eQuator.co.id – Bukan hatinya yang terbelah dua: tapi wilayah negaranya. Yang seperti itu banyak. Di negara kaya tidak masalah. Misalnya Amerika Serikat. Untuk ke wilayahnya yang di Alaska harus melewati Kanada.
Di Pakistan masalahnya sangat besar. Dulu. Untuk ke Pakistan Timur harus menyeberangi India. Padahal sejak perceraiannya dulu India-Pakistan selalu bermusuhan. Setidaknya di bawah selimut. Akhirnya Pakistan Timur tidak terurus. Minta merdeka. Jadilah Bangladesh.
Masih ada dua negara yang seperti itu. Timor Leste punya distrik Oecusse. Yang ibukotanya Pante Makassar. Yang untuk ke sana harus melewati propinsi Nusa Tenggara Timur.
Di Croasia sama: untuk ke satu daerahnya harus melewati Bosnia Herzegovina. Atau harus menyeberang selat Mali Ston. Yang membuat Croasia mendapat gelar negara oyster.
Timor Leste belum punya rencana besar untuk mengatasi Oecusse. Tapi Croasia sudah lega. Kini Croasia sedang membangun jembatan melintasi laut. Panjangnya 2,5 km. Tidak seberapa untuk zaman modern ini. Sudah terlalu banyak jembatan yang lebih panjang dari itu. Pun yang sampai lebih dari 30 km. Bahkan jembatan yang baru diresmikan ini panjangnya 50 km: dari Hongkong ke Macau dan Zuhai.
Yang masalah adalah: siapa yang membangun jembatan di Croasia itu.
Jawabnya pun Anda sudah bisa menduga: Tiongkok!
Apanya yang salah?
Tidak ada.
Tapi Croasia itu di Eropa. Anggota Uni Eropa.
Proyek ini dinilai tonggak mulai takluknya Eropa pada Tiongkok. Setidaknya inilah awal penaklukan itu. Kaki Tiongkok sudah mendapatkan pijakan pertamanya. Kokoh pula.
Sebenarnya sudah sejak 12 tahun lalu jembatan ini direncanakan. Tapi dananya tidak cukup tersedia. Pun ada krisis keuangan dunia. Di tahun 2008 itu. Ditambah protes dari Bosnia.
Kalau jembatan itu dibangun Bosnia khawatir terganggu. Terutama lalu-lintas ke pelabuhannya.
Croasia-Bosnia memang bisa saling kunci. Satu-satunya jalan menuju pelabuhan Bosnia harus lewat perairan Croasia. Yakni laut yang memisahkan daratan Croasia dengan wilayahnya yang di seberang laut.
Tapi Croasia juga terkunci oleh Bosnia. Untuk ke daratannya di seberang laut itu harus melewati daratan Bosnia.
Tapi keduanya pilih damai. Jembatan diijinkan dibangun. Asal tingginya 50 meter dari permukaan air laut. Untuk kebebasan lalu-lintas kapal.
Tinggal soal dana.
Uni Eropa bersedia menyediakan sebagian besar dana itu. Syaratnya: spesifikasi jembatan harus memenuhi standar Eropa. Tendernya pun harus benar-benar terbuka: tender internasional. Tidak boleh tender-tendaran. Apalagi ada sogokan untuk pejabat di negara pemilik proyek: Croasia.
Jerman, Perancis, Austria, Turki dan Belanda ikut tender. Demikian juga Italia. Tetangga terdekat Croasia.
Demikian juga akhirnya: Tiongkok.
Pemenangnya: yang terakhir itu. Dengan tawaran 205 juta Euro. Selisih sekitar 60 juta Euro. Atau sekitar Rp 1 triliun lebih murah.
Hebohnya buka main. Bagaimana Tiongkok bisa menawar begitu murah.
Proyek Tiongkok sebenarnya bisa murah. Asal tendernya benar-benar tidak diatur. Tidak ada dana yang mengalir di balik tender itu.
Jembatan Croasia buka saja pijakan pertama bagi Tiongkok di Eropa. Tapi juga promosi bahwa Tiongkok akan mampu membangun jembatan dengan standar Eropa.
Kini jembatan itu sedang dikerjakan. Dimulai Oktober lalu. Akan selesai tahun 2022.
Penggemar oyster bisa segera mencoba jembatan ini. Tidak ada masakan oyster lebih enak dari Croasia.
Memang di sekitar bawah jembatan itulah pusat pengembangan oyster dunia. Sejak zaman kuno dulu. Pun sebelum kekaisaran Roma.
Penggemar oyster sudah bisa merencanakan tur ke Croasia. Tahun 2023 nanti.
Saya usul: kalau ke sana baiknya di bulan Maret. Seperti sekarang ini. Minggu ini. Pas di sana panen raya oyster. Bisa melahapnya di Mali Ston. Sambil memandang jembatan baru.
Oyster ala Croasia dengan jembatan ala… haiyya.. ala mana ya? (dahlan iskan)