eQuator.co.id – Pontianak-RK. Terdakwa kasus pidana perpajakan, Yulianto yang dilaporkan Direkrorat Jenderal Pajak Perwakilan Kalbar, hanya divonis satu tahun penjara dan denda Rp377 juta.
Tak puas, Jaksa Penuntut Umum (JPU) melakukan banding terhadap vonis pengemplang pajak oleh hakim Pengadilan Negeri (PN) Pontianak, Bonny Sanggah, Senin (25/4).
Sidang dipimpin hakim Bonny Sanggah dan dua hakim anggota, Ahmad Rifai dan Diah berlangsung pukul 16.00. Tiga hakim itu bergantian membacakan amar putusan.
Dalam amar putusan itu, Yulianto sebagai Wajib Pajak Pribadi terdaftar sejak 19 Maret 2004 dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 08.312.405.7-701.000 di Kantor Pelayanan Pajak (KKP) Pratama Pontianak. Yulianto telah melakukan tindak pidana perpajakan. Dia tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Masa) Pajak Penghasilan ( PPh ) tahun 2009-2011 dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tahun pajak 2011 hingga 2015.
“DJP Kanwil Kalbar melakukan pemeriksaan terhadap terdakwa berdasarkan dokumen, surat permohonan WP pribadi. Yulianto dianggap sebagai pengemplangan dengan merugikan negara mencapai Rp4,2 miliar,” jelas Bonny Sanggah saat membacakan putusan.
Berdasarkan surat dakwaan amar putusan dibacakan Bonny Sanggah, menyatakan Yulianto terbukti melanggar pasal 39 ayat satu huruf c yang tertuang dalam UU Perpajakan. Yulianto divonis satu tahun penjara serta wajib membayar kerugian negara Rp377 juta. Putusan ini langsung diterima Yulianto beserta penasehat hukumnya, Cecep Priyanta.
Mendengar vonis hakim, JPU Bondan yang menuntut Yulianto dengan hukuman tiga tahun penjara, langsung menyatakan banding.
Sementara kuasa hukum Yulianto, Cecep Priyatna menerima hasil putusan hakim terhadap kliennya. Putusan tersebut merupakan apresiasi dari prinsip keadilan perpajakan.
Dikatakan Cecep Priyatna, hasil perhitungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebesar Rp4 miliar bukanlah hasil penghitungan sebenarnya. “Penghitungan itu hanya berdasarkan aspek administrasi, untuk mencapai target. Lihat apa yang dikatakan oleh hakim, hanya Rp377 juta saja kan. Kalau Rp377 juta saja, itu sudah lama akan dibayarkan oleh klien kita,” tegas Cecep.
“Masak sudah bayar pajak disuruh bayar pajak lagi. Jadi klien kita disuruh pilih, bayar Rp4 miliar atau masuk penjara. Kan begitu, mau tidak mau pilih masuk penjara, karena permintaan DJP begitu besar, mana mampu,” sambungnya.
Dikatakannya, DJP Kalbar tidak memasukan aspek data mengenai hasil penjualan Yulianto. Sehingga pajak keluarannya tidak dihitung. “Logika tidak, kalau kita jual barang dihitung dengan pajak pembelian, kan tidak kena itu sebenarnya,” tegasnya.
Kepala Bidang P2 Humas DJP Kanwil Kalbar, Taufik Wijiyanto menanggapi putusan majelis hakim. Menurutnya apa yang disidik atas usaha perdagangan terdakwa, telah terbukti melakukan tindak pidana dengan tidak melaporkan SPT PPh dan PPn tahun 2010 dengan denda Rp377 juta. “Kita mendukung jaksa yang mengajukan banding atas hasil putusan tersebut. Di mana hasil Rp4,2 miliar merupakan hasil Perhitungan Kanwil DJP,” tegas Taufik.
“Kita akan membicarakan hal tersebut pada JPU (perhitungan pajak),” smabungnya.
Pidana terhadap penunggak pajak merupakan upaya DJP untuk menyadarkan para WP, bertanggungjawab untuk melaporkan SPT per tahunnya. “Ini merupakan upaya hukum terkahir dari DJP. Pelajaran bagi WP yang tidak melapor SPT. Bagi WP yang melaporkan SPT namun tidak benar, DJP tidak segan memprosesnya secara pidana,” tegasnya.
Laporan: Achmad Mundzirin
Editor: Hamka Saptono