eQuator.co.id – JAKARTA-RK. Mulai September 2019, seluruh pelumas yang beredar di Indonesia wajib memenuhi (Standar Nasional Indonesia).
Bagi para pelanggar, sanksi pidana dan denda hingga Rp50 miliar sudah menanti. Termasuk di antaranya, bagi pemalsu tanda SNI tersebut.
“Awalnya, SNI bagi pelumas memang sukarela. Namun kalau sudah diwajibkan, maka semua pelumas yang beredar di Indonesia, baik dalam maupun luar negeri harus memenuhi SNI. Dan bagi para pelanggar regulasi ini, mau tidak mau pasti ada sanksi,” kata Deputi Bidang Penerapan Standar dan Akreditasi Badan Standardisasi Nasional (BSN), Kukuh S. Achmad di Jakarta, Senin (11/3).
Menurut dia, ancaman sanksi tersebut diatur dalam Bab X tentang Ketentuan Pidana UU 20/2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian.
Terkait pemalsuan SNI atau membuat SNI palsu, misalnya, sesuai pasal 62, para pelaku diancam pidana penjara paling tujuh tahun atau pidana denda paling banyak Rp 50 miliar.
Kukuh menambahkan, pemberlakukan wajib SNI bagi pelumas sudah sesuai dengan UU 20/2014 yang pelaksanaannya diatur melalui Peraturan Pemerintah 34 tahun 2018.
Melalui ketentuan tersebut, sebelum pemberlakuan, pemerintah mewajibkan menteri untuk melakukan analisis dampak regulasi terlebih dahulu.
“Dalam media digital istilahnya regulatory impact assessment. Tujuannya, jangan sampai ketika SNI wajib sudah diberlakukan, akan memberi dampak negatif yang tidak sesuai dengan tujuannya. Dan itu sudah dilakukan Kementerian Perindustrian,” jelas Kukuh.
Begitu pula dengan BSN, sebagai contact point pada forum World Trade Organization (WTO). Sebelum pemberlakuan SNI wajib bagi pelumas, BSN telah memberi tahu kepada dunia bahwa Indonesia akan mewajibkan setiap produsen memberi label SNI di setiap kemasan.
“Kita sudah notifikasi dulu ke WTO dan mendapat tanggapan dari negara anggota WTO. Notifikasi dilakukan tahun lalu dan tidak ada tanggapan dari negara lain. Artinya, bagi negara lain yang mengekspor pelumas, pemberlakuan regulasi tersebut tidak ada masalah,” imbuh Kukuh. (Jawa Pos/JPG)