eQuator.co.id – Pontianak-RK. Pemerintah Kota Pontianak tidak akan membayar ganti rugi tanah warga yang terkena proyek pembangunan pelebaran jalan. Karena akan mengusik rasa keadilan warga. Jika Pemkot memberikan kompensasi ganti rugi lahan kepada warga, justru akan mengusik rasa keadilan bagi lainnya.
“Kalau pelebaran jalan saya tidak pernah ganti rugi lahan mereka. Kenapa? Karena tidak adil bagi masyarakat yang lain,” kata Wali Kota Pontianak H Sutarmidji SH MHum saat menghadiri acara penutupan Rakernas Perbarindo, Kamis (28/10) malam di Hotel Golden Tulip.
Menurutnya, jika kompensasi tetap diberikan, maka paling tidak ada tiga keuntungan yang didapat oleh warga. Pertama biaya kompensasi itu sendiri, kedua akses jalan yang bagus dan mulus, serta ketiga adanya peningkatan nilai ekonomis dari property tersebut.
“Ketika ruas jalan hanya lima meter, harganya cuma satu juta. Kalau saya mau jadikan 16 meter, anda berikan saya 11 meter, tanah anda bisa naik jadi Rp5 juta sampai Rp7 juta. Tanahnya kita ganti, sementara dia menerima kenaikan nilai ekonomis dari properti dia,” ulas Sutarmidji.
Padahal kata dia, program pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah adalah demi kebaikan warganya sendiri.
“Makanya saya mengajak masyarakat Kota Pontianak. Ayo kalau Pontianak mau cepat maju, semua warga Pontianak harus berinvestasi, investasinya apa? Seperti tadi itu,” contohnya.
Namun kalau warga masih ngotot berhitung untung rugi kompensasi, maka Pemerintah Kota Pontianak pun akan “hitung-hitung” pula.
“Contoh pernah ada dua BUMN dulu, Jasa Raharja dan Bumi Putra. Mereka tidak mau kasi lahannya (untuk jalan), padahal masyarakat sudah ngasi semua, saya pagar. Sehingga nasabahnya tidak bisa masuk, orang kantornya tidak bisa masuk. Saya suruh mereka buat jalan sendiri saja. Besoknya datang dua orang Direksinya, turun dari Jakarta dan Alhamdulillah, ngizinkan saya untuk gunakan lahan itu, baru jalan itu selesai,” ceritanya.
Sutarmidji mengaku tak akan tawar menawar, apalagi jika kepentingan tersebut untuk kemajuan kota yang dipimpinnya. Dia mencontohkan satu kasus lagi. Kejadiannya ketika kunjungan Presiden RI ke 6, Susilo Bambang Yudhoyono ke Pontianak. SBY dalam kesempatan itu meminta agar dibangun jalan alternatif dibelakang Mega Mall.
“Kita buat, dan kena lah tanah satu orang di situ seluas 3 meter, dia mau berikan, tapi minta kompensasi agar lahannya bisa dibangun tempat futsal dan sorum meubeler, padahal di situ komplek perkantoran, tapi oke saya berikan dispensasi karena penyerahan tanah itu, dia pun bangun,” katanya.
Tapi, sambung Sutarmidji, giliran jalan sudah jadi, Pak SBY sudah pulang. Jalan itu pun, dia tutup di belakang, sehingga orang tidak bisa lewat. Hanya dia saja yang bisa lewat.
“Akhirnya dia tutup belakang, saya tutup di depan, dia lewat samping saya tutup samping,” tandasnya.
Ketika yang bersangkutan parkir di depan Rumah Betang, Sutarmidji mengaku menelepon Ketua Adat agar jangan ditumpangkan kendaraannya di situ.
“Dia kemudian parkir di Jalan Sutoyo, saya pasang plang dilarang parkir sepanjang Jalan Sutoyo. Akhirnya nyerah, dia datang ke saya, minta maaf, saya bilang anda buka dulu itu jalan belakang. Begitu dia buka belakang saya buka depan, buka samping, nah sekarang sudah jalan. Masyarakat itu harus begitu ngurusnya,” demikian Sutarmidji.
Laporan: Fikri Akbar
Editor: Arman Hairiadi