eQuator.co.id – Jakarta-RK. Tokoh nasional asal Kalbar, Oesman Sapta Odang, merupakan Ketua Umum DPP Partai Hanura yang sah. Dengan tegas, pria yang karib disapa OSO itu membantah adanya dualisme kepemimpinan di partainya tersebut.
“Belum dualisme, masih satulisme,” tegas OSO, di Komplek Parlemen Indonesia, Jakarta, Selasa (16/1), seperti dilansir Rakyat Merdeka Online (RMOL).
Ketua DPD RI ini memastikan akan memberhentikan kader-kader yang telah merusak marwah partai. “Kita pecat. Kalau orang sudah melakukan kerusakan partai dan merusak marwah partai, masa’ harus dipertahankan lagi. Tidak usah sulit, sederhana saja, saya mundur atau mereka berhenti,” ujarnya.
Ia menyatakan telah menemui Wiranto. OSO juga menegaskan siap mengembalikan jabatan yang diembannya kepada Wiranto, bila ketua dewan pembinanya itu menginginkannya. Hanya saja, OSO meminta jangan ada keributan seperti sekarang ini.
“Boleh saja, enggak usah ribut-ribut. Kalau Pak Wiranto mau jadi ketum kembali, saya kasih,” ucapnya.
Tokh, lanjut dia, jabatan ketum yang kini dia emban merupakan permintaan Wiranto. “Dahulu dia kasih saya, minta tolong untuk jadi ketua. Sekarang kalau mau minta lagi, saya kasih. Mudah-mudahan kalau diambil nanti, dia (Wiranto) jadi presiden atau jadi wapres,” ujar OSO.
Saat disinggung tentang wacana Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) yang akan digelar kubu Sekretaris Jenderal DPP Hanura, Syarufudin Sudding, OSO menjawab itu tidak akan terjadi.
“Mana ada ceritanya itu, Munaslub harus seizin saya sebagai ketum,” tukasnya yang telah bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Senin (15/1) malam di Jakarta. OSO sendiri telah mengangkat sekretaris jenderal (Sekjen) Partai Hanura yang baru, Harry Latung Siregar.
Sebelumnya, Sarifuddin Sudding yang kala itu masih menjabat Sekjen, bersama pendukungnya mengajukan mosi tidak percaya atas kepemimpinan OSO, lantaran dinilai banyak melakukan pelanggaran. Mereka juga menunjuk Marsekal Madya TNI (Purn) Daryatmo sebagai pelaksana tugas ketua umum. Namun, semua tudingan Sudding telah dibantah OSO (lihat grafis).
MUNASLUB
ATAU BUBAR
Di sisi lain, kemarin, 15 pimpinan DPD Partai Hanura dari sejumlah provinsi memang mendesak diadakannya Munaslub. Tujuannya, mencari ketua umum baru. Para pimpinan DPD mendesak agar munaslub bisa digelar pekan ini juga supaya mereka memiliki waktu tambahan untuk menghadapi tahun politik yang ketat.
Sikap itu disampaikan 15 DPD di kantor DPP Partai Hanura di Bambu Apus, Jakarta, kemarin (16/1). Juru Bicara DPD Partai Hanura Marlis menegaskan, bahwa 27 DPD telah menyatakan mosi tidak percaya kepada OSO. Mereka juga mendukung pemecatan OSO.
“Saat ini memang baru 15 DPD yang hadir. Sisanya masih dalam perjalanan,’’ kata Marlis.
Ketua DPD Partai Hanura Sumatera Barat itu menyatakan, jawaban penyelesaian atas situasi internal Hanura saat ini adalah munaslub. Sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai, munaslub bisa digelar berdasar usul minimal 2/3 dari total jumlah DPD.
“Jumlah 2/3 itu adalah 23 DPD, kami (27 DPD, Red) sudah memenuhi syarat,” kata Marlis.
Ia menyatakan, para perwakilan DPD kemarin pagi sudah bertemu dengan Ketua Dewan Pembina Partai Hanura Wiranto. Dalam pertemuan itu, DPD menyampaikan kondisi selama kepemimpinan OSO dan meminta jalan keluar atas situasi tersebut.
“Pak Wiranto juga tidak habis pikir dengan situasi ini dan meminta agar diselesaikan sesuai AD/ART,’’ katanya.
Marlis menambahkan, ada perbedaan tajam dari kepemimpinan Partai Hanura era Wiranto dengan OSO. Pada era Wiranto, Hanura bisa lepas landas, terbang tenang, dan mendarat di dua kontestasi pemilu dengan selamat.
’’Namun, saat pilotnya Pak OSO, kami dibawa sampai muntah. Karena pesawat ini (Hanura, Red) milik kami, kami minta ganti pilotnya. Kami minta dalam satu–dua hari ini digelar munaslub, atau kami yang membubarkan diri,’’ tegas Marlis.
Menurut Marlis, selama kepemimpinan OSO, ada sejumlah pelanggaran AD/ART. Pelanggaran paling mencolok adalah saat digelar rakernas di Bali. Saat itu OSO meminta agar mandat pengangkatan DPC tingkat kabupaten/kota diserahkan kepada dirinya selaku ketua umum.
“Itu pelanggaran AD/ART. Pengangkatan DPC adalah kewenangan DPD,’’ kata Marlis.
Hal lain yang dilanggar OSO, lanjut dia, adalah pakta integritas. Sebelum menjabat Ketum (ketua umum), OSO di hadapan Wiranto dan Ketua Dewan Penasihat, Subagyo H.S., menandatangani pakta integritas yang berisi sejumlah janji. Antara lain, menjaga soliditas serta meningkatkan elektabilitas partai. Dua janji tersebut, disebut Marlis, hingga saat ini gagal dilaksanakan. (RMOL/JPNN/JPG)