eQuator.co.id – Kejadian itu berulang lagi. Guru lagi-lagi dipolitisasi. Menodai pelaksanaan pesta demokrasi. Yang berlangsung aman, tertib, damai, dan dipuji seluruh dunia itu.
Kasusnya terjadi di kota Bekasi, Jawa Barat. Di wilayah ini, ada dua pemilihan kepala daerah serentak: walikota dan gubernur.
Seorang wanita, guru di sekolah dasar swasta, diberhentikan sepihak oleh ketua yayasannya. Alasannya: alumni Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung itu memilih calon walikota dan calon gubernur yang berbeda dengan pilihan ketua yayasan.
Pemberhentian itu awalnya hanya ramai di sebuah grup whatsapp alumni organisasi pemberdayaan ekonomi. Kebetulan saya dan suami guru itu menjadi anggotanya.
Dalam diskusi di grup itu, banyak yang menyarankan agar perkaranya dibuka ke media sosial. Kalau perlu digugat secara hukum. Agar menjadi pembelajaran bagi publik.
Keesokan harinya, berita pemecatan guru itu sudah viral di media sosial. Peristiwa itu rupanya menjadi perhatian sekaligus mengundang keprihatinan banyak pihak. Menyeruak di antara isu meleset-jauhnya hasil survei pra-pilkada dengan hasil quick count Pilkada di Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Setelah viral, pihak yayasan kabarnya menemui guru yang bernasib malang itu. Keduanya sepakat berdamai. Kasusnya lantas tak diteruskan ke jalur hukum.
Meski kedua belah pihak telah menyatakan perkaranya selesai, peristiwa itu menjadi sebuah sinyal bahwa politisasi guru masih ada. Pantas menjadi perhatian semua pihak, khususnya pemerintah.
Padahal pada pemilihan umum gubernur DKI tahun 2012, kasus serupa sempat menjadi sorotan publik yang luas. Hanya berbeda modusnya. Skalanya juga lebih masif.
Waktu itu, sejumlah organisasi guru sampai menggelar deklarasi menolak politisasi guru dalam pemilihan kepala daerah di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW). Gerakan itu dimotori Ketua Forum Musyawarah Guru Jakarta (FMGJ) yang juga sekretis jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listiyarti.
Guru adalah profesi mulia. Guru bertugas menjaga dunia pendidikan agar tetap independent dalam memajukan ilmu pengetahuan yang menjunjung kesetaraan.
Pemimpin politik dan para politisi berkewajiban menciptakan terobosan. Agar guru menjadi organ untuk mencapai kemajuan. Jangan jadikan guru sebagai alat politik. Untuk memperoleh kekuasaan.(jto)
Admin www.disway.id