eQuator.co.id –Sanggau-RK. Kanker serviks adalah ‘mimpi buruk’ bagi kaum wanita. Indonesia sendiri menempati urutan pertama di Asia Tenggara dalam jumlah kasus penyakit mematikan itu.
“Data menunjukkan ada 26 wanita di Indonesia yang meninggal setiap harinya karena kanker serviks. Ini artinya, setiap satu jam, setidaknya seorang wanita meninggal karena kanker tersebut dimana dari sekitar 7000 kasus kanker serviks kebanyakan diderita wanita dewasa berusia produktif, 36-55 tahun,” kata Dewi Wardani, Ketua Ikatan Adhyaksa Dharmakarini (IAD) Daerah Sanggau, ketika membuka seminar kesehatan di gedung Kejaksaan Negeri Sanggau, Jumat (13/10).
Dalam seminar bertema ‘Deteksi Dini Wujudkan Wanita Indonesia Bebas Kanker Serviks dan Payudara’, Dewi menjelaskan, kebanyakan penderita kanker serviks di Indonesia datang ke dokter saat sudah stadium lanjut. Padahal, kanker serviks adalah kanker yang bisa dicegah dengan vaksin karena penyebabnya sudah diketahui, yaitu virus HPV.
“Deteksi dini juga bisa dilakukan dengan pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual Asam asetat ) dan pap smear bagi wanita yang telah menikah,” ujarnya.
Dikatakannya, infeksi HPV di serviks (leher rahim) wanita memang tanpa gejala. Ketika sudah menjadi kanker, belum tentu pula penyakitnya disadari. Tanpa pemeriksaan rutin, sering kali kanker serviks baru diketahui saat sudah stadium lanjut dan menyebar ke organ lainnya.
“Itulah pentingnya kegiatan ini dilaksanakan, agar kita semua tahu dan paham akan penyakit kanker yang saat ini menjadi penyakit pembunuh nomor satu di dunia,” ujarnya.
Pencegahan terhadap kanker serviks dapat dilakukan dengan program skrinning dan pemberian vaksinasi. Di negara maju, sebut Dewi, kasus kanker jenis ini sudah mulai menurun berkat adanya program deteksi dini melalui pap smear.
“Vaksin HPV akan diberikan pada perempuan usia 10 hingga 55 tahun melalui suntikan sebanak tiga kali, yaitu pada bulan ke nol, satu, dan enam. Dari penelitaian yang dilakukan, terbukti bahwa resmpon imun bekerja dua kali lebih tinggi pada remaja putri berusia 10 sampai 14 tahun dibanding yang berusia 15 sampai 25 tahun,” bebernya.
Lebih lanjut isteri Kepala Kejaksaan Negeri Sanggau ini mengatakan, sosialisasi dilakukan untuk meminimalisir kanker serviks dan payudara.
“Kegiatan ini juga instruksi dari pusat. Jadi seluruh IAD baik dari pusat, wilayah, maupun di daerah. Di bulan Oktober ini, memperingati hari anti kanker internasional,” ungkapnya.
Tak kurang dari 200 wanita dari beragam latarbelakang, hadir pada acara tersebut. Sedangkan narsumber adalah Dr. Yudha Pranata, Sp.OG.,M.Kes.
Pada kesempatan itu pula, seorang mantan penderita kanker payudara, Yuanita, memberikan testimoni pengalamannya tentang awal mula dirinya terkena kanker payudara hingga akhirnya sembuh total.
“Waktu tahu kena kanker payudara, dunia seperti mau runtuh. Awalnya hanya ada benjolan sebesar kacang hijau di payudara sebelah kiri saya. Ketika itu tak mengira kalau itu adalah kanker payudara. Setelah diperiksa baru tahu ternyata sudah stadium dua,” ungkapnya.
Guru di salah satu SMA Negeri di Kota Sanggau itu akhirnya harus menjalani beberapa kali kemoterapi, hingga akhirnya sembuh total.
“Karena kemoterapi itu, rambut, alis, bulu mata dan bulu-bulu yang lain berguguran,” akunya.
Ia berharap dengan kegiatan tersebut, para wanita dapat memeriksakan lebih dini potensi dua penyakit tersebut. Dengan demikian, diharapkan penanganan awal juga dapat lebih cepat dilakukan.
Laporan: Kiram Akbar
Editor: Ocsya Ade CP