“Kalau kita menuntut lembaga lain terbuka, pihak kepolisian juga lembaga negara yang wajib terbuka, apapun yang terjadi pada lembaganya” – Komisioner KI Kalbar, Rospita Vici Paulyn
eQuator.co.id – Pontianak-RK. Seorang polisi wanita (Polwan) yang bertugas di Polda Kalbar diduga terlibat kasus penggelapan mobil. Jumlahnya, konon, mencapai belasan unit.
Informasi yang dihimpun, Polwan tersebut berinisal E dan berpangkat Bripda. Kabarnya, kasus itu ditangani Polsek Pontianak Selatan. Karena korban membuat laporan di sana.
Dari penelusuran Rakyat Kalbar, diperoleh informasi bahwa perkara Polwan tersebut sudah dibawa ke Polda Kalbar. Dikonfirmasi, Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Kalbar, Kombes Pol Veris Septiansyah, tak menampik hal tersebut. Ia membenarkan, perkara itu sudah ditangani.
“Proses masih di Polsek Pontianak Selatan. Penahanan dititipkan di Polda Kalbar,” ujarnya singkat ketika dihubungi melalui pesan WhatsApp, pada Rabu (31/7) sekitar pukul 14.01 Wib.
Setelah itu, Dirreskrimum tak dapat memberikan penjelasan secara detil terkait perkara tersebut. Sesuai arahan Veris, awak Rakyat Kalbar kemudian melakukan konfirmasi langsung kepada Kapolsek Pontianak Selatan, Kompol Anton Satriadi.
Hasilnya, Kapolsek meminta agar konfirmasi mengenai perkara tersebut dikoordinasikan ke Kabid Humas Polda Kalbar. Sebab, Polwan yang diduga terlibat kasus penggelapan mobil itu adalah personel Polda Kalbar.
Hingga berita ini diturunkan, Kabid Humas Polda Kalbar, Kombes Pol Donny Charles Go, belum memberikan informasi rinci soal perkara tersebut. Sudah dua kali awak media ini melakukan upaya konfirmasi. Terakhir, pada Kamis (1/8) siang. Dengan mendatangi kantornya.
Namun, Kabid Humas sedang tak berada di tempat. Stafnya menyatakan, Donny sedang bertugas di luar kota. Sebelumnya, Jumat (26/7) lalu, upaya konfirmasi soal kasus ini juga sudah dilakukan ke Kabid Humas melalui WhatsApp. Namun, balasan Kabid Humas juga tidak merinci soal kasus tersebut.
“Saya tanya ke Kabid Propam dulu ya,” jawabnya via WhatsApp, sekitar pukul 19.11 Wib, Jumat pekan lalu.
Terpisah, Komisioner Komisi Informasi (KI) Provinsi Kalbar, Rospita Vici Paulyn menuturkan, sebagai bagian dari keterbukaan informasi publik harusnya Polda Kalbar memberikan informasi yang benar dan jelas kepada masyarakat. “Supaya tidak simpang siur. Masyarakat tidak menerka-nerka. Tidak menduga-duga yang kemudian jadi hoaks. Seharusnya pihak kepolisian dapat memberikan informasi yang benar,” katanya diwawancarai Rakyat Kalbar lewat sambungan telepon, Kamis (1/8) sore.
Masyarakat, lanjut dia, punya hak untuk mengetahui sampai sejauh mana proses penyelidikan yang dilakukan aparat kepolisian dalam suatu kasus. Sekalipun yang diduga pelakunya menyangkut anggota Polri sendiri.
“Kadang-kadang kan karena ini menyangkut orang mereka juga, ada kecurigaan untuk ditutup-tutupi,” ujarnya.
Sebagai lembaga negara, ia menegaskan, Polda Kalbar harus terbuka terhadap apapun yang terjadi pada lembaganya. Untuk itulah keterbukaan informasi ini sangat dituntut dari pihak kepolisian.
Meskipun demikian, kata dia, dalam UU Keterbukaan Informasi, pada Pasal 17 memang mengatur apabila dalam proses penyelidikan boleh dirahasiakan. “Prosesnya boleh. Tahapan seperti apa yang mereka lakukan, silakan dirahasiakan,” paparnya.
Akan tetapi, terkait dengan informasi yang harusnya diperoleh masyarakat misalnya berapa banyak yang digelapkan, sampai sejauh mana penyelidikan yang dilakukan pihak kepolisian, harusnya dapat diberikan kepada publik melalui media massa. “Walaupun (diduga pelakunya) anggota Polri, tapi itu juga bagian dari masyarakat. Kalau kita menuntut lembaga lain terbuka, pihak kepolisian juga lembaga negara yang wajib terbuka. Apapun yang terjadi pada lembaganya,” tegasnya.
Sementara itu, Pakar Hukum Universitas Tarumanagara Jakarta, Heri Firmansyah menilai bahwa penegakkan hukum harus dilakukan secara fair dengan tidak melihat subyek siapa yang melakukan. “Penegakan hukum yang tidak memihak selain keadilan,” tegasnya.
Dirinya menilai, keterbukaan informasi terkait pelaksanaan penegakan hukum, tentang sejauh mana dilakukan, perlu dibudayakan untuk diperoleh masyarakat.
“Yang pada akhirnya akan memunculkan kepercayaan masyarakat terhadap proses hukum yang berjalan,” pungkas Heri.
Laporan: Abdul Halikkurahman, Andi Ridwansyah
Editor: Ocsya Ade CP