eQuator.co.id – JAKARTA-RK. Kemungkinan adanya pidana dalam jatuhnya Lion Air JT 610 secepatnya diketahui. Pasalnya, Polri memastikan bahwa ada kesamaan hipotesa atau penyebab sementara dalam jatuhnya Lion Air JT 610. Kerusakan alat petunjuk kecepatan pesawat menjadi hal yang menonjol dalam pemeriksaan terhadap pilot.
Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menjelaskan bahwa penyelidikan yang dilakukan Komite Nasional Kecelakaan Transportasi (KNKT) telah memiliki hipotesa berupa gangguan navigasi, baik alat petunjuk kecepatan dan ketinggian. ”Itu temuannya KNKT,” ujarnya.
Polri memeriksa sejumlah pihak. Utamanya, pilot Lion Air yang menerbangkan pesawat sebelum jatuh, dari Manado ke Bali dan Bali ke Jakarta. Hasilnya, ternyata temuannya hampir sama. ”Dari pemeriksaan Polri, hampir klop dengan hipotesa KNKT,” paparnya kemarin (08/11).
Dia memastikan pemeriksaan tidak hanya ke pilot. Namun, teknisi Lion Air juga telah diperiksa terkait kasus tersebut. ”Kita lihat kesimpulannya seperti apa nantinya, yang pasti Polri tidak ingin kejadian yang sama terulang,” tegasnya.
Pemeriksaan yang dilakukan Polri meluas tidak hanya soal kerusakan petunjuk kecepatan. Namun, juga mencoba menemukan fakta lainnya, misalnya kemungkinan pilot menggunakan obat-obatan atau malah pilot dipaksa bekerja dalam kondisi yang tidak prima. ”Maka, dari tim kesehatan perusahaan ini kita periksa juga. Bahkan sampai ke petugas keamanan,” tuturnya.
Komunikasi antara Polri dengan KNKT terus dilakukan. Begitu hasil dari pemeriksaan KNKT diketahui, maka Polri akan mampu membuat kesimpulan. Apakah ada pidana atau tidak. Dia meyakinkan bahwa penyidik yang menangani kasus tersebut memiliki kemampuan untuk menangani kasus jatuhnya pesawat Lion Air JT 610. ”Ini tim khusus lho, mengikuti pelatihan penyelidikan penanganan penerbangan sampai ke Belanda,” urainya.
Dedi menuturkan bahwa penyidik yang menangani kasus tersebut pernah menangani kasus jatuhnya pesawat Garuda di Jogjakarta. Yang hasilnya diketahui ada unsur pidana. ”Tim ini dibentuk Kabareskrim,” ungkapnya.
Apakah kemungkinan kelalaian teknisi akan diselidiki? Kadivhumas Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan bahwa nantinya KNKT yang akan mendeteksi hal tersebut. ”Mereka akan kaji juga masuk kecelakaan penerbangan apa sudah ranah pidana. KNKT dulu soal kemungkinan keteledoran,” ujarnya.
Setyo menyebut untuk satu dugaan yakni sabotase kelompok teroris dipastikan tidak ada. Laboratorium Forensik sudah menyatakan tidak ada bekas kebakaran, sama seperti KNKT yang memastikan tidak ada api. ”Bukan karena ledakan, bukan karena api,” tuturnya.
Hingga kemarin Cockpit Voice Recorder (CVR) pesawat Lion Air PK-LQP belum juga ditemukan. Sinyal dari ping locator makin lemah. Namun Basarnas dan Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT )masih melakukan pencarian kotak yang bisa menjadi kunci jatuhnya Boeing 737 MAX-8 tersebut.
Basarnas, hingga besok menargetkan operasi yang dilakukan bertujuan untuk mencari korban. Mereka menduga jika masih ada beberapa korban di dasar laut sekitar puing pesawat hingga radius 250 meter. ”Target operasi SAR tim Basarnas adalah melakukan penyapuan, baik di dasar laut maupun di permukaan untuk mencari korban,” Kabasarnas Muhammad Syaugi kemarin (8/11).
Hingga kemarin sore, delapan kantong jenazah berhasil dievakuasi tim penyelam Basarnas. Jenazah dievaluasi ke posko menggunakan KN SAR-231 Sadewa tepat pukul 18.10 WIB. Total jumlah kantong jenazah yang telah berhasil dievakuasi sebanyak 195 kantong. ”Semua jenazah telah diberi label dan kami serahkan kepada tim DVI untuk selanjutnya dievakuasi ke Rumah Sakit Polri,” tutur Syaugi. Mereka beroperasi di sektor prioritas 1 yang telah diberi marking atau point penyelaman dimana dicurigai terdapat korban.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kabasarnas memperpanjang tiga hari proses pencarian korban Lion Air PK-LQP. Perpanjangan waktu tersebut dilaksanakan untuk memastikan bahwa sudah tidak ada lagi korban yang harus dievakuasi. Tim SAR yang beroperasi hanya dari internal Basarnas dan KNKT.
Tim SAR melakukan penyapuan di area sekitar center point hingga penyapuan di sepanjang garis pantai Tanjung Karawang – TanjungPakis untuk mencari korban yang kemungkinan hanyut terbawa arus.
Pada operasi hari ini, Basarnas mengerahkan KN SAR Basudewa sebagai On Scene Coordinator (OSC), KN SAR Sadewa sebagai SAR Unit (SRU), KN SAR Drupada sebagai SRU dan 2 unit Rubber Inflatable Boat (RIB), serta 41 personil penyelam dari Basarnas Special Group (BSG)
Terkait pencarian CVR yang menjadi tanggung jawab dan tugas KNKT. Lembaga tersebut telah mengerahkan empat alat ping locator. Alat tersebut sempat mendeteksi sinyal CVR, namun lemah. Sumber sinyal itu sulit dipastikan posisinya mengingat dasar laut terdapat lumpur yang kedalamannya lebih dari 1 meter. ”Ada kemungkinan CVR terendam lumpur,” ungkap Kepala KNKT Soerjanto Tjahjono.
KNKT telah mendatangkan kapal dari Balikpapan untuk menyedot lumpur. Alat tersebut digunakan agar CVR aman. Jika menggunakan alat pengeruk biasa, dikhawatirkan akan merusak CVR.
CVR menjadi salah satu kunci dalam kecelakaan tersebut. Sebab percakapan pilot dan first officer terekam dalam alat itu.
Sementara tim Disaster Victim identification (DVI) kembali berhasil mengidentifikasi 20 orang korban jatuhnya Lion Air JT 610. Yakni, Denny Maulana, 30; Shintia Melina, 25; Yunita, 32; Daryanto, 43; Junior Priadi, 32; Hesti Nuraini, 45; Inayah Fatwa Kurnia Dewi, 38; Mery Yulyanda, 23; Haska Hafidzi, 31; Linda, 49; Filzaldi, 50; Ary Budiastuti, 48; Hasnawati, 57; Wendy, 29; Indra Bayu Aji, 39; Dolar, 37; Abdul Efendi, 50; Tan Toni, 60; Hedy, 36; dan Arif Yustian, 20.
Dengan begitu total telah ada 71 korban yang diidentifikasi. Perinciannya, lelaki 52 orang dan perempuan 19 orang. Kepala Operasi DVI Polri Kombespol Lisda Cancer menjelaskan, untuk 20 korban yang teridentifikasi kemarin (8/11), 15 diantaranya teridentifikasi dengan metode tes DNA. ”Sisanya teridentifikasi dari sidik jari,” paparnya kemarin.
Proses penyerahan jenasah juga dilakukan kemarin malam. Informasi yang diterima Jawa Pos, salah seorang korban bernama Rudolf belum dikuburkan karena ada permasalahan. Yakni, lima istri dari almarhum masih berebut terkait hak untuk menguburkan.
Sebelumnya, sempat terjadi percekcokan saat dokumen kematian korban diberikan ke pihak keluarga. Salah seorang istri yang akan menerima surat kematian dihentikan oleh istri yang lainnya. Dikonfirmasi terkait kejadian itu, Kepala Instalasi Forensik Pusdokkes Polri Kombespol Edi Purnomo menuturkan bahwa yang pasti jenasah telah diserahkan Polri ke pihak Lion Air. ”Kami tidak langsung berhubungan ke keluarga. Tapi, ke Lion Air dan maskapai ini yang serahkan ke keluarga,” ujarnya.
Persoalan dokumen sebenarnya menjadi salah satu yang dikeluhkan oleh keluarga korban. misalnya, Ida Riana, ibu dan nenek dari empat korban jatuhnya Lion Air JT 610. Menurutnya, yang paling menyusahkan dalam proses ini adalah permintaan untuk memberikan akta lahir. ”Mereka minta akta lahir saya dan suami,” tuturnya.
Padahal, dokumen semacam itu pada dulu tidak ada. Dia menuturkan, seharusnya hal semacam ini dipermudah untuk keluarga korban. ”Kami ini orang kampung, apa harus balik lagi ke kampung untuk mengurus semacam itu,” keluhnya. (Jawa Pos/JPG)