eQuator.co.id – Pontianak-RK. Buntut dari tertundanya sidang paripurna dengan agenda pembahasan sejumlah Raperda pada Kamis (26/5), Fraksi PDI Perjuangan DPRD Provinsi Kalbar menggelar jumpa pers ihwal tidak kuorumnya kehadiran para wakil rakyat yang terhormat di Parlemen Kalbar, Jumat (27/5).
Partai berlambang banteng dengan moncong putih itu menengarai bahwa ketidakhadiran sejumlah anggota dewan dalam paripurna tersebut, lantaran karena adanya penolakan membahas Raperda tentang Masyarakat Adat.
“Pada hari ini, PDI Perjuangan melakukan pertemuan terkait beberapa agenda DPRD Provinsi Kalbar yang terkendala, karena pada saat sidang tidak memenuhi kuorum. Memang kita akui jadwal yang ditetapkan Banmus memang agak terlalu mepet sehingga kemungkinan informasi tidak nyambung,” ucap anggota DPRD Provinsi Kalbar, Martinus Sudarno didampingi sejumlah anggota fraksi PDI Perjuangan.
Menurutnya, Kamis (26/5) lalu, saat akan melaksanakan sidang paripurna pidato pengantar beberapa Perda. Antara lain, tiga Raperda yang diajukan oleh Pemerintah Provinsi Kalbar dan satu Raperda yang merupakan usul inisiatif DPRD Provinsi Kalbar.
“Banyak rekan-rekan DPRD yang tidak hadir sehingga sidang diskor sampai dua kali skor. Ternyata belum juga memenuhi kourum. Sehingga pimpinan dewan menetapkan pelaksanana paripurna ditunda serta dijadwalkan kembali oleh Banmus,” paparnya.
Terkait ketidakhadiran sejumlah legislator saat paripurna, Fraksi PDI Perjuangan sangat menyesalkan kejadian tersebut. Karena agenda di DPRD Provinsi Kalbar sangat padat di kemudian hari.
“Kalau setiap sidang tidak memenuhi kuorum, kami mempertanyakan bagaimana rasa tanggungjawab kawan-kawan DPRD ini. Tidak memegang teguh sumpah dan janjinya sebagai anggota DPRD,” tuding Martinus Sudarno.
Dia mensinyalir, ada beberapa pihak yang memang nampaknya keberatan untuk membahas Raperda tentang Masyarakat Adat.
Menurutnya, perlu diperjelas bahwa Raperda tentang Masyarakat Adat merupakan Raperda inisiatif DPRD Provinsi Kalbar yang merupakan kelajutan dari pembahasan DPRD pada periode yang lalu dan baru bisa dibahas pada periode ini.
“Pembahasan Raperda ini sudah menjadi keputusan DPRD. Jadi bukan lagi usul inisiatif anggota DPRD, tetapi sudah menjadi keputusan DPRD. Ketika ini sudah menjadi keputusan DPRD, wajib hukumnya untuk dibahas. Jadi tahapan sekarang penyampaian pengantar Raperda dari DPRD ke pemerintah,” paparnya.
Sementara itu terkait Raperda tentang Masyarakat Adat, diakui Sudarno, memang ada komentar dari tokoh Kalbar yang menyatakan bahwa apabila Perda tersebut disahkan nantinya dikhawatirkan akan menimbulkan kegaduhan.
“Saya sangat menyayangkan seorang guru besar yang berpikiran sempit. Beliau tidak membaca keseluruhan. Raperda tentang Masyarakat Adat itu tidak sama sekali untuk mengatur, melindungi salah satu suku di Kalbar. Justru, sebut dia, untuk mengakomodir seluruh kepentingan masyarakat di Kalbar,” terangnya.
Ia menilai, Raperda ini jangan hanya melihat Kota Pontianak. Namun harus dilihat secara utuh untuk Kalbar. “Mari kita berikan masukan. Yang sesuai kita masukan, yang tidak sesuai kita buang. Yang dibutuhkan masyarakat, itu yang kita atur,” paparnya.
Terkait pembahasan Raperda tentang Masyarakat Adat tentunya nanti akan melibatkan berbagai pihak, termasuk MABM, DAD, MABT dan sub-sub suku yang ada di Kalbar. “Jadi Raperda ini sama sekali tidak mengatur hukum adat,” timpalnya.
Sementara itu, ditemui terpisah, Ketua Fraksi Partai Nasdem, Luthfi A Hadi menegaskan, sejak awal Fraksi Nasdem memang menolak untuk dibahas Raperda tentang Masyarakat Adat. Menurutnya, karena Undang-Undang Masyarakat Adat belum dibahas sekalipun di pusat.
“Kalau ini dibahas di DPRD Provinsi Kalbar, dikhawatirkan masyarakat yang saat ini sudah aman kondusif akan terprovokasi. Dengan adanya kepentingan tertentu, karena ini dinilai menguntungkan salah satu etnis,” tegas Luthfi.
Reporter: Deska Irnansyafara/Isfiansyah
Redaktur: Andry Soe