eQuator.co.id – Tentu ada ‘pertempuran’ besar di balik kecelakaan JT610: Boeing vs Lion Air. Produsen vs konsumen. Untuk jaga nama baik.
Boeing tentu berusaha sekuat tenaga: itu bukan kesalahan desain. Lion tentu berusaha keras: bukan kesalahan prosedur pemeliharaan. Atau prosedur di manajemen.
Tapi bisa saja keduanya tidak saling bertempur. Keduanya tidak salah. Yang salah, misalnya, teknisi. Atau pilot.
Kalau saja saat itu musim badai, lebih gampang: salah cuaca. Kita tunggu hasil pemeriksaan.
Semua wartawan profesional akan hati-hati menghadapi banyaknya kepentingan seperti itu. Tidak mudah termakan isu. Atau hoax.
Kalau saya mengutip New York Times (di disway.id dan equator.id sebelumnya), juga karena kehati-hatian itu: saya percaya profesionalitas wartawan NYT. Saya mengenal sangat baik perilaku media di Amerika.
Memang belakangan ini New York Times mendapat gelar sebagai produsen fake news terbesar di Amerika. Tapi yang menilai itu kan Presiden Donald Trump. Yang secara guyon juga digelari sebagai produsen fake statement terbesar di Amerika.
Tentu bukan berarti wartawan profesional tidak bisa salah. Bisa sekali. Saya juga pernah. Tapi wartawan profesional setidaknya punya pegangan ini: prosedur yang ditempuh untuk mendapatkan suatu tulisan tidak sembarangan.
Wartawan profesional juga tidak punya maksud jahat. Dalam menuliskan apa pun. Dan ini: ketika ternyata tulisannya salah wartawan profesional tahu apa yang harus diperbuat. Misalnya: mengakui salah. Meralat. Memperbaiki. Atau menjelaskan.
Saya juga tidak termakan begitu saja apa yang ditulis New York Times. Saya diskusikan dengan yang saya anggap ahli. Saya harus menyadari bahwa saya tidak ahli di bidang itu.
Karena itu saya tidak bisa memastikan video itu benar. Yang saya jelaskan adalah: itu video kiriman. Yang sumbernya grup engineers. Itu hanya video simulasi. Bukan video kejadian. Bisa saja benar. Atau mirip-mirip.
Saya juga tidak mensharenya. Sebagai bentuk kehati-hatian jurnalistik. Saya juga ungkapkan kejadian lain di Belfat, Irlandia. Yang menurut saya mirip-mirip.
Saya juga puji pilot-pilot hebat. Yang bisa mengatasi krisis-krisis di udara.
Saya sangat percaya pada pilot. Saya tidak pernah pilih-pilih pesawat. Prinsip saya jelas: sepanjang pilot berani terbang, saya akan ikut. Dalam cuaca apa pun.
Pernah saya naik pesawat kecil. Di Nunukan. Sudah naik disuruh turun lagi. Mesinnya ada yang perlu diperbaiki. Lalu diminta naik lagi. Dicoba dihidupkan. Tidak bisa. Disuruh turun lagi.
Akhirnya saya terbang dengan pesawat itu. Karena pilotnya berani terbang.
Saya yakin sekali: pilot itu juga manusia. Yang punya keluarga. Istri. Anak. Mungkin pacar. Pasti semua pilot tidak mau mati.
Kecuali yang sengaja menerjunkan pesawatnya di laut dekat Palembang itu. Atau di pegunungan di Jerman itu. Atau yang dari Mesir itu. Ups… Banyak juga ya pilot yang ingin mati hahaha.
Saya juga sangat percaya pada desain pesawat. Saya tahu ini: pesawat didesain dengan sangat aman. Para ahli menyebutkan: pesawat adalah kendaraan yang dibuat paling aman di dunia. Dibandingkan dengan kendaraan apa pun. Kecuali onta.
Tapi ‘pertempuran’ besar di balik kecelakaan JT610 bisa juga jadi ‘perdamaian besar’ : antara produsen dan konsumen.
Boeing adalah produsen pesawat terbesar di dunia. Lion adalah salah satu pembeli terbesar Boeing.
Pemberitaan kesalahan desain pesawat bisa merusak reputasi Boeing. Bahkan bisa berakibat tuntutan hukum. Termasuk dari semua penumpang JT610.
Memang yang terbaik adalah menunggu hasil pemeriksaan secara keseluruhan. Terutama isi blackboxnya.
Dan percayalah pada pilot. Sepenuhnya. Jangan Anda menjadi takut. Lalu ke Medan naik onta. (dis)