-ads-
Home Bisnis Pelaku Usaha Harap Tensi Politik Turun

Pelaku Usaha Harap Tensi Politik Turun

ilustrasi. net

eQuator.co.id – JAKARTA-RK. Pelaku usaha berharap situasi kegaduhan politik tak berlangsung lama. Sebab, hal tersebut dikhawatirkan dapat memengaruhi kepercayaan investor akan kondisi keamanan Indonesia. Selain itu, dampak dari situasi yang tak kondusif dikhawatirkan menghambat traffic konsumsi dan produktivitas pebisnis di tengah peak season Lebaran.

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Shinta Widjaja Kamdani menyebutkan, adanya gejolak politik yang memanas berpengaruh terhadap outlook ekonomi sepanjang 2019. Investor kembali wait and see untuk menanamkan dananya sehingga sektor riil kembali lemah. ”Risiko politik yang meningkat membuat persepsi investor menurun,” ujar Shinta, kemarin.

Selain itu, ada potensi pelaku industri untuk menahan produksi karena konsumen menahan belanja sehingga produknya tidak terjual optimal. ”Investor, khususnya asing, masih melakukan posisi hold atau menahan realisasi investasi langsung,” tambahnya.

-ads-

Shinta menegaskan bahwa kondisi ekonomi saat ini saja cukup berat karena dihadapkan pada ketidakpastian global. ”Kami mengharapkan janganlah ini berkepanjangan,” katanya.

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menuturkan, kerusuhan politik harus segera mereda. Supaya investor bisa kembali percaya untuk berinvestasi. ”Dampak negatifnya akan besar apabila kondisi ini berlarut-larut. Keyakinan investor bakal semakin tergerus, rupiah dan IHSG akan makin terpuruk,” ungkap Piter.

Dalam jangka pendek, lanjut Piter, kerusuhan politik mengakibatkan terhentinya kegiatan ekonomi warga yang terdampak. Beberapa toko dan kantor terpaksa tutup atau memulangkan karyawannya lebih awal. Padahal, menjelang Lebaran biasanya permintaan dan produksi justru cenderung naik.

Sementara itu, berbagai kebijakan dibutuhkan untuk menjaga agar rupiah tetap stabil. Merujuk kurs Bloomberg, rupiah telah melemah hingga Rp 14.525 per dolar AS (USD), sedangkan kurs tengah Bank Indonesia (BI) menunjukkan rupiah berada di level Rp 15.488 per USD. Tahun ini pertumbuhan ekonomi ditargetkan 5,3–5,5 persen. Tahun depan pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,6 persen.

Indonesia kini masih mengalami masalah fundamental, yaitu neraca perdagangan yang defisit. Pada April lalu, defisitnya USD 2,50 miliar. Terbesar sepanjang sejarah. Sementara itu, tantangan perdagangan ke depan kian berat. Di antaranya disebabkan perang dagang yang tak kunjung usai serta tantangan ekspor sawit Indonesia yang masih mengalami kampanye hitam di Eropa.

Ekonom DBS Indonesia Maysita Crystallin mengatakan, kondisi tersebut membuat Indonesia tidak bisa lagi terlalu mengandalkan perbaikan ekspor-impor sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi ke depan. ”Target 5,6 persen saya kira agak susah dicapai melihat yang terjadi sekarang ini,” ujarnya kemarin. (*/ova)

 

 

 

 

Exit mobile version