Dengan harga sangat murah, Rp25 ribu per keping (10 butir, red) pil PCC (Paracetamol, Cafein dan Carisoprodol) rentan beredar di wilayah Kalbar. Pemerintah daerah dan aparatur hukum bekerja ekstra, mencegah masuknya obat ilegal perusak generasi bangsa tersebut.
Sairi, Achmad Munandar, Abdu Syukri, Kalbar
eQuator.co.id – Di Kabupaten Sambas, pemerintah setempat memastikan obat PCC (Paracetamol, Cafein dan Carisoprodol) tidak beredar di apotek, toko obat dan fasilitas kesehatan.
“Sejauh ini yang saya ketahui, baik itu di apotek, Puskesmas, rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya di Kabupaten Sambas tudak ada peredaran pil PCC tersebut,” kata Kepala Dinas Kesehatan Sambas, dr. I Ketut Sukarja, Selasa (19/9).
Sementara Ketua DPRD Sambas, Ir. H. Arifidiar, MH meminta Pemkab dan aparatur hukum terus memantau peredaran pil PCC di lapangan. Tidak menutup kemungkinan pil berbahaya itu beredar di Kabupaten Sambas.
“Khususnya mematau distirbutor obat yang masuk
ke Sambas. Apakah nantinya ditemukan beredar di Kabupaten Sambas, harus ditelusuri darimana pil itu masuk dan sudah beredar di daerah mana saja,” katanya.
Arifidiar meminta langkah preventif terus dilakukan. Mengingat dampak pil PCC sangat berbahaya. Apalagi sasaran peredarannya generasi muda.
“Harus ada upaya pencegahan, agar pil PCC tidak sampai masuk ke Kabupaten Sambas. Pil ini sudah banyak memakan korban. Sasaran mereka adalah anak-anak, pelajar, generasi muda. Para orangtua kita ingatkan harus lebih memperhatikan pergaulan anak-anaknya. Agar sang anak tak sampai terjerumus ke hal-hal negatif, seperti mengonsumsi obat-obatan terlarang,” tegas legislator Partai Golkar tersebut.
Warga Kota Sambas, Rusmana mengaku khawatir pil PCC beredar di Kabupaten Sambas dan merusak anak anak. “Saya tahunya dari media cetak dan TV. Jangan sampai ada pil PCC di Sambas, pasti sangat berbahaya. Nanti anak-anak kita jadi pecandu narkoba dan gila bahkan meninggal. Apalagi katanya harganya murah dan sasarannya anak sekolahan,” ungkap Rusmana.
Dia dua anak yang duduk di bangku Sekolah Dasar dan SMA itu bertekad akan lebih ketat mengawasi kedua putranya. “Khususnya pada waktu mereka bermain atau di luar rumah,” tegasnya.
Sementara di Kabupaten Sekadau, jajaran kepolisian tak mau kecolongan peredaran obat terlarang PCC. Jajaran Polres Sekadau menyisiri beberapa tokoh obat di wilayah hukumnya, mengecek keberadaan obat PCC.
“Pengecekan kita lakukan di beberapa tokoh obat. Kita sisir semuanya untuk mencari tahu apakah ada yang jual obat jenis PCC itu,” ucap Kapolsek Sekadau Hilir, Iptu Masdar kepada Rakyat Kalbar, Selasa (19/9).
Penyisiran dipimpin langsung Kapolsek Sekadau Hilir bersama beberapa anggotanya, sekitar pukul 08.00 wib kemarin. Para personel polisi itu langsung melakukan pemeriksaan di sejumlah toko obat di Kota Sekadau dan sekitarnya.
“Hasil penyisiran kita, tidak ditemukan adanya peredaran PCC. Tapi kita berharap masyarakat tetap waspada,” ujar Masdar.
Di Sekadau, polisi sedikitnya sudah menyisir tiga toko obat. Masing-masing Toko Obat Matahari, Toko Obat Selamat dan Toko Obat Fortuna. Diketahui, tidak ada peredaran PCC. Masdar menegaskan, penyisiran itu merupakan langkah antisipasi kepolisian. Diharapkan dengan adanya penyisiran itu, tidak ada pihak yang berniat mengedarkan PCC di Sekadau. “Mudah-mudahan tetap aman lah,” harapnya.
Seperti diketahui, peredaran PCC sudah membuat kehebohan di masyarakat. Terlebih baru-baru ini ada warga yang meninggal usai mengonsumsi obat yang bisa membuat orang bertingkah seperti zombie. Munculnya obat jenis PCC tersebut bermula ketika beberapa remaja di daerah Kendari, Sulawesi Tenggara diketahui mengalami kelainan mental akibat mengkonsumsikan obat tersebut.
Korban yang didominasi remaja mengalami gejala seperti orang tidak waras, mengamuk dan memberontak.
“Terus terang kita sebagai orangtua juga khawatir dengan peredaran PCC itu. Kita harapkan hal ini tidak terjadi di Sekadau,” ujar Fahwaty, ibu rumah tangga di Sekadau.
Antisipasi peredaran pil PCC juga dilakukan di Kabupaten Sintang. Selasa (19/9), Polres, BNN dan Dinas Kesehatan Sintang melakukan inspeksi mendadak (Sidak) di sejumlah toko obat dan apotek di Kecamatan Sintang.
Kabag Ops Polres Sintang, Kompol Edy Haryanto mengatakan, Sidak bertujuan memastikan bahwa pil PCC tidak beredar di Kabupaten Sintang. “Hasilnya tidak ada toko obat dan apotek yang menjual pil PCC,” ujar Kabag Ops.
Edy mengatakan, ada ada lima toko obat dan apotek yang didatangi tim gabungan. “Ada dua toko obat dan tiga apotek yang kita datangi. Belum ditemukan menjual pil PCC,” katanya.
Sementara anggota DPRD Sintang, Hardoyo tidak ingin adanya jatuh korban akibat pil PCC, seperti yang terjadi di Kendari, Sulawesi Tenggara. “Saya rasa BNN harus intens melakukan pengawasan. Ada tidaknya pil PCC itu di Sintang, kita belum tahu. Makanya, pengawasan perlu dilakukan sehingga tidak ada anak-anak kita menjadi korban,” kata Hardoyo usai menghadiri peresmian lapangan Futsal Kayan Hilir, Sabtu (16/9).
Menurut dia, Sintang khususnya di Kecamatan Kayan Hilir dinilai rentan masuknya obat terlarang. Sebab, jumlah anak didik di tingkat SD, SMP dan SMA semakin bertambah di kecamatan ini.
“Pil PCC tidak hanya menyerang orang dewasa. Bahkan korbanya juga anak-anak SD seperti yang terjadi di Kendari itu,” ungkapnya.
Pengawasan toko obat dan apotek, kata Hardoyo, perlu ditingkatkan. Sebab dampak yang ditimbulkan apabila mengonsumsinya sangat membahayakan nyawa. “Bahkan ada yang meninggal akibat mengonsumsi pil PCC. Artinya, obat-obatan terlarang dan zat adiktif lainnya sangat membahayakan dan merugikan remaja sebagai aset masa depan bangsa,” ungkapnya.
Sementara BNN Sintang mengaku belum menemukan pil PCC yang beredar di wilayah hukumnya. BNN, Polri dan intansi terkait terus melakukan pengawasan terhadap peredaran obat terlarang itu.
“Untuk saat ini pil PCC belum ditemukan di Sintang,” kata Kepala BNN Sintang, Agus Akhmadin di ruang kerjanya, Senin (18/9).
Menyikapai peredaran pil PCC, Agus mengaku telah melakukan koordinasi intens dengan intansi terkait, Diantaranya Polres Sintang, khususnya Unit Narkoba dan Dinas Kesehatan Sintang. “Sebenarnya yang memiliki kewenangan untuk mengawasi peredaraan obat-obatan adalah BBPOM. Namun, di tingkat kabupaten tidak ada BBPOM, makanya Dinas Kesehatan memiliki peran dalam hal tersebut,” jelas Agus.
Seharusnya, kata Agus, Dinas Kesehatan Sintang sudah memberikan kepastian terkait ada tidaknya pil PCC, apakah beredar atau tidak di wilayah kerjanya. Sebab mereka memiliki kewenangan penuh dalam melakukan pengawasan di sejumlah toko obat dan apotek di Sintang. “Harus ada kepastian. Sehingga masyarakat kita aman dari ancaman pil PCC,” tegasnya.
Dijelaskan Agus, obat-obatan yang dijual di sejumlah toko obat dan apotek juga mesti mendapatkan pengawasan intens. “Kita tidak mau lihat ada apotek mengeluarkan obat tanpa resep. Jika itu terjadi pastinya terjadi penyalahgunaan,” ungkapnya.Menurut dia, pil PCC belum masuk dalam kategori narkotika. Tetapi masuk kategori obat keras. “Jika disalahgunakan, dampakanya dapat berhalusinasi. Perilaku yang ditimbulkan pun bisa seperti zombie dan orang gila,” ungkapnya.
Agus mengaku, BNN, Polri dan Dinas Kesehatan akan terus melakukan pemantauan terkait ada tidaknya pil PCC di Sintang. “Sasaranya toko obat dan sejumlah apotek yang tersebar di dalam Kecamatan Sintang. Langkah ini diambil sebagai upaya pencegahan secara dini. Kita tidak ingin sudah ada korban, baru kita semua kebakaran jenggot,” tegasnya.
Terpisah, Bupati Sintang, dr. H. Jarot Winarno, M. Med.Ph mengaku hingga saat ini belum mendapatkan laporan terkait jatuhnya korban atau beredarnya pil PCC di wilayahnya. “Mudah-mudahan di Sintang tidak ada jenis obat terlarang itu,” kata Jarot.
Meskipun demikian, Jarot optimis dengan adanya BNN dan Polri, peredaran obat terlarang itu dapat dicegah. “Kalau kita tegas, peredarannya saya rasa bisa kita cegah lah. Termasuk toko obat dan apotek juga harus dalam pengawasan. Sehingga tidak ada obat terlarang yang terjual dengan bebas di Sintang,” tegasnya.
Kepala Dinas Kesehatan Sintang, dr. Harrysinto Linoh mengaku belum menemukan adanya toko obat dan apotek di wilayah kerjanya yang menjual pil PCC. Meskipun demikian, pihaknya tetap mengimbau kepada pemilik toko obat maupun apotek agar tidak menjual pil tersebut, karena sudah tidak mendapatkan izin edar sejak 2013 silam.
“Kegiatan monitoring pil PCC ini akan dilaksanakan secara rutin. Waktunya kapan, kita tidak pasati. Karena ini sifatnya mendadak,” tegas pria yang akrab disapa Sinto itu.
Dia memastikan sejumlah toko obat dan apotek yang didatangi tim gabungan, semuanya mengantongi izin. Meski demikian, pihaknya tetap mengimbau apotek untuk tidak memperjualbelikan obat secara bebas tanpa adanya resep dari dokter. Sementara toko obat tidak memerlukan resep dokter, karena yang dijual hanya obat bebas.
“Pembelian obat di apotek harus menggunakan resep untuk obat-obatan golongan keras, narkotika dan psikotropika. Kita imbau seluruh toko obat dan apotik untuk menaati aturan yang berlaku. Jangan menyediakan obat-obatan yang terlarang, seperti obat impor atau yang tidak mempunyai label BPOM,” pinta Sinto.
Apa itu pil PCC? Kata Sinto, pil tersebut adalah campuran obat yang terdiri paracetamol, caffeine dan carisoprodol. PCC bekerja menghambat sinyal nyeri dari tulang belakang dan otak. Campuran paracetamol dan caffeine telah banyak diketahui dan diperjualbelikan secara bebas untuk meredakan nyeri. Keduanya tidak berpotensi menimbulkan bahaya yang serius, atau tidak termasuk dalam kategori obat keras. Sedangkan carisoprodol merupakan muscle relaxant yang digunakan untuk meredakan rasa tidak nyaman akibat nyeri akut muskuloskeletal pada orang dewasa.
“Obat ini memiliki efek sedatif atau menenangkan yang cukup kuat. Sehingga dapat membahayakan aktivitas, misalnya saat mengemudikan kendaraan,” jelas Sinto.
Dia mengatakan, efek sedatif pada carisoprodol yang terdapat pada pil PCC ini bisa membuat ketagihan. Penyalahgunaan carisoprodol menimbulkan resiko overdosis yang dapat menyebabkan hipotensi, kejang, halusinasi, gangguan kesadaran atau koma, depresi napas dan sistem saraf pusat serta kematian. “Carisoprodol banyak disalahgunakan untuk drug abuse, kejahatan dan hal lainnya,” paparnya.
Sinto mengimbau kepada para orangtua untuk selalu mengasai anak-anaknya. “Kita harap orangtua dapat mengawasi pergaulan anaknya dengan jeli. Karena kita tidak ingin mendengar atau melihat masyarakat kita di Sintang menjadi korban akibat mengkonsumsi pil PCC, meskipun saat ini belum ditemukan keberadaannya,” pintanya. (*)
Editor: Hamka Saptono