eQuator – Surabaya-RK. Perekonomian Tiongkok diprediksi terus melambat hingga 2016. Sebagai negara yang menggantungkan ekspor dan impor pada Negeri Panda itu, negara-negara ASEAN dan Indonesia akan terkena imbas.
“Ekonomi Tiongkok melambat sejak 2013, bahkan sampai sekarang. Ini akan terus slowing down sampai tahun depan. Di samping itu, pemerintah Tiongkok mengalami defisit neraca perdagangan,” kata ekonom Nottingham University Malaysia, Lee Chew Ging dalam seminar Economic Outlook 2016, Jumat (30/10) lalu.
Menurutnya, perekonomian Tiongkok saat ini bergeser pada sektor jasa. Mayoritas negara ASEAN bergantung pada ekspor ke Tiongkok, bahkan lebih dari 10 persen. Kondisi itu akan terus terjadi dan sulit diubah.
“Pada 2010, di Filipina ada tragedi penyanderaan turis dari Tiongkok. Lalu, kejadian itu memberikan pengaruh terhadap ekspor Filipina ke Tiongkok. Jadi, pengaruh dari Tiongkok itu besar sekali,” katanya.
Secara garis besar, Foreign Direct Investment (FDI) negara-negara ASEAN yang bergantung pada Tiongkok akan membuat ASEAN tumbuh lambat jika hal itu tidak bisa diubah. Lee menyarankan, Indonesia dan negara-negara ASEAN mulai memikirkan pangsa pasar ekspor baru selain Tiongkok.
Ekonom Universitas Kristen Petra Devie mengatakan, Indonesia sebetulnya belum siap masuk dalam kerja sama pasar bebas trans pacific partnership (TPP). Sebab dari sisi moneter, volatilitas rupiah terhadap dolar AS (USD) masih tinggi. Kemudahan dalam berinvestasi di Indonesia juga masih rendah di mata investor. “Di samping itu, SDM kita kalah bersaing,” paparnya.
Namun, dia menyarankan agar turbulensi yang terjadi secara global dihadapi dengan optimistis. Pemicunya, Bank Dunia memprediksi ekonomi Indonesia tumbuh 5,3 persen pada 2016. Selain itu, Indonesia masuk dalam empat negara yang diprediksi menjadi kekuatan ekonomi dunia.
“Negara-negara yang masuk dalam MINT, yaitu Meksiko, Indonesia, Nigeria dan Turki akan tetap kuat. Pertumbuhan ekonomi kita berada di urutan 34 dari 144 negara di dunia,” ujarnya. (jpnn)