Pengungsi Gelar Aksi, Komisi I Panggil Direktur PT Sintang Raya

CARI KEADILAN. Warga Desa Olak-Olak Kubu yang mengungsi di Komnasham Kalbar melakukan unjukrasa di Bundaran Untan dan Polda Kalbar, Senin (8/8). SYAMSUL ARIFIN

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Mencari keadilan, pengungsi dari Desa Olak-Olak Kubu melakukan demontrasi di Bundaran Universitas Tanjungpura (Untan) dan Polda Kalbar, Senin (8/8). Aksi unjukrasa dipimpin Ketua AGRA Kalbar, Wahyu Setiawan.

Kepada wartawan Wahyu menegaskan, tidak akan berhenti menggelar aksi selama hak warga belum terpenuhi. “Seperti hak di atas lahan 151 hektar yang belum diserahkan. Sampai sekarang tidak jelas bentuknya,” ucap Wahyu.

Apalagi hingga saat ini warga merasa belum ada jaminan keamanan dari aparat kepolisian. Ini dibuktikan, banyak warga dipanggil polisi untuk diperiksa. Ia juga membantah jika AGRA disebut sebagai provokator.

“Tidak setuju. Itu tidak benar. Tidak ada yang kami provokasikan. Kami organisasi yang membela dan memperjuangkan kepentingan petani. Soal legalitas AGRA, sudah kami sampaikan keberadaan kami ke Kesbangpol Kalbar dan Kubu Raya,” tegas Wahyu.

Terkait ketidakhadiran AGRA dan STKR pada mediasi yang digelar Pemkab Kubu Raya, Wahyu beralasan, itu dikarenakan dalam undangan disebutkan, pihaknya dianggap sebagai dalang dalam melakukan berbagai aksi yang meresahkan, sehingga menciptakan investasi tidak kondusif.

“Pada prinsipnya kami mau masalah ini diselesaikan. Bukan mencari kambing hitam. Hanya dua intinya yang harus diselesaikan itu, putusan MA (Mahkamah Agung) dan hak masyarakat yang harus dipenuhi,” jelas Wahyu.

Ironisnya, aksi demo damai kemarin juga diikuti oleh sejumlah mahasiswa dan masyarakat dari Kecamatan Teluk Pakedai. “Kami hanya sebagai simpatisan saja. Prihatin dengan kasus yang ada di Kecamatan Kubu,” kata warga Desa Kuala Karang ini.

Jenguk Pengungsi

Ketua Komisi I DPRD Kalbar, Krisantus Kurniawan, S.Ip. M.Si mengujungi warga Desa Olak-Olak Kubu yang mengungsi di kantor Komanasham, Senin (8/8).

Di hadapan para pengungsi, Krisantus mengatakan, hari ini Selasa (9/8) akan memngambil sikap.

“Besok (hari ini) Komisi I akan menggelar rapat kerja dan mengundang pihak terkait,” kata Krisantus.

Gagalnya DPRD Kubu Raya dan Pemkab Kubu Raya menyelesaikan masalah PT Sintang Raya dengan warga, menjadi perhatian serius DPRD Kalbar. Krisantus mengatakan, akan menggelar rapat kerja dan mengundang PT. Sintang Raya, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kubu Raya, Badan Pertahanan Nasional (BPN) Kubu Raya, Camat Kubu, Dinas Perkebunan Kalbar, BPN Kalbar dan Polda Kalbar.

“Kita mau direktur perusahaan yang dating. Kemudian perusahaan menghentikan aktivitasnya sampai masalah ini selesai,” tegas Krisantus.

Komisi I memanggil perusahaan bukan untuk menghakimi. Melainkan membantu perusahaan untuk menyelesaikan masalah. “Sekecil apapun masalah yang ada di lokasi perusahaan, harus segera diselesaikan. Selain itu berharap agar warga pulang dengan rasa aman,” ujar Krisantus.

Kondisi Pengungsi Memprihatinkan

Kondisi warga Desa Olak-Olak, Kubu, Kubu Raya yang mengungsi di Komnasham Kalbar kian memprihatinkan. Mereka merasa tidak aman akibat konflik antara PT Sintang Raya dengan warga.

“Saya sangat prihatin dengan keadaan para pengungsi ini. Dengan keterbatasannya, para pengungsi masih bertahan di Komnasham,” ujar Kasful Anwar, Ketua Komnasham Kalbar beberapa hari lalu.

“Warga mencari rasa aman di sini. Kita melihat dari sisi kemanusiaannya,” sambung Kasful.

Warga Desa Olak-Olak Kubu tampak mau beristirahat. Lebih dari dua puluh warga yang mayoritas ibu-ibu dan anak-anak datang ke kantor Komnasham, berusaha meminta perlindungan. Komnasham sendiri sedang berkoordinasi dengan Dinas Sosial untuk menangani pengungsi.

“Kami juga ke Dinkes (Dinas Kesehatan), untuk memastikan kondisi anak-anak sehat. Karena mereka terpaksa nginap di koridor kantor Komnasham,” jelas Kasful seraya mengatakan beberapa wanita mengaku mengidap sakit mata.

Salah seorang pengungsi, Kini mengatakan akan bertahan di kantor Komnasham sampai konflik antara perkebunan sawit dengan warga itu selesai. “Saya takut. Saya tak berani pulang,” ujar wanita warga Olak-Olak Kubu itu.

Di penampungan pengungsi, terlihat bocah-bocah berlari di selasar kantor Komnasham Jalan DA Hadi, Pontianak Kota. Di sudut selasar, seorang ibu sedang duduk menunggu battery handphone-nya terisi. Duduk di hadapannya, wanita berkerudung ungu. Mereka berbisik-bisik sambil sesekali menghapus air mata yang mengalir deras di pipinya.

Ketika dihampiri wartawan Rakyat Kalbar, wanita itu mengatakan, tidak berani menyebutkan nama aslinya kepada orang asing. Wajahnya terlihat shock, bersandar di dinding kantor. Wanita itu memandang nanar ke arah anak laki-lakinya yang sedang asik main dengan sepotong kardus.

“Wedi Mbak, jara ne seng wedok-wedok yo arep diciduk (takut, katanya para wanita juga akan diciduk),”ujar Pariyem.

Tak lama, pintu kamar kecil kantor Komnasham terbuka. Seorang pemuda usia belasan tahun keluar dengan berselempang handuk di bahunya. Pariyem memanggil anaknya, mengajak mandi. Ternyata ia mengantri menggunakan salah satu kamar kecil yang ada di kantor Komnasham.

Pemuda tadi, bergegas ke arah belakang kantor. Ternyata, selasar belakang kantor Komnasham telah berubah menjadi tempat tidur darurat.

Warga Merasa Ditipu

Ketika warga Olak-Olak Kubu sibuk mencari keadilan dan mengungsi di kantor Komnasham Kalbar, lima warga Desa Mengkalang, Kubu, Kubu Raya, Sumadi, Ishamdani, Bakar, Eko Prianto, Hasan Bakar dan Sarbandi Liman, mengakui kesalahannya. Mereka mengaku termakan hasutan dari dua oknum warga setempat, Efendi Liman dan Mohdar untuk melakukan aksi pencurian buah sawit di HGU PT Sintang Raya di Desa Olak-Olak Kubu pada 10 Juli lalu. Pengakuannya itu disampaikan lima warga tersebut, Senin (8/8) pagi di Kota Pontianak.

Kelimanya baru menyadari dan merasa ditipu oleh dua oknum warga itu. Mereka menganggap Efendi Liman dan Mohdar telah memberikan penjelasan yang keliru dan simpang-siur. Atas pengakuan itu, mereka membuat surat pernyataan yang ditandatangani di atas kertas bermeterai.

“Memang kami ada ikut (curi buah sawit). Tapi hanya untuk meramaikan saja. Itu dikarenakan diajak Efendi dan Mohdar yang mengaku pengurus STKR,” kata Ishamdani ditemui kemarin.

Diakuinya, sebelum turun memanen sawit milik PT Sintang Raya, dia dan keempat rekannya mendapatkan penjelasan dari Efendi dan Mohdar, jika “panen massal” ini berhasil, maka juga diiikuti warga desa lainnya.

“Kami merasa menyesal Pak. Karena kami masyarakat awam termakan omongan dari Efendi dan Mohdar. Setelah sudah terjadi, mereka tidak lagi menghubungi kami. Hilang begitu saja,” ucapnya.

Pengakuan yang sama juga dikatakan Hasan Bakar. “Sebelumnya kami dikumpulkan. Kami diberitahukan untuk memanen buah sawit. Letaknya di Desa Olak-Olak. Tapi sampai di lokasi dan panen sudah selesai, kami pun pulang,” tuturnya.

Hingga saat ini Hasan mengaku belum pernah mendapat surat panggilan dari kepolisian, terkait aksi pencurian buah sawit yang dilaporkan PT Sintang Raya. “Karena itu kami tidak mau ikut-ikutan mengungsi,” jelas Hasan.

Sementara Sumadi mengungkapkan kesalahan dan penyesalannya. Dia dan empat rekannya pernah diajak Efendi dan Mohdar ke DPRD Kalbar atas undangan Komisi I yang dipimpin Krisantus Kurniawan pada 23 Juli lalu.

“Efendi dan Mohdar bilang mereka adalah pengurus penting di STKR dan AGRA untuk wilayah Mengkalang. Karena itu diundang. Kami pun juga diajak. Hanya kami tidak tahu apa masalahnya,” tutur Sumadi.

Kepala Desa Mengkalang, Haidy M Sahat menyayangkan warganya terprovokasi atas masalah yang tidak mereka ketahui. “Saya menyambut baik pengakuan mereka ini. Dan saya menghargai dan menghormati warga yang ingin menuntut haknya, tentunya dengan bukti-bukti yang kuat,” ucapnya.

Senior Manager Legal, Perizinan dan Humas PT Sintang Raya, Iskandar menilai pengakuan warga ini telah membuka lebih jelas tabir aktor di belakang masalah ini. “Disebutkan ada dua orang yang dianggap sebagai provokator, yaitu Efendi dan Mohdar. Kedua orang inilah yang selalu memprovokasi warga, sehingga selalu ikut dalam kegiatan STKR dan AGRA pada tanggal 10, 13, dan 23 Juni,” ungkap Iskandar.

Seperti undangan Komisi I DPRD Kalbar tanggal 23 Juni, disebutkan Iskandar, sudah jelas warga Mengkalang ini diajak untuk meramaikan. Padahal, dalam undangan Komisi I itu mengagendakan permasalahan konflik lahan di Desa Seruat Dua. “Artinya bukan di Desa Mengkalang. Tapi kenapa warga Desa Mengkalang yang diajak. Inikan aneh dan jelas ada yang memprovokasi,” tuturnya.

Ia berjanji akan membantu memfasilitasi warga jika diminta keterangan oleh pihak kepolisian. “Warga kan hanya korban. Jadi hanya sebagai saksi saja di kepolisian. Yang kami harapkan adalah polisi menangkap aktor atau dalangnya, jangan sampai berkeliaran di luar,” tegas Iskandar.

 

Laporan: Syamsul Arifin, Marselina Evy, Ambrosius Junius

Editor: Hamka Saptono