eQuator.co.id – SINTANG-RK. Kabupaten Sintang masih marak aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI). Menyikapi kondisi tersebut, Polres Sintang menggelar pertemuan dengan Forkopimda di Mapolres Sintang, Sabtu (8/12).
Kapolres Sintang, AKBP Adhe Hariadi mengatakan, pada pertemuan tersebut ada lima poin yang disepakati bersama untuk penanganan PETI. Pertama, Forkopimda meminta aliran sungai Kapuas dan Melawi bersih dari PETI. “Begitu pula dengan sungai-sungai lainnya,” ujarnya, Senin (10/12).
Kedua, pemerintah daerah harus segera mencarikan solusi untuk pekerjaan lain kepada pelaku PETI. Ketiga, penambangan hanya boleh dilakukan apabila sudah ada wilayah pertambangan rakyat (WPR). Keempat, Pemda mesti segera membuat rekomendasi WPR dan diajukan ke Gubernur untuk disampaikan ke kementerian.
“Poin kelima, Forkopimda akan bersama-sama menidak lanjuti secara hukum apabila masih ada kegiatan PETI di Kabupaten Sintang,” jelasnya.
Ditegaskan Kapolres, tuntutan untuk masalah PETI ini sudah banyak. Tak hanya datang dari Mabes Polri. Pemerhati lingkungan juga sangat intens terhadap sungai untuk keberlangsungan hidup masyarakat. “Mudah-mudahan bisa kita laksanakan,” harapnya.
Meminimalisir PETI bukan hanya menjadi tugas kepolisian semata. Penindakan PETI sesuai amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Pertambangan. Pihaknya bersama unsur Forkopimda sudah meninjau langsung ke lokasi PETI usai rapat tersebut. Walau bukan melakukan penindakan, tapi untuk memberikan sosialisasi dan imbauan.
“Kita kasi waktu mereka untuk berpikir agar tidak lagi melakukan kegiatan itu. Apabila masih bekerja, dengan terpaksa kita akan mengambil tindakan tegas melalui jalur hukum,” jelasnya.
Waktu yang diberikan, kata Kapolres sampai pekan depan. Dari rentang waktu tersebut, pihaknya akan terus melakukan imbauan, sosialisasi dan patroli oleh Pol Airud. “Kita harap ada kesadaran sendiri dari mereka untuk membongkar mesinnya. Tanpa ada penindakan hukum,” harapnya.
Adhe juga meminta kepada awak media untuk dapat membantu mengajak dan mengimbau masyarakat agar dapat berhenti dari kegiatan PETI. “Tapi mencari pekerjaan yang lainnya,” tukasnya.
Diakui dia, memang banyak kendala. Berdasarkan pengakuan pekerja PETI kepada pihaknya, harga sawit dan karet turun. Sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Apalagi untuk membiayai anak sekolah. “Maka dari itu solusi dari pemerintah daerah ini kita harapkan segera terwujud,” lugas Kapolres.
Sementara itu, Bupati Sintang Jarot Winarno mengatakan akan bertemu langsung dengan Gubernur Kalbar Sutarmidji. Guna membahas WPR yang dapat menjadi solusi bagi para pekerja PETI.
Pemkab Sintang pun telah mensosialisasikan perihal tersebut kepada para pekerja PETI. “Agar tidak asal main tangkap. Saya akan turun langsung ke Pontianak dan bertemu dengan Gubernur Kalbar,” terangnya.
Secara hukum kata dia, PETI tidak dapat dibenarkan. Namun dipandang perlu mendapatkan ruang untuk dilegalkan. Lantaran akitivas ini menyangkut mata pencaharian masyarakat.
Payung hukum untuk melegalkan PETI bisa saja dalam bentuk WPR. Tetapi wewenangnya bukan lagi di Pemkab Sintang dan Pemprov Kalbar. Tetapi kewenangannya berada di Menteri ESDM RI. “Melalui Peraturan ESDM Nomor 11 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara,” ungkapnya.
Oleh karenannya, pihaknya akan segera mungkin minta Pemprov melalui Dinas Pertambangan Kalbar melakukan pendataan semua WPR di Kabupaten Sintang. “Saat ini baru sampai proses pendataan. Kita minta percepatannya,” tutup Jarot.
Laporan: Saiful Fuat
Editor: Arman Hairiadi