eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Merusak Alat Peraga Kampanye (APK) partai politik, calon anggota legislatif, dan calon presiden dalam Pemilu 2019, bisa dipidana kurungan penjara dua tahun. Sanksi itu tidak membuat takut pelaku. Di sejumlah kawasan di Kota Pontianak, APK terlihat bolong dan ada yang sengaja dicoret-coret.
Pantauan Rakyat Kalbar, di sepanjang Jalan Raya Sungai Kakap hingga ke arah Kota Pontianak, ditemukan beragam APK dirusak oleh oknum tak bertanggung jawab. Ada yang tampak bolong, karena dilempar dengan benda keras, dan dicoret-coret menggunakan cat. Begitu pula di Jalan Padat Karya, antara Parit H Husin 2 dan Sepakat 2, serta di sekitar Kota Baru.
Tanpa diketahui pasti motifnya, baliho pasangan calon presiden dan wakil presiden, nomor urut 01 maupun 02 dirusak. Sayangnya, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan kepolisian masih sulit menemukan siapa pelaku dan apa motif pengurusakan tersebut.
Bawaslu Kota Pontianak mengaku belum mendapatkan laporan terkait APK yang diindikasi sengaja dirusak. “Kami sudah meminta Panwascam untuk melakukan pendataan dan juga kajian lebih mendalam terkait ini,” kata Komisioner Bawaslu Pontianak, Irwan Manik Radja, Selasa (12;3).
Irwan berujar, bahwa dirinya juga melihat foto – foto yang beredar bahwa ada APK yang dicoret – coret. Tapi untuk memastikannya, pihaknya pun masih melakukan pendalaman. “Kita belum bisa menyimpulkan apakah ini pelanggaran pidana pemilu atau tidak, karena harus mencari bukti bukti dan pendalaman,” aku dia.
Namin, apabila terbukti memang ada kesengajaan dirusak, Irwan menegaskan, maka itu merupakan menjadi pelanggaran pidana pemilu. Yang sudah tertuang dalam Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Pasal 280 ayat 4, Pasal 280 ayat 1 huruf g, dan sanksi pidananya ada di Pasal 521.
Terpisah Ketua KPU Pontianak, Deni Nuliadi menjelaskan, APK yang difasilitasi oleh KPU kepada partai politik, selanjutnya merupakan tanggung jawab para peserta sendiri. “Seandainya ada kerusakan atau segala macam, maka merupakan tanggung jawab mereka,” jelasnya.
Sejauh ini KPU Pontianak belum juga ada mendapatkan laporan terkait kerusakan atau ingin mengganti APK. Namun, nantinya kalau seandainya peserta pemilu ingin menggantinya APK yang rusak, hilang dan segala macamnya, maka harus sesuai spesifikasi, lokasi dan jumlahnya juga. Termasuk melaporkan ke KPU. “Standar ukuran, muatan apa saja isi dari materi APK, lalu lokasi pemasangan. Kemudian waktunya kapan hingga kapan,” ujarnya.
Sedangkan untuk APK calon presiden itu ada sebagian yang kita fasilitasi, namun mereka juga diperkenankan untuk menambah APK tersebut. “Jadi apabila terjadi kerusakan maka tanggung jawab peserta pemilu,” pungkasnya.
Semenbtara itu, Kordiv Pencegahan dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu Kalbar, Faisal Riza menerangkan, bahwa pihaknya sudah mendapatkan informasi perihal pengrusakan APK. “Kita sudah dapatkan informasi dan kita minta kepada Bawaslu Kota untuk ditelusuri, serta ditemukan siapa pelakunya. Namun kan perlu waktu, untuk mencari pelakunya,” katanya kepada Rakyat Kalbar saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (12/3) pukul 17.20 WIB.
Dia menjelaskan, pelaku pengrusakan APK merupakan perbuatan pidana yang bisa ditindak secara hukum, apabila pelakunya dapat diketahui. “Jadi pelaku pengrusakan APK ini ancamannya pidana sesuai dengan UU Pemilu, tepatnya pasal 280,” jelasnya.
Sampai hari ini, Faisal mengaku, Bawaslu Provinsi Kalbar belum menerima adanya laporan dari masyarakat ke Bawaslu Provinsi. Dia menjelaskan, yang dimaksud dengan laporan dalam undang-undang adalah laporan dari masyarakat ke Bawaslu, sepanjang bukti formil dan materilnya sudah ada. “Bahwa kalau ada masyarakat yang datang, memberikan informasi adanya pengrusakan APK, tapi tidak pelakunya belum tau maka itu hanya dianggap informasi awal,” terangnya.
Dia menerangkan, laporan harus jelas siapa pelakunya, dimana, kapan terjadinya. “Buktinya ada gak. bukti vidio, foto kah, saksinya ada gak. Nah, itu harus semuanya lengkap, itu namanya laporan,” bebernya.
Kalau seandainya belum memenuhi, maka kita anggap itu sebagai informasi awal. Kendati demikian dirinya mengaku bahwa informasi itupun akan ditindak lanjut dengan melakukan penelusuran.
Faisal memaparkan, bahwa tidak semua APK melanggar, dan tidak semua yang ada spanduk disebut APK. “Ingat APK itu harus memenuhi unsurnya sebagai alat peraga kampanye. Yang disebut kampanye itu adalah tindakan yang meyakinkan pemilih dengan menyampaikan visi misi, program dan atau informasi lainnya yang dilakukan oleh peserta pemilu,” paparnya.
Apabila kata dia, ada unsur yang tidak masuk didalamnya, maka dia tidak disebut APK. “Misalnya ada photo, itu apakah informasi lainnya?. Itu adalah informasi lainnya yang masuk dalam citra diri, yang diatur dalam peraturan KPU (PKPU), “katanya.
Dalam PKPU itu kata Faisal, citra diri melekat pada tiga peserta pemilu ini yakni pasangan calon, yang di sebut calon presiden, kemudian partai politik dan peserta pemilu perseorangan atau DPD. “Sehingga kalau dia calon presiden adalah foto dan nomor urutnya, sementara jika partai politik itu logo partai dan nomor urutnya. Sementara DPD itu foto dan nomor urutnya, “jelasnya.
Sehingga kata dia, apabila ditemukan adanya pengrusakan terhadap APK itu maka itu namanya pengrusakan APK dan dapat diancam pidana bagi para pelakunya.
Dirinya megaku, sampai saat ini belum ada yang ditindak pidana karena merusak APK. “Kalau tahun 2018 waktu Pilkada kemarin ada yang kita temukan di Kabupaten Bengkayang. Ternyata yang merusaknya orang gila,” jelasnya
Terpisah, Ramdan Ketua KPU Kalbar menuturkan, pada dasarnya pemasangan APK sudah diatur dalam PKPU yang mengatur larangan pemasangan APK. “Tempat-tempat yang dilarang di antaranya tempat ibadah termasuk di halamannya, rumah sakit atau fasilitas kesehatan, gedung milik pemerintah,” paparnya kepada Rakyat Kalbar, Selasa, (12/3) sekira pukul 18.00 WIB.
Selain itu, lembaga pendidikan atau gedung sekolah, taman kota, sepanjang jalan protokol, sarana dan prasarana publik, jembatan yang dibangun APBD dan APBN juga terlarang bagi pemasangan APK. “Apabila ditemukan maka itu akan menjadi temuan kawan-kawan Bawaslu dan mereka lah yang menindak lanjutinya,” pungkasnya.
Sementara itu, Juru Bicara Tim Kampanye Daerah Kalbar Jokowi – Ma’aruf, Andrew Yuen mengaku, sudah banyak APK dari pasangan 01 yang rusak atau dicorat – coret. Tapi dia tidak mempermasalahkannya. “Jadi itu biarkan saja lah,” ujarnya.
Namun Yuen menegaskan, perbuatan itu merupakan bukti bahwa tidak siap dengan perbedaan pendapat, tidak siap untuk berdemokrasi dan berkontestasi. Meski tak mempermasalahkan hal itu. Tapi, dia menyampaikan, seandainya Bawaslu menilai itu merusak pemandangan dan estetika maka dilepas atau diganti saja. “KPU kan menanggung APK, sebagian APK ditanggung KPU, konsekuensi KPU harus menggantinya,” ujarnya singkat.
Terpisah, H Suriansyah, Ketua DPD Partai Gerindra Kalbar mengatakan, dari sekian banyak baliho pasangan Prabowo-Sandi, tidak sedikit yang dirusak. Namun sangat disayangkan, tidak pernah ada penindakan hukum dari pihak yang berwenang akan hal ini. “Perusakan APK sangat kita sesalkan. Tidak ada tindakan terhadap tatib (tata tertib, red) kampanye. Mestinya Bawaslu dan kepolisian mencari tahu persoalan ini,” cetus, Selasa (12/3).
Menurut Suriansyah yang juga Wakil Ketua DPRD Kalbar ini, secara pribadi, dirinya khawatir jika pengrusakan diketahui para simpatisak Prabowo-Sandi. “Kalau kami tahu, tentu kami akan bertindak. Bahkan kalau perlu akan kami kejar secara fisik. Kita tidak bisa menjamin simpatisan kami menyerahkannya ke hukum. Kami khawatir bertindak sendiri di lapangan,” katanya.
Pantauannya, pengrusakan APK ini semakin menjadi-jadi setelah terjadinya deklarasi damai, beberapa waktu lalu. Menurutnya, ini dilakukan sengaja oleh pihak yang tidak ingin Prabowo-Sandi menang dalam pilpres mendatang. “Setelah ada deklarasi damai, jadi seolah-olah ini ada pihak yang tidak mau Kalbar ini damai. Kita minta kepolisian mencari tahu dan menindak tegas pemalakunya,” tegas Suriansyah.
Setelah deklarasi damai dilakukan, seharusnya upaya menjalankan pemilu damai, santun itu semakin gencar dilakukan dan bukan malah sebaliknya. “Seharusnya masing-masing pihak menahan diri dan mengimbau simpatisan masing-masing untuk tidak berbuat anarkis, tidak baik, melanggar aturan sehingga merusak deklarasi samai yang baru saja dideklarasikan,” tuturnya.
Melihat persoalan ini, baik Bawaslu maupun kepolisian tahu, bahwa pengrusakan ini merupakan suatu pelanggaran. Namun tidakan sesuai ketentuan yang berlaku, hingga sampai saat ini belum tergambarkan. “Ini kan namanya mengolok-olok kepolisian, seolah-olah polisi tidak bakal tahu atas tindakan tersebut,” tutupnya.
Laporan: Maulidi Murni, Andi Ridwansyah, Gusnadi
Editor: Yuni Kurniyanto