eQuator.co.id – JAKARTA-RK. KPU belum menindaklanjuti putusan PTUN yang mengabulkan gugatan Oesman Sapta Odang (OSO). Hingga kemarin, nama ketua umum Partai Hanura itu belum dimasukkan ke daftar calon tetap (DCT) anggota DPD. Perseteruan kedua pihak pun semakin panas.
Kemarin (7/12) Gugum Ridho Putra, pengacara OSO, mendatangi Bawaslu. Dia menyampaikan permohonan agar lembaga pengawas pemilu itu memerintah KPU untuk segera melaksanakan putusan PTUN. ”Sebagai penyelenggara pemilu, Bawaslu wajib mengawasi pelaksanaan putusan pengadilan oleh KPU. Maka, Bawaslu wajib memerintahkan KPU untuk segera melaksanakan putusan tersebut,” katanya.
Disinggung mengenai kemungkinan KPU melaksanakan putusan dengan cara yang berbeda, Gugum menyatakan bakal melihat terlebih dahulu apa keputusan KPU. ’’Apakah sesuai atau tidak dengan kepentingan hukum dari Pak OSO,’’ lanjutnya.
Dia mengingatkan, putusan PTUN bersifat final dan mengikat. Putusan tersebut tidak lagi menjadi perdebatan. ’’Dia (OSO) memang harus dimasukkan DCT dan nggak ada kewajiban untuk mengundurkan diri (dari Partai Hanura, Red),” ucap Gugum.
Untuk saat ini, yang dipersoalkan pihak OSO adalah sikap KPU yang mengulur-ulur waktu pelaksanaan putusan PTUN. KPU terkesan membuat putusan itu mengambang sampai tiba waktunya memproduksi surat suara.
Bila ternyata Bawaslu menolak permohonan OSO, pihaknya akan menempuh upaya hukum lain. ”Mengenai upaya selanjutnya ini, kami masih pertimbangkan apa yang bisa,’’ tambahnya.
Sementara itu, KPU telah mengambil jalan tengah untuk melaksanakan putusan tiga pengadilan terkait pencalonan anggota DPD. Khususnya, pencalonan OSO. KPU akan melaksanakan putusan PTUN bila OSO sudah memenuhi kewajiban mengundurkan diri dari jabatan Ketum Hanura.
Hal itu disampaikan Ketua KPU Arief Budiman saat ditemui di KPU kemarin. Dia menjelaskan, surat untuk OSO sudah selesai, tapi masih perlu koreksi lagi dalam beberapa hal. Yang jelas, poin utamanya adalah tetap melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi. Dalam putusan itu, MK menyatakan bahwa pengurus parpol dilarang mencalonkan diri sebagai anggota DPD.
’’Saya pikir di putusan MA dan TUN itu juga menyatakan hal yang sama, bahwa pengurus partai dilarang (menjadi calon senator),’’ terangnya. Perdebatannya hanya pada waktu pelaksanaan putusan tersebut. Selebihnya, semua pengadilan sepakat dengan MK.
Arief memastikan putusan PTUN tetap akan dilaksanakan KPU. ’’Tapi, syarat utamanya sebagai perintah konstitusi tetap dilaksanakan,’’ lanjut mantan komisioner KPU Jatim itu. Pihaknya juga sedang mengecek jadwal validasi dan produksi surat suara karena KPU harus menyesuaikan. Bila tidak, semuanya bisa terlambat. Pihaknya tidak mungkin mengubah komposisi ketika pencetakan surat suara telah dimulai.
Apakah itu berarti peluang mencabut dan memperbarui DCT anggota DPD Kalbar masih dimungkinkan? Arief mengiyakan. Sebab, itu merupakan putusan PTUN. ’’Kalau terpenuhi syaratnya, nanti kami ubah DCT-nya (dengan memasukkan OSO),’’ jelas alumnus SMAN 9 Surabaya tersebut.
Syaratnya tentu saja mematuhi putusan MK, yakni mengundurkan diri dari kepengurusan parpol. Meski enggan menguraikan spesifik, Arief mengisyaratkan bahwa mundurnya OSO harus dilakukan sebelum validasi surat suara dilakukan. ’’Masih saya sesuaikan dengan jadwal proses validasi (surat suara) kami,’’ tambahnya. (Jawa Pos/JPG)