eQuator.co.id – JAKARTA-RK. Nama Oesman Sapta Odang (OSO) dipastikan tidak ada dalam daftar peserta pemilu calon anggota DPD 2019. Sebab, hingga tadi malam (22/1) dia tidak bersedia memenuhi persyaratan meninggalkan jabatan di partai politik.
Meski ada perintah dari PTUN dan Bawaslu untuk memasukkan ketua umum Partai Hanura itu dalam DCT senator, KPU tetap menolak. Tadi malam merupakan batas akhir OSO menyerahkan bukti pengunduran dirinya dari kepengurusan Partai Hanura. Bukti tersebut merupakan syarat yang ditetapkan Mahkamah Konstitusi (MK) agar dia bisa melanjutkan pencalonannya. Hampir seluruh calon senator lain yang berlatar belakang pengurus parpol sudah mundur dari jabatannya dan melanjutkan pencalonan.
KPU dan OSO sama-sama bertahan dengan sikap masing-masing. KPU berpegang pada putusan MK yang melarang calon anggota DPD merangkap jabatan sebagai pengurus parpol. Sementara itu, OSO berpegang pada putusan sengketa di PTUN. Putusan tersebut membatalkan SK KPU Nomor 1130 yang tentang DCT Anggota DPD. Kemudian, memerintahkan KPU membuat SK baru dengan memasukkan nama OSO.
Bagi KPU, memasukkan nama OSO ke DCT hanya bisa dilakukan bila syarat yang disebut dalam pertimbangan putusan MK dipenuhi. Yakni, mundur dari kepengurusan parpol. Di sisi lain, OSO merasa tidak perlu mengundurkan diri karena putusan PTUN mewajibkan KPU memasukkan namanya tanpa syarat tambahan.
Komisioner KPU Wahyu Setiawan menuturkan, deadline tersebut merupakan keputusan yang diambil dalam rapat pleno KPU. Dasarnya semata-mata kepatutan untuk sekali lagi memberi OSO kesempatan mundur dari jabatan di partainya. ”Kalau kemudian kami hanya memberi waktu satu dua hari, kan tidak patut,’’ terangnya di KPU kemarin. Karena itu, pihaknya memberi waktu sepekan yang berakhir kemarin.
Wahyu mengaku sudah mengetahui bahwa PTUN Jakarta mengeluarkan surat perintah eksekusi terhadap putusan tersebut. Dia memastikan surat perintah eksekusi itu sudah sampai ke KPU. ’’Tapi, mungkin masih di staf TU (tata usaha) sehingga belum kami baca,’’ lanjut mantan komisioner KPU Jawa Tengah itu.
Hingga tadi malam, tidak ada surat pengunduran diri dari kepengurusan Partai Hanura yang disampaikan OSO ke KPU. Dengan demikian, hilanglah kesempatan OSO untuk melanjutkan pencalonan sebagai anggota DPD periode 2019–2024. KPU tidak akan mencantumkan namanya dalam DCT, apalagi dalam surat suara. ’’Surat KPU sudah jelas seperti itu,’’ ucapnya.
Wahyu menegaskan, KPU siap menanggung risiko atas keputusan tersebut. Semua komisioner KPU akan mempertanggungjawabkan keputusan itu bersama-sama. Sebab, keputusan tersebut juga diambil lewat forum rapat pleno. Langkah hukum apa pun terkait keputusan itu akan dihadapi KPU.
Dari parlemen, polemik terkait posisi pencalonan OSO dinilai dewan harus segera disudahi. Wakil Ketua Komisi II DPR Mardani Ali Sera menilai KPU sudah mengambil langkah tepat dalam menyikapi pencalonan OSO. Dalam hal ini, putusan MK bahwa pengurus parpol tidak boleh merangkap sebagai calon anggota DPD harus dihormati. ”Saya mendukung KPU untuk menegakkan aturan,” kata Mardani.
Menurut Mardani, putusan MK selama ini menjadi rujukan pembuat UU dalam melakukan revisi. Jelas dalam putusan MK terdapat larangan tersebut. Karena itu, Mardani mengapresiasi sikap KPU yang tetap bersikukuh pada putusan MK. ”Karena MK sudah tegas (mengambil keputusan, Red),” ujarnya.
Terkait munculnya putusan PTUN yang berbeda dengan putusan MK, Mardani menilai KPU sudah memberi OSO kesempatan untuk masuk dalam DCT, asal tetap mundur sebagai pengurus parpol. Mardani meyakini KPU telah memiliki pertimbangan matang dalam mengambil keputusan. ”Saya yakin KPU dengan biro hukumnya, dengan kapasitas komisionernya dan institusinya. Saya mendukung KPU,” kata ketua DPP PKS itu. (Jawa Pos/JPG)