eQuator – DPRD Provinsi Kalbar sedang mengodok Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Masyarakat Adat yang merupakan usulan atau inisiatif DPRD Kalbar untuk dijadikan sebagai Peraturan Daerah (Perda).
“Jadi peraturan daerah merupakan tanggapan DPRD terhadap aspirasi yang disampaikan masyarakat kepada DPRD, baik secara perorangan maupun secara kelompok-kelompok masyarakat sipil,” ujar anggota DPRD Provinsi Kalbar, Martinus Sudarno, di Gedung DPRD Provinsi Kalbar, Kamis (5/11).
Legislator PDI Perjuangan itu menjelaskan, Raperda ini sudah 3 tahun disampaikan kepada DPRD, tetapi naskah akdemik dan rancangan Raperdanya baru jadi tahun lalu. Oleh karena itu maka untuk menjawab apa yang menjadi usulan masyarakat itu, sebanyak 25 orang dari lima fraksi di DPRD berinsitif untuk melanjutkan Raperda tentang masyarakat adat di Kalbar.
Menurutnya, ada beberapa yang menjadi dasar Raperda ini diusulkan, diantaranya dasarnya mengacu dari Undang-Undang Dasar 1945, pasal 18 B, ayat 2 yaitu negara menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan RI yang diatur dalam Undang-undang.
“Kemudian pasal lain mengatakan identitas budaya dihormati selaras perkembangan zaman dan peradaban,” ujarnya.
Selain itu menjadi dasar hukum adanya keputusan MK Nomor 35 Tahun 2012 menyatakan bahwa hutan adat bukan lagi bagian hutan negara yang berada di bawah kendali kementerian kehutanan. Hutan adat yang berada di dalam wilayah masyarakat hukum adat sehingga masyarakat adat memiliki kedudukan subjek pemangku hak.
“Berdasarkan dua hal tersebut, amanah undang-undang dan MK adanya surat edaran Menhut ditujukan kepada daerah dan kepala dinas untuk segera membuat peraturan daerah,” ulasnya.
Terkait hal tersebut, tiga landasan hukum para pengusul di DPRD Provinsi Kalbar menilai bahwa Raperda melihat kebutuhan masyarakat Kalbar.
“Selama ini sering terjadi konfik kepentingan antara suatu sisi. Kita menghendaki adanya investasi masuk di Kalbar berupa bidang perkebunan, di sisi lain masyarakat lokal sering kali diabaikan hak-haknya,” tegasnya.
Oleh karena itu, sehingga perlu adanya peraturan-peraturan, salah satunya adalah Perda masyarakat adat. Menurutnya, proses ini masih lama dan baru tahapan pengajuan pengusul di DPRD Provinsi Kalbar. Serta akan ada beberapa tahap termasuk pembahasan bersama pemerintah daerah sehingga pihaknya akan terus mengawal proses tersebut. “Kami sebagai inisitor meminta masukan dari masyarakat sampai saat Raperda ini sesuai dengan keinginan masyarakat,” ucap Martinus Sudarno.
Reporter: Isfiansyah
Redaktur: Andry Soe