eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Polemik Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan kian rumit karena anggarannya defisit. Permasalahan ini semakin pelik lantaran tidak sedikit Rumah Sakit (RS) menarik diri dari kerjasama.
Berbagai komentar dari banyak kalangan pun telah dilontarkan, termasuk DPRD Kalbar yang menilai BPJS harus merevitalisasi seluruh sistem kerja mereka agar lebih efektif dan efisien, baik di internal maupun eksternal.
“Pengelolaan BPJS dari awal berdirinya memunculkan banyak polemik. Karena BPJS Kesehatan ini merangkul seluruh masyarakat Indonesia. Sehingga beban fungsinya terlalu berat,” ujar H Suriansyah, Wakil Ketua DPRD Kalbar, Jumat (11/1).
Beban berat, tambah Suriansyah, ditambah lagi anggaran mereka yang terbatas. Tidak ada upaya lain yang bisa dilakukan selain penyehatan keuangannya. Minimal meningkatkan kepatuhan iuran yang sejauh ini belum menggembirakan.
“Kemudian efisiensi di penyelenggaraan BPJS, karena kita dengar sendiri gaji direksi-direksinya sangat besar dan pegawainya banyak,” ucapnya.
Seharusnya, menurut Suriansyah, gaji besar dengan banyak karyawan yang mereka miliki itu, mampu menghasilkan produk yang lebih baik. Namun kenyataannya, kinerja mereka dinilai masih belum optimal.
Langkah lain disarankan Suriansyah adalah meninjau kembali program yang mereka buat tersebut. Ia mencontohkan besaran iuran bagi yang mampu terutama masyarakat yang berpenghasilan tinggi, bisa dinaikkan dua kali lipat.
“Tapi kalau yang berpenghasilan rendah, tidak perlu dinaikkan, bahkan kalau perlu ditanggung oleh pemerintah daerah. Karena bagaimanapun itu menjadi tanggung jawab negara,” tukasnya.
Solusi lain dipaparkan Ketua DPD Partai Gerindra Kalbar ini yakni sistem antara BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan. Di mana dua instansi tersebut sejauh ini satu badan namun berbeda sistem atau dikelola sendiri-sendiri. “Seharusnya BPJS Ketenagakerjaan bisa menyuplai,” katanya.
Seperti yang diketahui, kondisi keuangan BPJS Ketenagakerjaan sudah sangat sehat. Bahkan saking sehatnya, pemerintah pusat menggunakan dana BPJS Ketenagakerjaan yang nilainya tidak sedikit untuk biaya pembangunan bidang infrastruktur.
“Tidak digunakan untuk pembangunan infrastruktur seperti yang dilakukan selama ini. Karena ada sekitar Rp75 Triliun dana BPJS Ketenagakerjaan untuk pembangunan infrastruktur,” tutup Suriansyah.
Reporter: Gusnadi
Redaktur: Andry Soe