Perang Dagang AS dan Tiongkok Bisa Untungkan Indonesia

ilustrasi. net

eQuator.co.id – Jakarta-RK. Perang dagang yang melibatkan dua negara besar, yakni Amerika Serikat dan Tiongkok, rupanya berdampak negatif pada penjualan hasil pertanian di wilayah Maryland. Dampak itu terutama terjadi pada sektor kedelai.

Ahli bidang pertanian Amerika Serikat, Robert Blake mengatakan, situasi ini justru menjadi peluang bagi Indonesia untuk mendapatkan harga beli yang menarik dibandingkan saat era sebelum kebijakan perang tarif Amerika Serikat dengan China diberlakukan.

“Persediaan kedelai di Maryland hanya sanggup bertahan selama tiga bulan lamanya sejak dipanen dan memiliki konsekwensi untuk dijual murah atau dimusnahkan bila penjualan kedelai mereka tidak habis dalam kurun waktu dimaksud,” kata Robert, Senin (24/12).

Dia mengatakan, selain kedelai Amerika Serikat juga memiliki ketergantungan buah tomat sampai 80 persen. Rata-rata buah tersebut didapat melalui impor dari negara Kanada.

“Tomat Indonesia bisa masuk pasar Amerika Serikat selama harga jualnya bersaing. Kami membuka peluang ini bagi Kementerian Pertanian,” katanya.

Selanjutnya, kata Robert, Kedekatan hubungan University of Maryland dengan FDA juga sangat memberikan keuntungan bagi Kementan untuk memahami standar dan permintaan yang harus dipenuhi oleh Indonesia bila ingin melakukan ekspor komoditas pertanian ke wilayah Amerika Serikat.

“Laboratorium dan lahan percobaan yang berteknologi tinggi merupakan satu diantara yang harus dipenuhi. Selain itu, era perdagangan saat ini juga didominasi oleh perdagangan internet, tidak terkecuali penjualan produk hasil pertanian dan pangan olahan,” ujarnya.

Dia mengatakan, perkembangan Artificial Intellegence (AI) saat ini sudah merambah ke berbagai sektor kehidupan di Amerika Serikat. Tidak hanya implementasi di bidang militer dan teknologi, namun juga merambah pada bidang pertanian dan kesehatan.

“Teknologi pertanian Amerika Serikat sudah mengandalkan penggunaan AI sebagai bentuk langkah percepatan berbagai proses pertanian,” katanya.

 

Amerika Perketat Sistem Ekspor

Sementara itu, Juru Bicara Gedung Putih dari Partai Demokrat Paul Ryan menjelaskan bahwa Presiden Trump akan terus menjalankan proteksi yang ketat bagi guna mewujudkan jargon kampanye “Buat Amerika Hebat Lagi”.

“Meski kebijakan itu berdampak negatif pada hubungan bilateral antara Amerika Serikat dengan negara lain, termasuk negara sekutunya sendiri (Kanada dan Mexico),” pungkasnya.

Selain itu, beberapa asosiasi pertanian Amerika Serikat juga sudah mengeluh dengan kebijakan ini, namun mereka hanya bisa mengandalkan kepiawaian pejabat di Gedung Putih dalam menata perdagangan komoditas pertanian yang dinilai masih defisit.

Sebelumnya Jajaran Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian menggelar pertemuan dengan Ambassador di sejumlah wilayah di Amerika Serikat. Dalam pertemuan ini, Kementan fokus pada pembicaraan kerjasama dan pengembangan benih padi bersama Universitas Hasanuddin di Sulawesi Selatan serta penelitian dengan international Rice Research Institute (IRRI) di Filipina.

Dari Jepang, Ahli bidang Pertanian Sri Nuryanti meyakinkan bahwa negara matahari itu tetap menggunakan bahan baku produk asli Indonesia. Salah satunya adalah Java Tea Japan dan Japan Tea Association. Hal utu disampaikan Sri dalam seminar yang menghadirkan pengusaha teh Jepang.

“Indonesia itu kaya akan teh dengan citarasa dan aroma khas pegunungan yang cocok dinikmati penduduk Jepang. Makanya ketika kita putarkan video tentang produksi dan pengolahan teh di Indonesia, mereka benar-benar bersemangat,” katanya.

Sementara itu, Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian, Justan Siahaan meminta seluruh Atase bekerja secara maksimal dalam mengawal kepentingan Indonesia di forum multilateral khususnya pada tiga badan internasional yang berpusat di Roma.

“Meskipun KBRI memiliki fungsi multilateral, namun tujuan diadakan Attani di sini (KBRI Roma) harus bisa mengawal kepentingan Indonesia, apalagi memang tusinya terkait dengan pertanian,” pungkasnya. (jpnn/JPG)