eQuator.co.id – JAKARTA-RK. Pertemuan antara Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan (Zulhas) dan Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, Rabu lalu (24/4) menggegerkan berbagai pihak. Ada yang berasumsi bahwa pertemuan itu merupakan sinyal yang diberikan oleh Zulhas untuk keluar dari Koalisi Adil dan Makmur Prabowo-Sandi.
Namun, pihak PAN belum mengeluarkan keputusan politik resmi terkait dengan hal tersebut. ”Tidak perlu ditafsirkan ke sana kemari. Belum ada keputusan politik apa pun yang sudah diambil PAN,” tegas Wasekjen DPP PAN Saleh Partaonan Daulay, Jumat (26/4).
Zulhas saat itu datang ke istana untuk memenuhi undangan pelantikan gubernur Maluku. Selain menjadi ketua umum PAN, Zulhas menjabat ketua MPR. Bukan suatu hal yang janggal ketika ketua MPR hadir di pelantikan gubernur.
Saleh menjelaskan, itu merupakan pertemuan biasa. Selain memiliki kapasitas sebagai ketua MPR, Zulhas saat itu hanya ingin mempererat silaturahmi antara dirinya dan Jokowi dengan memenuhi undangan tersebut. Meski memang tidak bisa dielakkan bahwa keduanya terlibat percakapan yang cukup lama ketika bertemu di Istana Negara itu. ”Saya sendiri ditelepon langsung oleh Pak Zul agar tetap di daerah, menjaga suara PAN. Makanya, sekarang saya ada di Sumatera Utara,” jelas dia melalui sambungan telepon.
Saleh diminta untuk tidak terlalu ambil pusing terhadap opini yang berkembang. Sebab, PAN belum memberikan keputusan politik yang pasti. Karena itu, Saleh diminta untuk lebih berfokus mengawal penghitungan suara di wilayah yang menjadi dapilnya. Yakni, kawasan Sumatera Utara. ”Apa yang menarik dari pertemuan itu selain memperkuat silaturahmi antara kedua belah pihak?” tutur pria kelahiran Sibuhuan, Padang Lawas, Sumatera Utara, tersebut.
Dosen ilmu politik Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam punya pandangan lain. Dia menyebut pertemuan itu sebagai tantangan yang dilakukan oleh Zulhas terhadap kuatnya kepemimpinan informal Amien Rais di PAN. Selama Pemilu 2019, Amien memang menjadi orang pertama yang membenci kubu Jokowi-Ma’ruf. Itu digambarkan dengan dukungan partainya yang selalu getol ke kubu Prabowo-Sandi. ”Keputusan PAN mendukung Prabowo-Sandi itu kan tak terlepas dari kendali Amien Rais juga,” ucap Umam.
Jadi, manuver Zulhas saat ini dianggap sangat bertentangan dengan Amien. Itu sekaligus membuktikan kecenderungan arah koalisi politik keduanya yang sangat berbeda. Namun, hal tersebut tidak pernah bisa diekspresikan oleh Zulhas. Sebab, karir politik semua orang yang bertentangan dengan Amien di PAN sudah bisa dipastikan akan tumbang. Contohnya Soetrisno Bachir dan Hatta Rajasa. ”Tapi, kali ini Zulhas adalah besan Amien Rais. Ada political and psychological barrier di sana,” lanjut Umam.
Gerakan itu memang sengaja dilakukan lebih awal. Bahkan sebelum KPU menetapkan siapa yang memimpin di hari pemungutan suara 17 April lalu. Padahal, Umam menambahkan, menurut tradisi selama ini, pindah haluan politik akan dilakukan setelah menunggu penetapan hasil pemilu oleh KPU atau setidaknya sekitar enam bulan hingga setahun pascamunas atau muktamar tiap-tiap parpol. ”Mungkin PAN merasa tidak secure, ya,” celetuk pria yang juga peneliti di Indikator Politik Indonesia tersebut.
Sebab, saat ini pihak petahana mengusung 60 persen pendukung di parlemen. Bisa dipastikan, jika tidak segera bermanuver, PAN akan benar-benar tertinggal. Terlebih, jika melihat hasil quick count saat ini, lebih banyak yang memenangkan kubu 01 ketimbang 02. Dengan begitu, bisa dibilang, ada atau tidaknya PAN tidak akan berpengaruh ke dinamika relasi eksekutif-legislatif di tingkat parlemen. ”Menelisik catatan panjang pragmatisme PAN, hal itu sudah tidak mengagetkan. Itu merupakan kode PAN untuk berbalik arah,” ucap Umam.
Akan lebih mengagetkan lagi, jika ternyata manuver Zulhas sepengetahuan Amien. Hal tersebut akan lebih menebalkan stereotipe oportunisme PAN. Khususnya setelah serangkaian serangan vulgar yang mereka tujukan ke kubu 01. Mulai serangan di reuni 212 hingga ancaman untuk people power. ”PAN memang dikenal sebagai partai papan tengah yang tidak punya sejarah kuat berpuasa dari kekuasaan. Mereka memiliki catatan panjang oportunisme,” terang Umam.
Sementara itu, Zulkifli Hasan yang juga Ketua MPR itu menepis semua spekulasi tersebut. Lewat akun Twitter-nya, @ZUL_Hasan, Jumat (26/4), politikus asal Lampung itu menjawab semua spekulasi tersebut. Ada empat cuitan yang ditulis mantan menteri kehutanan tersebut. ”Kehadiran yang sebenarnya sebetulnya itu rutin saja dalam tugas sebagai Ketua MPR,” tulis Zulhas, Jumat (26/4).
Zulhas menegaskan, dirinya yang hadir di istana sebagai ketua MPR memenuhi undangan pelantikan Gubernur Maluku Murad Ismail dan Wagub Maluku Barnabas Orno. Terlebih, kata Zulhas, PAN adalah salah satu pengusung Murad. ”Saya hadir di Istana sebagai Ketua MPR dalam Pelantikan Gubernur Maluku. Sama seperti pelantikan gubernur-gubernur lainnya. Apalagi, Murad Ismail adalah sahabat dan PAN adalah parpol pengusungnya di Pilkada Maluku lalu,” ucapnya.
Lebih lanjut, Zulhas menambahkan, saat ini kader partainya tengah mengawal penghitungan suara, baik itu suara pileg maupun pilpres. ”Kader PAN di seluruh Indonesia mulai dari provinsi, kabupaten, kecamatan sampai ranting saat ini masih fokus mengawal perolehan suara Partai dan Pilpres. PAN juga terus memberikan masukan untuk perbaikan kinerja KPU,” jelasnya.
Pada poin terakhir, Zulkifli juga mengajak semua masyarakat Indonesia untuk menjaga persaudaraan meski beda pilihan pada pemilu lalu. ”Saudaraku dan sahabat semua, di masa-masa krusial penghitungan suara ini, mari tetap jaga dan rekatkan persaudaraan kita sesama anak bangsa. Pilihan boleh beda, Merah Putih kita tetap sama,” katanya. (Jawapos/JPG)