Polisi Antisipasi Warga Kalbar Ikut Aksi 212

INSPEKSI PASUKAN. Kalbar Irjen Pol Musyafak ditemani Pangdam XII Mayjen TNI Andika Perkasa menginspeksi pasukan di halaman Makodam XII/ Tanjungpura, Rabu (23/11). AMBROSIUS JUNIUS-RK

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Aksi Bela Islam Jilid III, yang kerap disebut 212 sebagai reaksi belum ditahannya tersangka dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), diwaspadai kepolisian se-Indonesia. Termasuk di Kalbar.

“Secara preventif kita sudah datang ke masing-masing kelompok dan rumah-rumah ibadah untuk kita berikan imbauan dan masukan terkait aksi-aksi yang rencananya akan dilakukan,” ujar Wakapolres Pontianak, AKBP Veris Septiansyah, usai pemusnahan barang bukti produk ilegal di Balai Karantina Pertanian Kelas I, Sungai Raya Dalam, Rabu (23/11).

Seperti dilansir Jawa Pos, gaung aksi 212 telah bergema sejak Jumat (18/11) saat Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) memastikan akan menggelar lanjutan demonstrasi damai 411 pada 2 Desember (2/12) mendatang. Meskipun Ahok telah ditetapkan sebagai tersangka, mereka ingin Ahok ditahan.

Dalam konferensi pers di AQL Center Tebet, Jakarta Selatan itu, GNPF MUI menyebutkan enam alasan yang pantas untuk penahanan Ahok.  Mulai dari ancaman hukuman lima tahun, potensi melarikan diri, hingga kemungkinan menghilangkan barang bukti. Selain itu, Ahok juga dianggap berpotensi mengulangi lagi penistaan agama.

”Misalnya menganggap peserta aksi 411 dibayar Rp 500 ribu. Dia ngomong tanpa data,” ujar juru bicara GNPF MUI Munarman.

Dia menyebut selama ini para tersangka dugaan penistaan agama juga ditahan. Munarman mencontohkan mulai dari Arswendo Atmowiloto, Ahmad Musadeq, Lia Aminuddin juga ditahan dalam kasus.

”Tersangka  penistaan agama pasti selalu ditahan. Kalau Ahok tidak ditahan ini akan menjadi preseden buruk bagi hukum kita,” tegas dia.

Aksi pada 2 Desember itu akan dilakukan di sekitar bundaran Hotel Indonesia. mulai dari doa bersama hingga Salat Jumat. Lantas mereka akan mendatangi gedung MPR/DPR untuk menyampaikan aspirasi. Bukan menyasar Istana Negara seperti pada aksi 4 November (4/11) lalu. Sudah ada 67 organisasi massa (ormas) Islam yang akan bergabung. Diperkirakan jumlah peserta aksi bakal lebih banyak dari aksi sebelumnya.

Meski begitu, kemarin, Wakapolres Pontianak, Veris Septiansyah menyebut 212 masih sebatas perencanaan yang belum bisa dipastikan pelaksanaannya. “Kalau terkait info sampai dengan hari ini belum kita dapatkan,” tuturnya.

Entah pasti terjadi atau tidak, Polresta Pontianak sudah melakukan berbagai persiapan untuk menjaga situasi Kamtibmas setempat tetap kondusif. Berdasarkan perintah Kapolri dan Panglima TNI, Polresta bersama-sama dengan Kodim 1207 Pontianak telah melakukan berbagai kegiatan yang sifatnya terpadu. Salah satunya patroli ke berbagai kelompok masyarakat dan rumah ibadah.

“Kita juga akan melakukan penjagaan baik sebelum hari H ataupun saat pelaksanaan hari H-nya nanti,” terang Veris.

Ia menjanjikan pihaknya akan mengerahkan kekuatan penuh untuk pengamanan saat itu. “Kita optimalkan, sejumlah 1.400 anggota Polresta akan kita maksimalkan,” ungkapnya.

Apa saja imbauan yang disampaikan ketika bertemu tokoh-tokoh masyarakat dan Ormas di Pontianak yang berkaitan dengan rencana aksi 212? Kata dia, kepolisian terus berusaha memberikan gambaran, pemahaman, dan juga membangun kesepakatan agar setiap elemen masyarakat saling menjaga Kamtibmas.

“Bahwa kita kalau mendukung atau menyokong kaitannya dengan bela agama dan lain sebagainya, ya caranya tidak harus seperti itu,” beber Veris.

Adakah warga Kalbar yang berangkat ke Jakarta untuk mengikuti aksi 212? Veris belum tahu persis. Namun, pihaknya sudah melakukan identifikasi terhadap penerbangan dan pelayaran untuk mendeteksi kemungkinan adanya kelompok-kelompok tertentu yang berangkat ke Jakarta.

Para pengunjuk rasa sebenarnya dilindungi Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Namun, Kapolda Kalbar Irjen Pol Musyafak melarang masyarakat Kalbar ikut aksi 212 di Ibukota Negara tanpa pemberitahuan ke pihaknya.

“Saya tidak izinkan masyarakat dari sini untuk ke sana, kalau dia tidak memberitahukan kepingin ikut unjuk rasa. (Tidak memberitahukan,red) berarti dia melanggar UU No. 9 tahun 98, berarti dia ilegal di sana,” tegas Musyafak seusai meneken maklumat bersama Forkopimda Kalbar pada rabu (23/11) di Hotel Orchadz Gajahmada, Pontianak.

Ia meminta masyarakat setempat yang hendak menyampaikan pendapat cukup di Kalbar saja. “Yang di Jakarta kita tidak usah ikut-ikut, masyarakat Kalimantan Barat buat apa ikut-ikut. Jakarta sudah banyak orang, sudah nggak muat, nanti nambah lagi di sana bikin beban,” tuturnya.

Musyafak menegaskan, Polda Kalbar bersama Kodam XII Tanjungpura menyiapkan berbagai langkah pengamanan. Ia berharap media massa bisa menjadi penyejuk di tengah masyarakat.

“Jangan Kalimantan Barat diberitakan yang seram. Kalbar diberitakan yang enak, supaya masyarakat tidak takut,” pungkas dia.

Sementara itu, dinukil dari Jawa Pos, Polri berencana merevisi regulasi tata cara penyampaian pendapat di muka umum. Langkah tersebut menindaklanjuti pelaksanaan unjuk rasa yang kerap mengganggu kepentingan masyarakat lain. ”(Pendemo) harus menghargai hak masyarakat lain,” ujar Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar, di Jakarta, Kamis (24/11).

Seperti diketahui, tak hanya Polda Kalbar saja, beberapa kepolisian daerah menyebarkan maklumat larangan demonstrasi yang melanggar hukum. Walhasil, sebagian masyarakat menerjemahkan maklumat itu merupakan larangan unjuk rasa dari Polri di tengah memviralnya isu demonstrasi skala besar 212.

Boy menegaskan, kepolisian tidak melarang unjuk rasa awal Desember nanti. Pihaknya hanya menekankan kepada pendemo agar mengedepankan azas proporsional dan manfaat dalam pelaksanaan demonstrasi. Menurutnya, tidak semua masyarakat ikut dalam aksi demo itu.

”Di Jakarta sendiri, saat hari kerja ada 12 juta masyarakat yang beraktivitas. Mereka juga berhak mendapatkan haknya,” jelas perwira polisi bintang dua tersebut.

Polisi berencana merevisi undang-undang tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum. Saat ini, tata cara unjuk rasa dalam aturan tersebut tidak mengatur tempat terbuka khusus untuk menyampaikan orasi. Sehingga, pendemo kerap menggunakan badan jalan sebagai tempat penyampaian pendapat.

”Aturan kedepan akan sediakan tempat khusus untuk unjuk rasa,” paparnya.

Terkait kasus Ahok, kepolisian memastikan semua tahapan penyidikan dilakukan on the track. Berkas perkara pun sudah hampir rampung (90 persen) dan siap dilimpahkan tahap pertama ke kejaksaan (P19).

”Percayakan kepada kami penyidik, berkas akan segera dilimpahkan,” imbuh Wakil Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Kombes Pol Agus Kurniady Sutisna saat dialog di kawasan Blok M, kemarin.

 

Laporan: Iman Santosa

Editor: Mohamad iQbaL