eQuator – Pontianak-RK. Mengaku tak punya wewenang menutup hotel nakal (sarang prostitusi terang-terangan maupun terselubung), polisi menyerahkan penindakan hotel-hotel tersebut kepada otoritas lokal. Tak heran, praktik prostitusi pelajar sulit dicegah jika pemerintah setempat juga tak ‘berani’ bertindak.
“Terkait usaha perhotelan, merupakan kewenangan otoritas pemerintah, bukan kewenangan Polri. Karena kapasitas Polri berkaitan dengan tindak pidana,” jelas Kapolda Kalbar Brigjen Pol Arief Sulystianto melalui Kabid Humas AKBP Arianto, Sabtu (26/12).
Yang bisa dilakukan polisi adalah menjerat pemilik hotel dengan UU Perlindungan Anak. Itupun jika ada bukti kuat keterlibatan pihak hotel atas praktik prostitusi yang dilakukan anak.
“Bila terbukti ada keterlibatan terkait tindak pidana, maka dapat diproses hukum sesuai dengan kapasitas dan kapabilitas terhadap hotel itu,” tegas Arianto.
Menurut dia, mestinya manajemen hotel atau penginapan berkewajiban memberitahu pihak kepolisian jika terjadi gangguan Kamtibmas. Termasuk, indikasi prostitusi maupun penyalahgunaan Narkoba yang dilakukan pengunjung.
“Siapa pun pengunjungnya, manajemen hotel harus melaksanakan kontrol dan pengawasan,” imbuhnya.
Sejauh ini, langkah yang dilakukan kepolisian untuk mengantisipasi prostitusi maupun penyalahgunaan Narkoba di tempat penginapan hanya dengan melakukan razia. Pun melakukan patroli, menampung, dan menindaklanjuti informasi masyarakat.
“Razia tidak hanya dilakukan saat Operasi Pekat. Melainkan berlanjut secara rutin,” tegas Arianto.
Apabila ditemukan prostitusi, apalagi melibatkan anak bawah umur, maka yang dijerat adalah mucikari. Begitu pula pengguna jasa anak bawah umur tersebut.
Setakat ini, sejumlah kasus sudah diproses, yang teranyar adalah seorang lelaki dewasa berduaan dengan dua perempuan bawah umur bukan keluarganya di dalam kamar salah satu hotel di Kota Pontianak.
“Kasus itu ditangani berkoordinasi dengan Dinas Sosial, KPAID, dan instansi terkait,” pungkasnya.
Menilik statement Arianto tersebut, berarti memang belum ada satupun pemilik hotel atau penginapan yang dijerat hukum oleh kepolisian. Entah owner hotel terlibat langsung menyediakan ‘jasa lendir’ tersebut atau membiarkan anak bawah umur masuk hotel tanpa pengawalan orangtuanya.
“Belum ada yang terlibat hingga saat ini, melainkan hanya menjadi TKP (tempat kejadian perkara) prostitusi saja,” jelas Kasat Reskrim Polresta Pontianak, Kompol Andi Yul Lapawesean, Sabtu (26/12).
Andi menyatakan, pihak pengelola hotel tidak serta merta dapat disebut terlibat dalam bisnis prostitusi. “Sulit untuk melakukan penyelidikan apakah ada keterlibatan pihak hotel atau tidak,” akunya.
Namun, dia tetap mengingatkan pihak hotel untuk berhati-hati menerima tamu. Mesti selektif, tidak sembarangan. Jangan sampai anak bawah umur dibiarkan menginap bersama orang dewasa yang bukan kerabat anak tersebut.
“Kita tidak mau ada kesan pembiaran. Jadi pihak hotel juga berkewajiban menjaga Kamtibmas di lingkungannya,” tegas Andi.
Kata dia, bicara soal pencegahan prostitusi anak, orangtua memegang peranan paling penting. Anak yang terjerat tindak pidana tersebut berstatus korban.
Namun, bagi Direktur Yayasan Nanda Dian Nusantara (YNDN), Devi Tiomana, polisi seharusnya menindak pengelola hotelnya. Dalam UU Perlindungan Anak, lanjut dia, setiap orang, lingkungan, dan pihak lainnya, wajib melindungi anak agar tidak menjadi korban kejahatan. Termasuk korban asusila.
Nah, kalau hotel selektif dan tegas dalam menerima tamu, tidak akan ada anak bawah umur ditemukan bersama orang dewasa berpasang-pasangan di dalam kamar. “Artinya, terjadi pembiaran yang dilakukan pihak hotel,” tegas Devi.
Laporan: Achmad Mundzirin
Editor: Hamka Saptono