Pedagang Kuliner Keluhkan Pajak 10 Persen

Dua Hari Datangi DPRD Mempawah

KELUHKAN PAJAK. Pedagang Kaki Lima (PKL) kuliner di kawasan Terminal Mempawah mendatangi DPRD Mempawah, Selasa-Rabu (28-29/8). Mereka keberatan dengan pemberlakukan Peraturan Daerah (Perda) Mempawah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Pajak Restoran dan Rumah Makan.

eQuator.co.id – Mempawah-RK. Sejumlah Pedagang Kaki Lima (PKL) kuliner di kawasan Terminal Mempawah mengeluhkan pengenaan pajak 10 persen. Selasa-Rabu (28-29/8), mereka mendatangi gedung DPRD Mempawah menyampaikan aspirasi terhadap pemberlakuan Peraturan Daerah (Perda) Mempawah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Pajak Restoran dan Rumah Makan.

Ketika beraudiensi ke Komisi A DPRD Mempawah, Selasa (28/8), Juru Bicara Perwakilan PKL, Gusti Usman menegaskan, Perda Nomor 6 Tahun 2010 sangat memberatkan para pedagang kuliner. Kendati sasaran pajak tersebut dibebankan kepada konsumen, tapi tetap efeknya luar biasa bagi penjualan. “Mengingat situasi ekonomi saat ini, pedagang dari awal sudah menolak. Selain itu, menurut Perda Nomor 6 Tahun 2010, PKL tidak termasuk yang dikenai pajak, melainkan hanya restoran dan rumah makan,” ujarnya didampingi empat orang PKL lainnya.

Dia mengatakan, penerapan kebijakan tersebut juga terbilang singkat, karena waktu sosialisasi dan penerapan juga relatif singkat, hanya empat hari. “Apabila tetap dilaksanakan, tidak menutup kemungkinan bahwa para PKL akan gulung tikar alias bangkrut. Efeknya akan menambah pengangguran,” keluhnya. “Rata-rata pedagang punya karyawan rata-rata 2-3 orang. Jadi kalau ini diterapkan Insya Allah pengangguran di Kabupaten Mempawah ini akan bertambah,” imbu Usman.

Untuk itu, pedagang berharap wakil rakyat dapat mengubah kebijakan tersebut. Jika pemkab tetap “ngotot,” maka pedagang berpotensi akan kehilangan konsumen. “Intinya kami tidak menolak (kewajiban). Kalau bisa hanya dikenakan retribusi saja, yang biasanya per-malam kami bayar Rp2000. Jadi kalau pajak ini dihilangkan,  retribusi bisa dinaikkan, apakah menjadi Rp3000 atau Rp4000,” ujarnya menyarankan.

Menyikapi keluhan para PKL, Ketua Komisi A DPRD Mempawah, Herman AP menyampaikan, sementara ini DPRD akan menampung aspirasi dari para PKL. Selanjutnya, DPRD akan mengkaji bersama instansi terkait. “Kita belum memanggil dinas terkait. Artinya, tidak langsung kita konfrontir, kita serap dulu aspirasi,” ujar Politis Partai Golkar tersebut.

Keesokan harinya, Rabu (29/8), perwakilan PKL kembali mendatangi DPRD Mempawah. Keluhan yang kembali disampaikan para PKL langsung ditanggapi Anggota Komisi A DPRD Mempawah, H Anwar.

Dia memaparkan, PKL Terminal Mempawah merasa keberatan dengan adanya penerapan pajak Konsumen 10 persen yang akan dikenakan pada para konsumen yang makan di Terminal Mempawah, berdasarkan Perda Nomor 6 Tahun 2010.

Menurut Anwar, para pedagang mengaku omzet penjualan mereka menurun sejak dinas terkait mensosialisasikan terkait penerapan pajak 10 persen ke konsumen, dengan menempelkan stiker pengenaan pajak di papan daftar menu pedagang.

Anwar mengungkapkan, DPRD telah bertemu Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Kabupaten (BPPRD) Mempawah dan Disperindagnaker Mempawah, untuk membahas terkait penetapan pajak 10 persen di Terminal Mempawah.

Anwar mengatakan, setelah melakukan pertemuan dengan BPPRD dan Disperindagnaker, disepakati untuk menunda penetapan pajak 10 persen hingga waktu yang belum ditentukan, dan akan terus melakukan evaluasi terkait hal tersebut. “Solusi menghilangkan kewajiban pajak, namun hanya sistem yang berbeda. Kalau kemarin itu setiap konsumen makan dikenakan pajak 10 persen, namun saat ini pedagang lah yang membayar pajak, namun disesuaikan dengan kemampuan tiap pedagang,” paparnya.

Nantinya akan ada Tim Assessment dari BPPRD yang akan menanyai terkait pendapatan dari tiap pedagang, dan akan menentukan pajak yang akan dikeluarkan oleh pedagang sesuai dengan kemampuan pedagang. “Kita beri keringanan, karena menyangkut hajat hidup orang ramai. Saya mengimbau kepada pedagang, khususnya di terminal untuk kembali kepada niat pribadi, janganlah dengan sudah di beri keringanan ini, menyisihkan pajaknya nanti tidak sesuai dengan asas kepatutan dan kepanutan,” tuturnya.

Anwar menilai, solusi yang baik dalam penerapan pajak untuk PKL memang idealnya sesuai kemampuan berdasarkan pendapatan pedagang. “Jadi misalkan, bulan ini ramai Rp300 ribu, terus kalau bulan depan agak sepi Rp200 ribu, atau sebaliknya. Jadi nyisihkan tetap Rp300 ribu,” ucapnya mencontohkan.

Dia menyarankan, para pedagang membuat deposit box pribadi untuk menyisihkan pajak yang akan mereka bayar tiap bulan. “Dengan menyisihkan penghasilan mereka per hari dalam box, agar tidak terasa berat untuk membayar pajak,” sarannnya.

 

Reporter: Ari Sandy

Editor: Yuni Kurniyanto