Pasar ‘’M’’

Oleh: Joko Intarto

eQuator.co.id – Pasar ‘’M’’ mulai popular. Belakangan ini. Sejak 10 tahun terakhir. Karena kelas menengah bertambah besar. Menjadi sekitar 60 juta. Terbesar dari kelompok ‘’M’’ itu. Dikenallah istilah segmen pasar baru: pasar ‘’M’’.

Siapakah kelompok ‘’M’’ itu? Mereka adalah kelompok muslim kelas menengah. Para profesional dan entrepreneur. Umumnya berusia muda. Dengan daya beli yang cukup baik. Dibandingkan rata-rata muslim lainnya.

Jumlah 60 juta tidak bisa dibilang kecil. Tiga kali lebih besar dibanding jumlah penduduk Malaysia. Sedikit lebih besar dibanding warga negara Korea Selatan. Mereka itu yang sedang diperebutkan berbagai produk barang dan jasa. Domestik maupun impor.

Coba perhatikan, betapa beragamnya bisnis syariah belakangan ini. Dari bank syariah hingga asuransi syariah. Dari leasing syariah sampai gadai syariah. Dari kos-kosan syariah hingga hotel syariah. Bahkan di Jakarta sudah ada pusat perawatan syariah, kolam renang syariah, sampai salon kecantikan syariah.

Dalam bisnis consumer goods pun, pasar M mulai diperhatikan. Ambil contoh yang sederhana: shampoo. Dulu semua merek, ditujukan untuk mencuci rambut yang sama. Sekarang ada shampoo khusus untuk wanita berjilbab. Begitu pun sabun cuci pakaian. Sudah tersedia sabun cuci khusus untuk jilbab. Yang kainnya khusus. Bertekstur lembut. Yang rentan rusak kalau dicuci dengan sabun biasa.

Pasar ‘’M’’ juga mendorong sejumlah biro travel penyedia jasa perjalanan umrah. Untuk berinovasi membuat paket-paket baru. Yang customized. Beda dengan kompetitornya. Beda kualitas layanannya. Karena beda segmentasi pasarnya.

Umrah di zaman old hanya memberi sedikit pilihan. Paketnya begitu-begitu saja: paket arbain dengan 14 hari perjalanan. Pada zaman now, mulai berkembang paket baru: lebih singkat. Misalnya, paket long week end. Hanya empat hari. Mengisi ‘’harpitnas’’. Hari kejepit nasional. Seperti libur Kamis yang ‘’menjepit’’ sabtu. Atau libur Selasa yang ‘’menjepit’’ Senin.

Memang bisa menunaikan umrah dalam empat hari? Dulu sebagian besar orang mengira tidak bisa. Umrah ya 14 hari. Dari dulu kan begitu. Padahal, untuk menyelesaikan satu kali ibadah umrah, jamaah hanya perlu empat jam saja. Hari lainnya? Boleh umrah lagi. Boleh wisata. Kemana saja.

Ada juga orang yang ingin umrah hanya sekeluarga. Hanya berdua: suami – istri. Tidak mau ada orang lain: termasuk pembimbing ibadah. Karena alasan-alasan pribadi. Di masa lalu, hampir tidak pernah ada jamaah umrah yang pergi sendirian. Tanpa pembimbing ibadah. Sekarang, makin banyak umrah model baru. Model milenial. Umrah back packer. Umrah honey moon. Dan macam-macam lagi.

Saya pun membuat paket umrah sendiri. Untuk dua ibu saya. Dan dua adik saya. Umrah rasa F1. Berangkat umrah hanya berempat. Tanpa pembimbing ibadah. Saya rencanakan perjalanan selama tujuh hari. Dengan kursi penerbangan kelas satu. Kamar hotel kelas satu. Katering kelas satu. Restoran kelas satu.

Kedua ibu saya sudah lanjut usia. Salah satunya berkursi roda. Untuk keduanya, saya sengaja berikan yang ‘’first class’’. Dari travel wisata F1 dan MotoGP. Yang punya kualitas pelayanan berstandar tinggi. Saya sengaja tidak menggunakan travel umrah. Seperti ‘’first travel’’.

Saya sedang berimprovisasi. Mengawinkan standar pelayanan travel F1 dan MotoGP. Dengan manajemen perjalanan umrah. Hanya ingin membuktikan bahwa ‘’jamaah tersesat’’ atau ‘’koper hilang’’ bukanlah ‘’balasan’’ atas prilaku jamaahnya di masa lalu. Pengalam buruk itu betul-betul karena ketidakberesan dalam mengelola perjalanan.

Sukses. Kedua ibu saya merasa sangat bahagia. Umrah paket khusus itu, menjadi kenangan terindah. Pada usianya yang kian senja. Pengalaman itulah yang saya ceritakan. Dalam buku terbaru saya: ‘’Umrah Rasa F1’’.

Buku ‘’Umrah Rasa F1’’ adalah ikhtiar baru. Menjadi jalan terobosan. Untuk menyediakan layanan baru bagi pasar ‘’M’’. Yang tidak bisa cuti panjang. Hanya bisa pergi di ‘’harpitnas’’ bersambung akhir pekan. Atau sebaliknya. Tanpa keberanian membuat terobosan, mereka mungkin baru menunaikan umrah setelah pensiun. Kalau ada umur panjang.

Pasar ‘’M’’ sepertinya menyambut buku itu dengan antusias. Belum juga selesai layout. Apalagi cetak. Tapi buku sudah mulai dipesan. Melalui akun Facebook saya: https://www.facebook.com/joko.intarto.9 saya informasikan pre order buku itu. Dalam dua jam, pemesanan mencapai 350 eksemplar!

Buku itu saya banderol Rp 50.000 per eksemplar. Untuk setiap eksemplar yang terjual, saya mendonasikan royalty penulis Rp 10.000. Resellermendapat keuntungan Rp 10.000. Bersih saya terima Rp 30.000 per eksemplar. Cukup untuk mengganti biaya cetak.

Hari ini, Senin (22/4), saya akan datang ke kantor pusat Lazismu. Di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah. Menandatangani piagam komitmen penyerahan donasi atas royalty buku ‘’Umrah Rasa F1’’. Senilai Rp 3.500.000. Hasil dari penjualan 350 buku pada masa pre-order selama 2 jam: Sabtu (21/4).

Saya juga akan mengunjungi kantor sebuah lembaga zakat di Rawamangun, Jakarta Timur. Menawarkan kerjasama penggalangan dana dari hasil royalty buku ‘’Umrah Rasa F1’’. Untuk mendukung program ‘’Umrah 100 Dai Pedalaman’’.

Kalau biaya paket umrah termurah saat ini berkisar Rp 20 juta, butuh dana Rp 2 miliar untuk memberangkatkan umrah 100 dai. Bisa diperoleh dari penjualan 200 ribu buku.

Mungkinkah royalty buku ‘’Umrah Rasa F1’’ bisa membiayai mereka? Entahlah. Saya serahkan kepada Allah saja. Sebab hanya Allah yang bisa membuka hati hambanya. (jto)

 

*Admin www.disway,

Penulis ‘’Umrah Rasa F1’’