Polemik Orang Gila Boleh Mencoblos

ilustrasi. net

eQuator.co.id – Sukadana-RK. Dalam perspektif agama orang gila tidak dikenai hukum. Demikian juga hukum di Eropa dan Amerika bahwa orang gila tidak dikenai hukuman jika melanggar aturan. Namun uniknya dalam Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2019 orang gila boleh mencoblos.

“Dalam hukum agama orang gila tidak sholat, tidak masalah. Orang gila juga tidak sah bayar zakat, menunaikan haji dan lain-lain. Sebab syarat sahnya ibadah dan bermuamalah, dia harus waras alias tidak gila. Demikian juga ketika orang gila tiba-tiba memukul orang juga tidak dikenai hukum pidana di Eropa maupun Amerika. Namun kenapa sekarang orang gila boleh mencoblos di Pemilu 2019. Alangkah baiknya hukum agama tidak berseberangan dengan hukum Pemilu ini,” ujar tokoh agama dari Dusun Siduk, Desa Simpang Tiga, Kecamatan Sukadana, Doni Suprapto, kemarin.

Sementara itu, Ketua KPU Kabupaten Kayong Utara, Rudi Handoko menjelaskan, ihwal pemilih penyandang disabilitas mental pada Pemilu 2019 tergantung pada kondisi penyandang disabilitas tersebut di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) yang menjadi lokasi pemilihan khusus.

“Yang didata itu merupakan putusan MK dan yang perlu dipahami ialah ada pemilih yang harus tetap didata. Mengenai persoalan mereka memilih atau tidak maka di panti rehabnya atau di RSJ yang ada TPS khusus itu, tergantung pada kondisi mereka pada saat hari pencoblosan. Kalau memang mereka masih bisa membedakan,” terang Rudi Handoko.

Menurutnya, di sini disabilitas mental yang akan memilih itu bukan kondisi yang bebas berkeliaran di jalan-jalan. Tetapi, sambung dia, bagi penyandang disabilitas yang ada di panti rehab dan RSJ itulah yang ikut serta dalam memilih. Dengan catatan terlebih dahulu melihat kondisinya saat itu.

“Jadi perlu dijelaskan ini merupakan putusan konstitusi. KPU tidak bias membantah dan menolak. Selanjutnya kita tidak bisa mendiskriminasi penyandang disabilitas mental,” ulasnya.

Menanggapi hal ini, salah seorang warga Haris menilai, jika memang bagi penyandang disabilitas tersebut memiliki hak untuk memilih kenapa tidak. Namun ia mengingatkan kepada petugas yang ada pada saat pencoblosan berlangsung dapat berkerja sebaik mungkin.

“Jangan mentang-mentang yang bersangkutan menyandang disabilitas mental ada seperti intervensi. Jadi itu yang tidak kita inginkan. Sebaiknya bekerjalah dengan baik sebagaimana aturan yang ada. Sebenarnya tidak masuk akal juga penyandang disabilitas mental untuk memilih. Namun kalau sudah aturan mau bagaimana lagi. Tinggal kita lihat saja nanti apa hasilnya,” tuturnya.

Reporter: Kamiriluddin

Redaktur: Andry Soe