eQuator.co.id – Jakarta-RK. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semakin serius mengusut kasus dugaan suap yang menjerat Maruli Hutagalung, kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Timur. Komisi antirasuah menegaskan bahwa penyelidikan terhadap Maruli tidak ada kaitannya dengan penetapan Dahlan Iskan sebagai tersangka.
Plh. Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak menyatakan, penyelidikan yang dilakukan KPK terhadap Maruli merupakan pengembangan dari kasus yang menjerat mantan Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Gatot Pujo Nugroho. “Penyelidikan sudah mulai dilakukan. Tapi, kami tidak perlu gembar-gembor ke media,” papar dia.
Apakah sudah ada saksi yang diperiksa terkait suap terhadap Maruli? Ibu satu anak itu menjelaskan, sampai saat ini penyelidik belum memeriksa saksi untuk mendalami perkara suap itu. Petugas masih mendalami dan mengkaji kasus tersebut. Menurut dia, proses penyelidikan tidak bisa disampaikan kepada publik.
Yuyuk menegaskan, penyelidikan terhadap mantan Kajati Papua itu tidak ada kaitannya dengan penetapan Dahlan Iskan sebagai tersangka oleh Kajati Jatim. “Penyelidikan ini murni pengembangan perkara,” papar dia. Menurut dia, media yang mengkait-kaitkan penyelidikan itu dengan kasus yang membelit Dahlan. Padahal, tidak ada kaitannya sama sekali.
Jadi, lanjut dia, tidak ada maksud membarengkan penyelidikan Maruli dengan kasus Dahlan atau perkara lainnya. Perkara suap yang berkaitan dengan penanganan korupsi dana bansos di Sumut itu dilakukan secara independent tidak ada intervensi dari pihak lain atau karena ada desakan dari media. KPK akan bekerja secara profesional.
Apakah ada kemungkinan Maruli akan ditetapkan sebagai tersangka? Yuyuk mengatakan, pihaknya baru melakukan penyelidikan untuk mendalami kasus tersebut. Jadi, belum sampai ke penyidikan atau penetapan tersangka. “Pimpinan kan sudah menyatakan kalau dilakukan penyelidikan,” papar mantan jurnalis itu.
Keterlibatan Maruli dalam kasus suap penanganan korupsi dana bansos terungkap dari pernyataan Evy Susanti, istri Gatot Pujo. Evy pernah menyebutkan secara jelas ada uang yang mengalir kepada Maruli.
Kesaksian itu diungkap dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada 16 November 2015. Kala itu, Evy menjadi saksi untuk kasus suap yang menjerat mantan Sekjen Partai Nasdem Patrice Rio Capella. Evy menyatakan, dirinya pernah mendengar dari pengacaranya, O.C. Kaligis, bahwa ada uang yang sudah diserahkan pada Maruli Hutagalung yang saat itu menjabat sebagai direktur penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung.
Gatot Pujo juga menyampaikan secara tegas keterlibatan Maruli ketika dia diperiksa KPK. Saat itu, dia menyatakan bahwa Maruli menerima uang Rp 500 juta dari pengacaranya. Pernyataan Gatot itu sampai saat ini bisa diakses melalui Youtube.
Peneliti ICW Febri Hendri menyatakan, KPK harus serius mengusut tuntas dugaan suap penanganan korupsi dana bansos Sumut itu. Jangan sampai penanganan itu ditunda, karena akan tertutup dengan perkara lain. “Harus segera dituntaskan,” ucap dia kemarin.
Kasus suap terhadap Maruli itu sudah cukup lama. Jadi, penanganan perkara harus dituntas secepat mungkin, sehingga tidak ada lagi kecurigaan dalam penanganan perkara terhadap pejabat kejaksaan. Selain kasus Maruli, KPK juga harus menuntaskan kasus suap yang menjerat Kajati DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Aspidsus Tomo Sitepu.
Sebelum membersihkan instansi lain, lembaga penegak hukum harus dibersihkan dari praktik suap, sehingga penegakkan hukum bisa berjalan efektif. “Lembega penegak hukum harus bersih dulu sebelum menindak pelaku korupsi,” tutur dia.
Penahanan Dahlan Bikin Takut Pelaksana Proyek
Di sisi lain, penahanan Dahlan Iskan memunculkan kekhawatiran banyak pihak. Akademisi dan praktisi bisnis Rhenald Kasali takut tindakan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) terhadap Dahlan itu bisa memengaruhi percepatan pembangunan yang tengah digalakkan pemerintah.
”Kasus Pak Dahlan itu kan sudah lama, kenapa baru sekarang diusut?” tanya Rhenald. Dia khawatir tindakan Kejati Jatim terhadap Dahlan bisa menimbulkan ketakutan pada banyak orang. Terutama mereka yang tengah terlibat proyek-proyek percepatan pembangunan infrastruktur.
Perkenalan dengan Dahlan yang cukup lama membuat Rhenald yakin koleganya itu tak punya niat jahat atau kesengajaan melakukan pelanggaran hukum ketika menjadi direktur utama PT Panca Wira Usaha (PWU). ”Waktu itu kan Pak Dahlan sudah menjadi CEO Jawa Pos. Apa yang dicari kalau tidak pengabdian? Buktinya, digaji saja (Dahlan) tidak mau,” imbuh guru besar ilmu manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) itu.
Rhenald juga tahu Dahlan hadir di PWU karena permintaan Gubernur Jatim (saat itu) Imam Utomo. Ketika itu Jatim tengah punya masalah dengan perusahaan-perusahaan daerahnya. Dahlan bersedia meluangkan waktu untuk membangun perusahaan daerah Jatim dengan beberapa syarat. Tapi, ketika sekarang justru dipersoalkan, dikhawatirkan banyak orang yang takut melakukan terobosan.
Simpati untuk Dahlan juga ditunjukkan adik terpidana mati bom Bali Amrozi, Ali Fauzi. Melalui akun Facebook-nya, Ali menyatakan siap menggantikan Dahlan di penjara. Dia mengaku tak tega dengan kondisi mantan menteri BUMN tersebut.
”Andai saja bisa, aku sanggup menggantikan posisinya. Dia lebih berguna di luar daripada saya. Saya sudah terbiasa hidup di sel penjara.” Begitu status yang ditulis Ali di akun Facebook-nya.
Dikonfirmasi terkait status itu, Ali Fauzi mengatakan, status tersebut bukan lip service. Jika diperbolehkan, dia sungguh-sungguh bersedia menggantikan posisi Dahlan. ”Saya serius. Ini menyangkut hati nurani,” tegas alumnus kamp Mindanao itu.
Mantan kombatan tersebut mengaku kaget ketika mendengar berita penahanan Dahlan. Dia tak bisa membayangkan penderita transplantasi hati seperti Dahlan harus hidup di balik jeruji besi. Bagi Ali, orang seperti Dahlan tidak layak untuk ditahan.
Ali tahu betul bagaimana rasanya hidup di tahanan. Mantan anggota Jamaah Islamiyah itu memang pernah beberapa kali menjalani penahanan. Pada 1992 Ali mendekam di penjara Malaysia sembilan bulan. Begitu pula halnya di Filipina. ”Saya siap dijemput jaksa selama 24 jam untuk menggantikan Pak Dahlan di penjara,” tandasnya. ”Jika tak bisa menggantikan, saya jadi penjamin penangguhan penahanan Pak Dahlan juga siap,” sambung magister studi Islam itu.
Ungkapan keprihatinan juga disampaikan pelawak Djadi Galajapo. Menurut dia, mengkriminalisasi Dahlan sama dengan menyakiti masyarakat Jatim. Karena itu, sudah kewajiban seluruh elemen masyarakat di Jatim bangkit menyampaikan rasa simpati terhadap Dahlan.
”Termasuk saya, seniman yang tumbuh dan besar di Jawa Timur,” ujarnya.
Djadi yakin Dahlan tidak takut dengan penjara. Sebab, kehidupan yang serba terbatas pernah dialami Dahlan sewaktu masih kecil. Dahlan juga pernah bilang sudah biasa hidup sengsara, kerja keras, dan tidak punya apa-apa. Karena itu, Djadi yakin hidup di penjara tidak akan mematahkan semangat mantan direktur utama PLN tersebut.
Hanya, kesehatan Dahlan sangat mengkhawatirkan. Dia tidak bisa hidup di sembarang tempat. Selain itu, Dahlan harus rutin minum obat. Djadi khawatir keterbatasan di dalam penjara tersebut mengganggu kesehatan Dahlan. ”Kejati harus mempertimbangkan aspek manusiawi dalam memperlakukan seseorang,” tegasnya.
Djadi juga berharap kejadian yang menimpa Dahlan menjadi titik awal perbaikan sistem hukum di Indonesia. Penangkapan orang yang tulus mengabdi untuk negara mendapat banyak kecaman. Karena itu, pemerintah harus melakukan introspeksi atas kebijakan yang mereka buat. ”Saya yakin Dahlan Iskan bisa menjadi tokoh perubahan di masa mendatang,” tegas dia. (Jawa Pos/JPG)