Pengakuan Sopir Angkutan Ketika Lewat Jembatan Timbang Siantan

Pungli yang Jadi Tradisi, Ombudsman Minta Dilapori, Identitas Pelapor Dirahasiakan

HENDAK BERIKAN UANG KE PETUGAS. Sambil memandang, pemilik kelapa tua ini hendak memberikan uang sebesar Rp3 ribu kepada petugas yang duduk di samping fotografer, Rabu (26/10). OCSYA ADE CP

eQuator.co.id – Kasih uang kopi ala kadarnya alias ciak kopi ke oknum pegawai pemerintah demi memperlancar usaha sudah mendarah daging bagi pelaku bisnis di Kalbar. Hal ini, salah satunya, terjadi di Jembatan Timbang Wilayah I yang operasionalnya ditangani Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika (Dishubkominfo) Kalbar.

Pontianak-RK. Selepas operasi tangkap tangan (OTT) beberapa pegawai Kementerian Perhubungan yang melakoni pungutan liar (Pungli) beberapa waktu lalu, kinerja Dishubkominfo di setiap provinsi menjadi sorotan. Di jembatan timbang Siantan, Pontianak Utara, dugaan sopoi terkait kartu izin trayek (KIR) dan beban muatan mengemuka diterima petugas Dishubkominfo Kalbar dari sopir-sopir mobil angkutan barang.

Berbekal info dari mulut ke mulut masyarakat Pontianak bahwa di jembatan timbang itu masih saja terjadi Pungli yang dilakukan petugas Dishubkominfo Kalbar, Rabu (16/10) pukul 10.09 Wib, Rakyat Kalbar mendatangi lokasi tersebut. Padahal tahun lalu, sejumlah awak media di Pontianak, termasuk koran ini, pernah menangkap gambar petugas berseragam biru di jembatan timbang itu menerima Pungli.

Kedatangan wartawan kemarin kontan membuat aura dan raut wajah para pegawai Dishubkominfo Kalbar di jembatan timbang itu berubah drastis. Sedikit ketegangan terasa. Pun mungkin karena ada petugas Sat Pol PP Kalbar di sana.

Dari pantauan, para petugas Unit Pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan (UPLLA) Wilayah I Dishubkominfo Provinsi Kalbar yang bertugas secara tegas menolak pemberian ‘uang damai’ dari sopir maupun kernet. Kendaraan yang melanggar aturan pun, langsung ditilang di tempat.

Hanya saja, para sopir dan kernet itu tampak sudah terbiasa menyodorkan tangannya sambil menjepit lipatan uang kertas. Selama sejam berada di kawasan jembatan timbang, Rakyat Kalbar mendapati tujuh truck maupun pick up yang sopirnya berupaya memberi sejumlah uang saat kendaraannya tepat berada di atas timbangan.

Namun, bisa jadi ada ‘kode’ tertentu dari petugas di sana, para sopir mengurungkan niatnya untuk memberikan uang tersebut. Meski ada beberapa sopir yang tertangkap kamera saat hendak memberi uang kepada pegawai UPLLA Wilayah I.

Salah satunya, mobil pick up Daihatsu bernopol KB 8421 K. Sebelum berada tepat di atas timbangan, pick up warna Siver ini berhenti sejenak. Dari kejauhan sopir dan kernetnya tampak tengah menyiapkan uang. Ternyata betul, saat pick up ini berada di atas timbangan, kernetnya berusaha untuk memberi uang yang sebelumnya dilipat kepada petugas penimbang. Tapi, ketika melirik petugas berseragam biru, Sang Kernet mengurungkan niatnya.

“Pak, lain kali jangan berhenti-berhenti seperti itu. Jalan saja,” kata Heriyanto, salah satu petugas yang memeriksa KIR dan surat kelengkapan lain dari kendaraan kepada sopir pick up silver tersebut. “Mantap Pak, ini baru merdeka,” jawab sopir pick up itu.

Ketika diwawancarai, Sang Sopir mengaku sering memberi uang kepada petugas jembatan timbang. “Tadi tidak boleh beri duit. Biasa kami beri duit rokok,” katanya sembari mengegas kendaraannya, berlalu.

Pengakuan lainnya datang dari Alam, sopir truck pengangkut biji kernel sawit tujuan Siantan-Wajok. Ia menyatakan, setiap kali melewati jembatan timbang, selalu memberi uang agar kendaraan bermuatan bebas lewat tanpa diperiksa.

“Biasa kita kasih uang Rp20 ribu, lewat (timbangan) tanpa diperiksa. Sekarang pas ada razia gabungan gini, kami ditilang. Kalau memang mau dirazia, razia semua. Biar adil,” beber Alam yang ditilang karena trucknya kelebihan muatan.

Demikian pula pengakuan dari kernet mobil pick up pengangkut kelapa tua dari Segedong, Mempawah, hendak menuju Siantan. Di mobil itu, terdapat Ambo Upe dan anaknya yang menyupiri. Saat mobilnya tepat berada di atas timbangan, Ambo Upe berupaya memberi uang sebesar Rp3 ribu dalam kondisi dilipat kepada petugas pencatat beban tonase. Namun, ditolak.

Ambo Upe menerangkan, dalam seminggu ia dan anaknya tiga kali membawa kelapa tua dari Segedong. “Setiap lewat biasa saya kasih Rp2 ribu, kadang Rp5 ribu. Setelah kasih uang, tidak diperiksa langsung lewat saja. Seperti tadi saya kasih, tapi tidak diambilnya (petugas, red),” ungkapnya.

Memang, lanjut dia, tak satupun petugas meminta atau menentukan berapa besaran ‘uang damai’ dimaksud. Namun, menurut Ambo Upe, hal tersebut sudah menjadi kebiasaan atau tradisi bagi dirinya maupun sopir angkutan barang lainnya. Tentu, agar bisa lolos dari pemeriksaan.

“Mau KIR hidup atau mati, lolos saja, asal kasih uang,” bebernya.

Gelagat biasa memberi uang kepada petugas Dishubkominfo di jembatan timbang itu juga ditunjukkan Junggi. Dia sopir mobil pengangkut karet. Dari kejauhan, sebelum melintasi timbangan, tangan kanannya tampak menjepit uang Rp10 ribu yang siap diberikan. Lagi-lagi, urung diberikan setelah melirik salah seorang petugas.

“Biasa saya kasih Rp5 ribu setiap lewat di timbangan ini, tanpa diperiksa. Petugasnya memang sudah nunggu,” akunya.

Sudah lima tahun Junggi menyupiri truck maupun pick up. Selama waktu itu pula, ia melewati Jalan Khatulistiwa, lokasi di mana letak jembatan timbang itu berada. Sebagai sopir, tentu ia banyak pengalaman di lapangan.

“Jarang-jarang sih saya timbang. Asal disuruh timbang, saya timbang. Pas timbang, kasih uang. Tidak tahu juga sih itu uang untuk apa. Saya bisa memberi uang tahunya dari cerita kawan-kawan sopir. Ini sudah menjadi kebiasaan,” cerita dia.

Jika diasumsikan dalam sejam ada tujuh kendaraan yang memberi uang rata-rata sebesar Rp5 ribu, maka dalam sejam terjadi uang masuk sebesar Rp35 ribu. Jumlahnya lumayan jika dikalikan setiap hari selama jam operasional jembatan timbang. Bahkan, kabar yang beredar, tradisi memberi duit ini marak terjadi pada subuh hari.

Dikonfirmasi usai memimpin langsung kegiatan pengawasan dan penertiban kendaraan, Kepala UPLLA Wilayah I Dishubkominfo Kalbar, Hisamudin membantah pungli tersebut. Ia menegaskan, pihaknya sudah memiliki komitmen apalagi dengan adanya instruksi Presiden bahwa tidak ada lagi pungutan atau pemberian uang.

“Saya juga sudah keluarkan instruksi atau surat kepada bawahan, jangan sampai menerima. Walaupun tidak meminta, menerima saja tidak boleh,” tegasnya.

Kata dia, kebiasaan dari sopir untuk memberi uang kepada petugas itu adalah hal yang salah. Untuk mengantisipasi terjadinya pungutan atau pemberian di jembatan timbang, dirinya sudah memasang spanduk imbauan.

“Saya sudah pasang spanduk dulu itu, tidak boleh memberi kepada petugas,” tutur Hisamudin.

Ia berharap, masyarakat dalam hal ini sopir dapat membantu pihaknya untuk menertibkan oknum-oknum nakal dengan cara jangan sampai ada lagi masyarakat yang menjadi pemberi uang kepada petugas.

“Sementara kita di dalam ini sudah berusaha supaya setiap petugas tidak menerima lagi,” terangnya.

Namun, jika terbukti ada petugas yang menerima, maka Hisamudin sendiri yang akan memberi sanksi tegas sesuai aturan berlaku. Maka dari itu, dia menjelaskan, Sat Pol PP dilibatkan dalam penertiban tersebut.

“Bagi saya, selama bertugas, yang paling penting adalah untuk berbuat sebaik mungkin untuk meluruskan hal yang keliru,” paparnya.

Sementara itu, Kepala Seksi (Kasi) Pembinaan, Pengawasan, dan Penyuluhan (BinwasluSat Pol PP Prov Kalbar, Trino Hussaini mengatakan, tugasnya menegakkan peraturan daerah. Namun, eksekusinya ada di SOPD masing-masing.

Seperti, kata dia, Dishub Kalbar dalam hal ini UPLLA Wilayah I yang melakukan pengawasan dan penertiban kendaraan muatan barang. “Kita hanya mengawasi. Sejauh mana kinerja mereka dalam menjalankan tugasnya, menertibkan dan memeriksa kendaraan bermuatan barang yang masuk jembatan timbang,” tuturnya.

Jika dinas terkait tidak menjalankan fungsi dan tugasnya, Trino melanjutkan, maka Sat Pol PP akan melakukan pembenahan dan evaluasi internal. “Kita tidak langsung ke objeknya, tapi langsung ke personnya, mengapa tidak melaksanakan tugas? Mengapa tidak menegakkan peraturan? Ada apa? Itu nanti yang kita evaluasi,” tegasnya.

Salah satu yang menjadi perhatian dan evaluasi nantinya adalah soal para sopir yang berupaya memberikan uang ke petugas. “Tidak seluruhnya petugas yang salah. Yang memberi uang dan pihak jembatan timbang sering kita ingatkan,” tukas Trino.

Diakuinya, pemberian uang dari para sopir itu adalah kebiasaan lama. Seharusnya kebiasaan itu dihilangkan.

“Ini penyakitnya sopir. Petugas mana berani, apalagi ada kami di situ. Sopir ini biasanya yang mancing,” bela dia.

Dalam pelaksanaan penertiban kendaraan yang diawasi langsung oleh Sat Pol PP dan Kepala UPLLA Wilayah I ini, tak sedikit kendaraan yang ditilang. Baik yang KIR nya bermasalah, melebihi tonase, maupun melanggar aturan lainnya. Dalam penilangan, tak sedikit pula adu mulut alias protes dari sopir yang tak terima karena menganggap hal ini tak biasa.

Dalam hal ini, dijelaskan Trino, keberadaan Sat Pol PP juga untuk mengamankan situasi penertiban. Karena, seperti halnya di jembatan timbang itu, banyak para sopir yang temperamen tidak mau ditilang.

“Ini tugas kita untuk meredam, jangan sampai timbul konflik sosial. Maklum, sopir-sopir kurang tidur. Kita harus sigap, jangan terpancing,” tutupnya.

Terpisah, Kepala Ombudsman RI perwakilan Kalbar, Agus Priyadi menyesalkan temuan dugaan Pungli ini. “Masa’ Presiden sendiri sudah menyatakan memerangi pungli, eh ini ada aparatnya yang malah melakukan,” sesalnya. Menurut dia, pemberantasan Pungli kini sudah jadi salah satu komitmen pemerintah dalam upaya mewujudkan pelayanan yang baik dan transparan.

Agus juga menolak jika pihaknya dinilai mendiamkan hal ini. Kata dia, kasus serupa pernah terjadi di jembatan timbang itu sebelumnya. Pada kasus tersebut, Ombudsman telah mendorong instansi terkait untuk melakukan penindakan,

“Waktu itu kita proses sampai akhirnya Kepala UPT-nya diganti,” bebernya.

Lanjut dia, Ombudsman mengapresiasi dukungan media untuk memberantas Pungli. Karena biasanya bukti-bukti awal Pungli ini ia dapatkan dari media,

“Yang pertama dulu juga karena ada rekan wartawan yang memotret langsung supir yang membayar,” ujar Agus.

Ia meyakinkan bahwa Ombudsman tidak berpangku tangan. Namun, pihaknya tidak bisa menindak cuma berdasarkan dugaan.

“Kalau bisa kan tangkap tangan. Kalau teman media ada bukti, foto saja, pasti akan kita proses,” janjinya.

Agus juga menghimbau masyarakat untuk tidak ragu melaporkan dugaan Pungli kepada Ombudsman. “Kita bisa jamin kerahasiaan identitas pelapor, jadi tidak usah takut atau ragu,” pungkasnya.

Laporan: Ocsya Ade CP dan Iman Santosa

Editor: Mohamad iQbaL