Optimalkan Transaksi Nontunai Perkuat Kesehatan Fiskal

Ilustrasi.NET

eQuator.co.id – JAKARTA-RK. Memperluas akses keuangan dan memperkuat kesehatan fiskal, pemerintah bakal menggalakkan elektronifikasi. Kebijakan tersebut dibahas dalam rapat koordinasi pemerintah, pemerintah daerah, dan Bank Indonesia (Rakorpusda) di gedung BI, kemarin.

 

Rapat itu dihadiri Menko PMK Puan Maharani, Mendagri Tjahjo Kumolo, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Menhub Budi Karya Sumadi, serta sejumlah kepala daerah.

 

Gubernur BI Perry Warjiyo menuturkan, dalam Rakorpusda tersebut diputuskan, pemerintah dan BI serta Otoritas Jasa Keuangan menyepakati 12 program sinergi untuk mendorong inovasi dan memperluas elektronifikasi.

 

’’Program-program tersebut difokuskan dalam tiga area, yakni bantuan sosial (bansos), transaksi pemerintah daerah, dan transportasi,” kata Perry.

 

Dia menjelaskan, elektronifikasi merupakan upaya untuk mengubah cara bertransaksi di masyarakat dari yang semula tunai menjadi nontunai.

 

Perry menguraikan, bansos difokuskan untuk mempercepat perluasan penyaluran bantuan nontunai. Berikutnya, implementasi biometrik sebagai alternatif sarana otentikasi yang diawali dengan pilot project, di antaranya melalui finger prints atau face recognition.

 

’’Karena mereka ini biasanya lupa PIN, padahal sudah ngantre panjang,” urainya.

 

Asisten Gubernur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Filianingsih Hendarta menambahkan, untuk transaksi pemerintah, akan dilaksanakan program penguatan landasan hukum.

 

’’Dan inovasi e-retribusi dengan menggunakan QR Indonesian Standard (QRIS) untuk optimalisasi PAD,” lanjut Filianingsih.

 

Elektronifikasi pembayaran di sektor transportasi akan dilakukan melalui program implementasi teknologi nirsentuh pembayaran jalan tol dengan penerapan multi-lane free flow (MLFF). Kebijakan itu didukung lembaga pengelola yang berperan sebagai toll service provider (TSP) atau electronic toll collection (ETC).

 

“Kemudian perluasan elektronifikasi, termasuk integrasi, moda transportasi darat, penyeberangan, dan laut,” imbuhnya.

 

Sementara itu, jumlah uang yang beredar di masyarakat melonjak menjelang Lebaran seiring dengan meningkatnya aktivitas transaksi perbankan di masyarakat. Dibandingkan dengan Ramadan 2018, peningkatan transaksi tahun ini bisa mencapai 70 persen atau sekitar Rp 60 triliun.

 

Direktur Utama PT Artajasa Pembayaran Elektronik (ATM Bersama) Bayu Hanantasena mengatakan, peningkatan transaksi transfer sampai minggu kedua Ramadan mencapai 49 persen dan akan terus bergerak naik. ’’Kami perkirakan minggu ini jadi puncak transaksi. Biasanya hari kerja terakhir sebelum libur mudik,’’ ungkap Bayu.

 

Sebelumnya sudah diprogram wajib bayar dengan uang elektronik atau cashlless untuk pembelian BBM di SPBU se-Pontianak belum sepenuhnya berhasil. Pembayaran via uang tunai saat ini kembali mendominasi transaksi di SPBU.

 

Di Kota Pontianak, Wali Kota Edi Rusdi Kamtono mengatakan terdapat berbagai kendala untuk pelaksanaan program ini. Selain kebiasaan warga, sarana dan prasarana uang elektronik juga masih belum sempurna. Sehingga program pembayaran nontunai ini terhambat.

 

“Contohnya mengenai soal mesin EDC yang belum terintegrasi untuk semua bank. Selain itu dari pihak pemilik SPBU juga merasa pada sistem arus transaksi belum memuaskan. Misalnya pembayaran uang eletronik itu tidak langsung ke rekening pemilik, tetapi mengendap dulu di rekening bank pemilik EDC. Proses transfer uang dari bank ke rekening pemilik SPBU itu yang dirasakan masih memakan waktu,” jelasnya.

 

Kendati demikian, program ini tidak akan berhenti sampai di sini. Pihaknya akan terus berkoordinasi dengan Bank Indonesia, Pertamina, pemilik SPBU dan bank-bank vendor untuk terus memperbaiki sistem. Sosialisasi juga akan dijalankan.

 

“Kami berkoordinasi dengan Bank Indonesia untuk mencari solusi masalah ini. Semoga sistem ke depan semakin baik,” ucapnya. (*/ova)