eQuator.co.id – JAKARTA-RK. Polri mendeteksi bahwa penyebaran hoaks mulai mengalami penurunan. Penurunan terjadi sekitar 25 persen. Penurunan itu diklaim karena penindakan yang dilakukan Korps Bhayangkara.
Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menjelaskan, kalau kemarin mengalami peningkatan 45 persen dengan angka sekitar 10 hoaks sampai 15 Hoaks per hari, kini angka itu turun 25 persen. ”Turun karena penindakan oleh Polri,” tuturnya.
Ada tiga tahap penindakan yang dilakukan, pertama dengan memberikan peringatan terhadap pemilik akun secara online, sekaligus literasi digital. Bila masih melakukan penyebaran hoaks dan pesan provokasi, maka dilakukan langkah pemblokiran. ”Bersama dengan Kemenkominfo, akun itu diblokir,” terangnya.
Namun, bila ternyata masih tetap berupaya menyebar hoaks, barulah langkah penegakan hukum dilakukan. Dia menjelaskan, sudah banyak contoh kasus penyebar hoaks yang ditangkap. ”Misalnya hoaks server KPU di Singapura, itu beberapa orang ditangkap,” jelasnya.
Menurutnya, tiga langkah tersebut sebenarnya merupakan cara untuk mencegah penyebaran Hoaks. Pencegahan itu dilakukan tidak dengan penegakan hukum. ”Tapi ada edukasinya, literasi digital,” ujarnya.
Dia menuturkan, hoaks isu menggerakkan masyarakat juga tidak sekencang bebarapa hari pasca pencoblosan. Hoaks tersebut telah menurun dan diyakini tidak akan terjadi gerakan untuk membuat kericuhan pasca pemilu. ”Itu juga masuk yang turun,” tuturnya.
Terkait kasus hoaks server KPU bagaimana prosesnya? Dia menjelaskan bahwa saat ini petugas masih berupaya untuk mengetahui keberadaan dua orang yang masuk daftar pencarian orang (DPO). ”Satu terdeteksi masih di Tangerang dan satu lainnya telah keluar negeri,” jelasnya.
Kondisi itu tidak akan menghambat petugas, sebab Polri bekerjasama dengan banyak kepolisian atau Interpol untuk bisa menangkap mereka. ”Kalau yang keluar negeri hanya soal waktu,” paparnya.
Sebelumnya, pasca pencoblosan dan quick count terjadi peningkatan jumlah penyebaran Hoaks, khususnya terkait provokasi untuk menggerakkan masyarakat. Dengan begitu memang terlihat ada upaya melalui media sosial untuk membuat keonaran.
Berbagai video muncul di media sosial dengan seakan-akan telah terjadi suatu kerusuhan. Namun, video itu ternyata diketahui merupakan video lama yang beredar kembali. (Jawapos/JPG)