pencemaran nama baik, ada isu SARA juga dan motif politik. Bedanya, yang bersangkutan tidak ditahan,” ujar Kanit III Subdit II Bagian Penindakan Siber Bareskrim Mabes Polri, AKBP Irwansyah usai mengamankan tersangka di Mapolres Bukittinggi.
Saat penangkapan, lanjut Irwansyah, turut disita dua unit handphone dengan dua simcard. Tersangka yang bekerja sebagai pegawai SPBU ini diamankan di rumahnya sekitar pukul 07.30 WIB.
“Modusnya, pelaku memposting di akun instagram pada 7 desember link berita beserta foto pelapor. Motifnya, pelaku mencari pemberitaan seputar Kota Bukittinggi yang viral, selain ada pemberitaan di akunnya, juga untuk menambah folower,” beber Irwansyah.
Menurut Irwanyah, pihaknya melakukan penangkapan itu berdasarkan laporan yang dibuat Mulyadi pada 18 Desember silam. “HRF dikenakan Pasal 27 ayat 3 UU ITE dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara,” tegasnya.
Politisi Partai Demokrat yang kini menduduki Komisi III DPR RI itu didampingi Kuasa Hukumnya Adiwira Setiawan menjelaskan pihaknya melaporkan HRF lantaran sudah merambah pendistribusian isu miring tentangnya ke kampung halaman sebagai Daerah Pemilihannya.
“Politisi dibuat isu macam-macam sudah biasa. Tapi kalau sudah keterlaluan apalagi diviralkan perlu ditindaklanjuti, agar tidak menyebar ke yang lain. Kedua, ini menyangkut nama baik saya. Makanya saya berkonsultasi dengan Polri,” kata Mulyadi. “Saya gak tahu modusnya apa, siapa yang menyuruh. Mungkin dikaitkan dengan pemilu saya tidak tahu. Saya tidak membatasi siapapun orangnya. Kalau ada lagi ya, diserahkan kepada ahlinya untuk menindaklanjuti,” imbuhnya lagi.
“Jadi modus pencatutan seseorang itu macam-macam. Alhamdulillah masyarakat sudah cerdas. Anggap sebagai sok terapi agar tidak dilakukan kepada orang lain. Banyak orang yang belum ngerti, menyebarkan sesuatu yang merugikan nama baik orang lain. Mendistribusikan tanpa hak istilahnya. Semoga dengan kejadian ini akan memberi dampak positif. Komisi III bertanggung jawab sosialisasi masalah hukum, termasuk konsekuensinya,” tutur pria berkacamata itu.
“Jangankan berita fitnah, kalau berita santai saja dengan menyebarkan maka itu sudah motif. Saya rasa semua orang tidak ingin diberlakukan seperti itu,” tambahnya. “Saya kaget, pembaca nasional tidak tertarik, kok di Sumbar cukup heboh juga. Mungkin karena saya dapil dari sini. Saya tidak tahu juga,” imbuhnya lagi.
Mulyadi mengajak masyarakat yang ingin bertarung di Pilkada maupun pemilihan legislatif untuk menciptakan persaingan yang sportif antar partai dan antar politisi. “Jangan sekali kali membuat berita fitnah apalagi berita hoax. Saya sudah survey berkali-kali, pemilih Sumbar adalah pemilih cerdas yang tidak termakan isu. Urang awak sudah punya pilihan sendiri dengan melihat kinerja tokohnya,” terang dia.
Mulyadi juga menceritakan asal mula fitnah yang menimpa dirinya itu. “Ada berita yang menuduh saya KDRT, sumbernya gak jelas. Validasinya gak ada. Gak jelas ujung pangkalnya dan gak dikonfirmasikan ke saya. Saya laporkan ke Mabes Polri dan sudah ditangkap satu orang awal Januari lalu. Sama halnya dengan pelaku yang kedua ini. Dia sudah mengakui kelalaian dan kesalahannya. Namun nasi sudah jadi bubur. Dan ini sudah jadi ranah hukum. Semoga menjadi hikmah yang positif saja ke depan,” pungkasnya. (Padang Ekspres/JPG)