Polisi Bidik Pemodal

Merusak Ekosistem, PETI Tetap Dilarang

Petugas melakukan razia di kawasan aktivitas PETI. Kamis (13/4).

eQuator.co.idPONTIANAK-RK. Hampir seribu orang demo permasalahan Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Kantor DPRD Kapuas Hulu Selasa (24/4) sempat ricuh. Selain terjadi baku hantam antara massa dengan polisi, unjuk rasa tersebut mengakibatkan kaca jendela dan pintu rumah rakyat tersebut berderai.

Terkait tuntutan massa agar aktivitas PETI tidak lagi dirazia,

Kapolda Kalbar Irjen Pol Didi Haryono mengatakan, PETI berdampak rusaknya ekosistem atau lingkungan hidup. Apalagi menggunakan zat kimia berupa mercury atau air raksa, sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dan mahluk hidup lainnya.

“Oleh sebab itu, aktivitas PETI harus diluruskan dulu, dalam arti aturan hukum sudah mengatur tambang-tambang tanpa izin yang dapat merusak lingkungan dan merusak kesehatan manusia harus dicegah, ditanggulangi dan harus dicarikan solusinya,” terangnya saat jumpa pers di Mapolda Kalbar, Rabu (25/4).

Kapolda mengimbau masyarakat tidak merusak lingkungan, apalagi penggunaan air raksa sudah dilarang. Sebab dampaknya beberapa tahun kedepan sungai akan tercemar. Hewan sebagai menjaga keseimbangan ekosistem di sekitarnya juga terkena dampaknya. Makanya, negara melarang aktivitas ini. “Sudah dilarang, bapak Presiden, bapak Kapolri sudah sampaikan, penggunaan air raksa tidak boleh digunakan apalagi untuk penambangan tanpa izin,” tegasnya.

Kepada para pekerja, Kapolda mengimbau agar jangan mau diimingi pemodal atau penadah. “Jangan mau diimingi pemodal untuk mencari emas, kemudian dijual lagi pada dia (pemodal). Ini bahaya sekali bagi lingkungan, hewan pun mati,” katanya.

Dalam waktu dekat, kata Kapolda, pihaknya akan melakukan rapat bersama dengan seluruh pemerintah daerah se Kalbar, baik provinsi maupun kabupaten/kota. Rapat juga akan melibatkan anggota dewan untuk membahas solusi yang terbaik agar masyarakat bisa mensejahterakan dirinya dengan pekerjaan yang layak tanpa merusak lingkungan.

Ditegaskannya, Polda Kalbar akan membidik penadah emas dari PETI tersebut. “Apabila dalam hasil penyelidikan ada, akan terus ungkap dan tangkap sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku,” tegasnya.

Disinggung adanya dugaan oknum tertentu yang menggerakkan massa tersebut, pihaknya akan mendalami motivasinya.

“Mungkin ada tekanan dan sebagainya kita dalami dulu jangan sampai ada yang melegalkan yang ilegal,” tutur Kapolda.

Terpisah, Wakil Bupati Kapuas Hulu Antonius L. Ain Pamero mengatakan, apa yang menjadi harapan masyarakat pekerja tambang emas tersebut perlu diluruskan. Supaya semua tahu bahwa yang dilakukan sebenarnya memang harus ada prosedur untuk ditempuh dan diselesaikan.

“Tetapi karena masalah pertambangan ini kewenangannya berada di provinsi sejak tahun 2016, maka saya kira itu yang perlu kita akomodir. Sehingga nanti bagaimana kita mengupayakan bersama masyarakat untuk dapat memberikan peluang kepada mereka dalam melaksanakan kegiatan seperti apa yang mereka harapkan,” ungkap Wabup, Rabu (25/4).

Dikatakan Wabup, masalah pertambangan emas memang perlu dikemas begitu rupa. Bagaimana kegiatan tambang itu tidak memberikan dampak kepada masyarakat lainnya, terutama yang berada dipinggiran sungai.

“Salah satu contohnya yakni bagaimana kegiatan PETI itu, penggunaan merkuri maupun air raksanya tidak mengganggu air yang menjadi kebutuhan masyarakat dipinggiran sungai,” ucapnya.

Lebih lanjut Wabup mengatakan, jika memang ada kemungkinan untuk menangani masalah pertambangan tersebut, maka bisa dibuat penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Namun pemerintah juga harus memikirkan dampak lingkungannya, sehingga tidak berakibat kepada masyarakat lain.

Menurut Wabup, masalah pertambangan sekarang hanya soal kewenangan. Karena saat ini ada keterbatasan kewenangan yang bukan lagi melekat di kabupaten. Namun demikian, bukan berarti pemerintah lamban atau diam tidak menangani masalah pertambangan ini.

“Seperti masalah orang asing di Kapuas Hulu, kami tidak menutup mata. Kami langsung bereaksi, artinya khusus soal keberadaanya terlebih dahulu, kami melibatkan Imigrasi. Tapi fakta dilapangan dokumen orang asing itukan lengkap. Jadi kami sebagai daerah ini tidak bisa membantah karena yang mengeluarkan izinnya inikan dari provinsi dan pemerintah pusat,” terang Wabup.

Menyikapi aksi demo masyarakat ke gedung DPRD Kapuas Hulu kemarin, Anton Pamero mengatakan, sebenar yang terpenting hasil kesepakatan. Bukan tindakan-tindakan yang bersifat merugikan, baik fasilitas pemerintah maupun masyarakat itu sendiri.

“Disatu sisi kita juga tidak bisa menyalahkan masyarakat, dengan harapan bahwa apa yang diharapkan mereka ini tentunya mereka mesti diperhatikan. Namun dalam setiap kegiaatan jangan dilakukan pemaksaan kehendak. Kalau melihat kondisi seperti inikan tentu masyarakat kita juga yang rugi,” pungkas Wabup.

 

Laporan: Ambrosius Junius, Andreas

Editor: Arman Hairiadi