eQuator.co.id – JAKARTA-RK. Satu diantara perkara sengketa hasil pemilu legislatif (Pileg) yang diregistrasi oleh Mahkamah Konstitusi (MK), adalah pileg Kabupaten Kubu Raya. Penyebabnya, kesalahan teknis dalam penjumlahan, dimana seharusnya suara selisih antara PKS dan salah satu parpol di Dapil II di Kabupaten tersebut 109 suara.
Namun, hasil akhir menunjukkan total suara berubah sehingga parpol tersebut berbalik unggul 13 suara. Dampaknya, PKS gagal mendapat kursi terakhir di dapil itu. ’’Kami punya bukti C1 dari TPS sampai ke Kabupaten,’’ terang kuasa hukum PKS Deviyanti Dwiningsih saat dikonfirmasi.
Dia menangani sengketa di pulau Kalimantan, termasuk di Kubu Raya. Penyebabnya adalah kesalahan input. Di mana seharusnya angka yang merupakan total penjumlahan suara partai dan para calegnya, malah ditambahkan ke kolom caleg terbawah. ’’Jadi bertambah dua kali lipat suaranya,’’ lanjut Devi.
Kesalahan itu berdampak pada PKS. Kesempatan untuk meraih kursi terakhir kandas, karena rekapitulasi akhir menunjukkan suara mereka tidak cukup untuk meraih kursi.
Menurut Devi, saksi partainya sudah mengajukan protes tapi kenyataannya tidak ada koreksi yang dilakukan. Apalagi, saat itu waktu penghitungan suara juga sudah mepet, sehingga pihaknya tidak bisa berbuat banyak. Dia yakin seharusnya kursi terakhir DPRD dapil II Kubu Raya menjadi milik PKS, bukan partai pesaing.
Di sejumlah daerah, perubahan konfigurasi suara sekian puluh atau sekian ratus akan langsung berpengaruh pada penentuan siapa yang berhak memperoleh kursi anggota legislatif. Pergeseran satu kursi saja akan berpengaruh pada hak untuk menduduki kursi pimpinan dewan. Karena itu, parpol-parpol pun memperjuangkannya ke MK. Meski jumlahnya puluhan atau ratusan suara.
Senin (1/7), MK meregistrasi perkara yang masuk. Baik pileg anggota DPR, DPRD, maupun DPD. Sidang pendahuluan akan dilangsungkan pada 9 Juli mendatang dalam tiga panel pemeriksa. (Jawapos/JPG)