eQuator.co.id – Ada orang tipe Blockbuster. Ada orang tipe Managing for Margins. Anda tipe yang mana? Baik yang mana?
Belajar lagi, sekolah atau pelatihan atau seminar, kadang bukan ilmu baru yang didapat. Bagi yang sudah berkecimpung di dunia nyata (sekolah urut dari SD sampai universitas tidak termasuk), kadang yang didapat adalah konfirmasi.
Maksudnya, konfirmasi bahwa apa yang kita lakukan itu ternyata ada teorinya. Setelah itu, kita juga mendapatkan nama atau judul. Maksudnya, ternyata apa yang sudah kita kerjakan itu ada nama dan judulnya. Bukan sekadar asal kerja mengikuti insting.
Ironisnya, kadang yang menciptakan teori, lalu memberi nama dan judul atas teori tersebut, mungkin justru tidak pernah mengerjakannya sendiri. Dia mendapatkannya dari mengamati orang yang benar-benar mengerjakan.
Hebat mana? Yang mengerjakan atau membuat teori? Entahlah. Silakan menginterpretasikan dan menilai sendiri. Kayaknya sih saling komplementer.
Baru-baru ini, saya dapat dua istilah/judul/nama baru dari pola pikir/kerja orang. Awalnya dari kelas yang saya ikuti saat di Harvard Juni lalu. Kemudian dipertajam dari buku Blockbusters karya Anita Elberse, profesor yang mendampingi saya saat sekolah itu.
Dua tipe orang itu bisa dibilang bertolak belakang. Yang satu tipe Blockbuster. Yang satu tipe Managing for Margins. Saya suka sekali perbandingan antara keduanya.
Yang jadi contoh pertama adalah tipe Managing for Margins. Nama orangnya adalah Jeff Zucker. Pada 2007, dia diangkat sebagai pimpinan NBC, network televisi yang sebelum itu paling dominan di Amerika.
Hampir semua acara serial terbaik berasal dari NBC. Serial Friends, Seinfeld, Saturday Night Life, dan The Tonight Show yang membuat kondang Jay Leno, semua muncul dari saluran itu. Saking hebatnya, NBC itu nomor satu jauh di atas nomor dua dan selanjutnya. Slogannya pun keren dan sesuai: Must See TV (wajib tonton).
Tentu saja, semua kehebatan itu menuntut biaya tinggi. Friends misalnya, saking mahalnya, setiap bintangnya dibayar USD 1 juta per episode. Itu sampai akhir show tersebut pada 2004. Sekarang, lebih dari sepuluh tahun kemudian, sangat jarang ada show yang biayanya segila itu.
Apa yang dilakukan Zucker, yang berkarir panjang di NBC, begitu menjadi pimpinan? Dia langsung mengevaluasi semua aspek dan memangkas ongkos-ongkos yang dianggap berlebihan.
Tidak ada lagi show gila-gilaan. Hati-hati dalam merancang show baru. Semua yang dibuat harus jelas hitungannya, harus jelas untung alias margin-nya. Tingkatkan profit, kurangi risiko. “We are managing for margins instead of ratings”. Begitu kira-kira ucapan tim manajemen NBC di bawah Zucker.
Di sisi yang lain, ada sosok bernama Alan Horn. Pada 1999, dia menjadi pimpinan Warner Bros. Pada 2012, dia dicomot menjadi bos penentu semua film di Disney.
Apa yang dilakukan Horn sangat bertolak belakang dengan Zucker. Dia langsung menerapkan apa yang disebut ’’Blockbuster Strategy’’.
Sebelum Horn, studio-studio film pada dasarnya bikin banyak film, lalu berharap ada satu atau dua yang jadi ’’blockbuster’’ alias sukses besar. Di tangan Horn, film ’’blockbuster’’ Warner Bros. (dan sekarang Disney) sudah ditetapkan sejak awal. Misalnya, ada 25 film yang rencananya dibuat.
Horn lantas memilih empat atau lima sebagai andalan sejak awal. Mayoritas anggaran lantas difokuskan ke segelintir film unggulan itu. Sisanya dibagi rata ke puluhan yang lain.
Dengan memfokuskan diri pada film-film unggulan, Horn mengambil risiko besar. Kalau dua atau tiga saja film itu benar-benar ’’meledak’’, maka seluruh pemasukan dan keuntungan yang ditarget sudah tertutupi. Peduli setan dengan puluhan film ’’kecil’’ lain.
Bagi dia, ini lebih baik daripada capek memikirkan puluhan film lalu berharap ada yang meledak. “Di industri ini, harga (tiket bioskop) yang dibayar konsumen pada dasarnya sama, berapa pun ongkos produksinya. Baik untuk film yang dibuat seharga USD 15 juta atau USD 150 juta. Jadi, untuk mengambil keputusan seperti ini, untuk mengeluarkan uang lebih banyak, bisa dibilang counterintuitive,” paparnya.
Apa hasilnya? Horn mungkin adalah orang terpenting di dunia film dunia. Di bawahnya, Warner Bros. menjadi studio pertama dengan pemasukan lebih dari USD 1 miliar per tahun, selama 11 tahun berturut-turut. Berkat persetujuan dia, kita semua telah menonton film-film Harry Potter, Batman (The Dark Knight), The Hangover, Ocean Eleven, dan lain sebagainya.
Tren yang sama berlanjut di Disney. Tahun ini, sampai hari ini, empat di antara lima film paling laris adalah hasil acc dari Horn. Finding Dory, Captain America: The Civil War, Zootopia, dan The Jungle Book dibuat berdasar persetujuan Alan Horn.
Apakah ada film yang gagal? Tentu ada. Misalnya, John Carter of Mars beberapa tahun lalu serta Alice Through The Looking Glass tahun ini. Tapi, film-film yang sukses sudah lebih dari cukup untuk mengangkat pendapatan (dan keuntungan) studio yang dia pimpin.
Horn adalah bukti bahwa Blockbuster Strategy bisa diterapkan, asal berani mengambil risiko dan jitu dalam mengambil keputusan. Dialah inspirasi studio-studio serta eksekutif-eksekutif lain di industri entertainment Amerika saat ini.
Bagaimana dengan Zucker? Yang terjadi juga sebaliknya.
Pada 2010, hanya sekitar empat tahun setelah memegang pucuk pimpinan NBC, Zucker didepak ke luar. Jangankan meraih hasil lebih besar, NBC justru melorot abis-abisan. Dari jauh di atas, melorot ke urutan keempat di belakang ABC, CBS, dan Fox.
Parahnya, juga buruk dalam hal margin, sesuatu yang paling diperjuangkan tim Zucker. Lebih parah lagi, the damage has been done. Kerusakannya sudah terlalu parah. NBC sulit kembali ke atas, sampai hari ini, enam tahun setelah mendepak Zucker.
Ketika mendiskusikan Blockbuster vs Managing for Margins ini dengan teman-teman berbagai divisi di kantor, memang ada serunya. Tapi, harus sangat hati-hati dalam menginterpretasikannya.
Sebab, ini sama saja dengan duel abadi gas versus rem. Tipe ngegas terus bisa blong dan tabrakan. Tipe rem terus bisa menghambat kemajuan. Kalau di perusahaan, ini perang abadi Marketing vs Finance.
Membaca ini, yang tipe Blockbuster (atau kasarnya Gas) bisa senang bukan kepalang. Karena merasa mereka yang benar. Sedangkan yang tipe Managing for Margins (suka ngirit) bisa tersinggung, karena hasilnya kok digambarkan buruk.
Nah, sekarang silakan memikirkan diri sendiri dan becermin. Anda tipe apa? Saya sih kayaknya agak Blockbuster, seperti ayah saya dulu (beliau sangat Blockbuster).
Tapi, ayah maupun saya tetap butuh pedal rem (khususnya saya). Jadi, seperti banyak hal di dunia ini, semuanya harus ada keseimbangannya. Ada filsafat Middle Way yang sangat saya suka (tapi ini satu tema sendiri untuk ditulis). Tapi, tengah-tengah betul kan tidak mungkin. Jadi, condong-condong dikit boleh lah, asal sadar sepenuhnya dan tidak dicondong-condongkan.
Tapi, saya boleh usul, agak Blockbuster-lah sedikit. Karena pemahaman ini memaksa kita untuk lebih berani mengambil risiko. Dan itu menuntut kita untuk bekerja lebih keras, demi mengamankan keputusan dan risiko yang kita ambil. Itu juga membuat kita lebih terbiasa membuat keputusan besar, melakukan hal besar, dan kemudian berani berbuat spektakuler.
Kalau terlalu hati-hati, terlalu menghitung, nantinya malah begini-begini saja… (*)