eQuator.co.id – Kuala Dua. Entah setan apa yang merasuki Shd. Oknum pendidik agama Islam yang mengajar di SD Negeri 03 Desa Kuala Dua, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Raya, itu tega melakukan perbuatan yang dilarang agama terhadap anak didiknya sendiri.
Pria berusia 47 tahun tersebut diduga telah mencabuli seorang siswi SDN 03 Kuala Dua yang baru duduk di kelas 4. Semakin bikin geleng kepala, pendidik berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) itu melakukannya sehari sebelum perayaan kemerdekaan Indonesia yang ke-72 (Rabu, 16/8).
Dimintai keterangan, Kapolsek Sungai Raya, AKP Haryanto, membenarkan telah mendapat laporan dari orangtua korban atas peristiwa tersebut. “Hal ini diketahui keluarga dan warga, setelah korban menceritakan semuanya,” tuturnya kepada awak koran ini, Selasa (22/8).
Alhasil, pada Rabu itu juga, SD Negeri 03 Kuala Dua didatangi sejumlah penduduk setempat yang berang bukan buatan atas kelakuan Shd. Agar tidak timbul masalah baru, polisi segera mengamankan Shd untuk diselidiki dan disidik atas dugaan pencabulan tersebut.
“Itu terjadi berawal dari korban yang diajak oleh Shd ke dalam ruang UKS (usaha kesehatan sekolah), kemudian pada saat di UKS hanya ada korban dan guru tersebut,” terang Haryanto.
Shd, lanjut dia, memaksa korban untuk duduk di pangkuannya. Tentu saja korban tidak mau, tapi apalah artinya penolakan dari anak perempuan kelas 4 SD. Shd berhasil menarik badan korban untuk duduk di pangkuannya.
“Pelaku (Shd) mencium pipi kanan dan kiri (korban) sebanyak dua kali, kemudian melakukan perbuatan cabul (terhadap korban) di bagian paha dan kemaluan korban dengan cara meraba,” papar pria yang belum lama menduduki jabatan Kapolsek Sungai Raya ini.
Beruntung, meski ketakutan setengah mati, korban bisa berontak. Dan lepas dari cengkeraman Shd.
“Langsung keluar dari ruang UKS, kemudian cepat pulang ke rumah dan melaporkan kejadian kepada orangtuanya. Orangtua melaporkan kejadian ini ke kita, sang guru harus mempertanggungjawabkan apa yang menimpa korban,” urai Haryanto.
Ia menegaskan, pihaknya menjerat Shd dengan pasal 76e UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak, yang ancaman hukuman maksimalnya 18 tahun penjara. “Pelaku saat ini sudah kita lakukan penahanan guna proses hukum lebih lanjut,” pungkasnya.
LIMA TAHUN LALU JUGA TERJADI PENCABULAN
Sejumlah massa yang mendatangi SDN 03 Kuala Dua, di Jalan KH Abdurrahman Wahid, pada hari Rabu sekitar pukul 14.00 itu merupakan warga RT01/RW01 Desa Kuala Dua, Sungai Raya. “Warga minta kepala sekolah dimutasikan karena tidak bisa membina bawahannya,” tutur seorang warga yang enggan namanya disebut, ditemui Rakyat Kalbar di kediamannya, Gang Kuala Dua, Sungai Raya, Kubu Raya, Selasa (22/8).
Pria 55 tahun ini mengatakan, kejadian asusila itu sudah kedua kalinya. Namun pelakunya berbeda. Kejadian yang pertama seingatnya sekitar lima tahun lalu.
“Oknum itu sudah dipecat, tapi terulang lagi di situ,” bebernya.
Dia mengenali Shd, tapi tidak menyangka si oknum guru itu bakal berbuat yang tidak-tidak. Sebab, dari pengamatannya, Shd pendiam dan cukup baik.
“Saya ndak habis pikir bisa terjadi begini,” tukasnya.
Atas dasar tindak asusila telah terjadi dua kali di SDN 03 Kuala Dua ini, warga setempat menginginkan kepala sekolah tidak menjabat lagi. Ia menyebut puluhan warga yang datang ke sekolah untuk meminta penjelasan terkait pencabulan yang diduga terjadi tersebut.
“Selain itu karena tidak senang perilaku oknum (guru) itu,” jelasnya.
Awalnya yang datang hanya beberapa keluarga korban saja. Menjelang sore, warga setempat yang memang punya solidaritas tinggi ikut berkumpul di SDN 03 Kuala Dua itu.
“Saya juga kaget kok tiba-tiba ramai, saya tanya ke pihak keluarga tapi ndak mau ngomong,” terang pria berbadan kurus dan rambutnya sudah ditumbuhi uban ini.
Menurut dia, jika waktu itu kepala sekolah mengambil kebijakan yang tepat, maka massa tidak akan berkumpul di sekolah. Kebijakan dimaksud adalah mengadakan rapat darurat bersama dewan guru untuk mengambil langkah sesuai permintaan keluarga korban, kemudian memberikan penjelasan.
“Ndak puas jak kemarin tu, akhirnya diserahkan ke kepolisian lah, masalah terbukti atau ndak kan nanti nunggu pemeriksaan polisi,” paparnya. Sambung dia, “Takutnya massa ini mengamuk, jadi kita arahkan ke polisi (untuk menangkap Shd,red)”.
Tiga cucunya juga besekolah di SD itu. Selaku orangtua, dia menyatakan kejadian ini sebuah tamparan keras untuk Dinas Pendidikan setempat. “Ini memalukan, kok seorang pendidik seperti itu, ini di lingkungan sekolah lagi, dan lingkungan kita juga,” geramnya.
Jika dugaan pencabulan ini terbukti, dia berharap oknum guru itu mendapat hukuman setimpal. Selain itu, berharap keadilan, jangan lagi si oknum diberikan kesempatan mengajar.
“Kalau dia bersalah ya dihukum lah, harus dipecat. Dan kepala sekolah itu memang harus dimutasikan, karena sudah tidak pantas rasanya (menjabat),” ucapnya. Andai Dinas Pendidikan Kubu Raya tidak mengambil tindakan tegas terhadap kepala sekolah dan oknum guru tersebut, kata dia, maka orangtua pasti akan was-was dan ragu-ragu menyekolahkan anaknya di SDN 03 Kuala Dua.
Ia juga berharap pihak sekolah mengumpulkan orangtua murid untuk memberikan jaminan keamanan terhadap anak masing-masing di lingkungan sekolah. “Takutnya terulang lagi,” tegasnya.
Pihak sekolah, lanjut dia, terkesan menutupi masalah tersebut. Hal ini sangat disayangkan, karena pelaku kejahatan ini seakan dilindungi.
“Ini tidak bisa ditutupi, ini asusila. Makanya pelaku harus dihukum seberatnya, karena suatu saat akan berbuat lagi,” tandasnya.
PIHAK-PIHAK TERTENTU TERKESAN MENUTUP-NUTUPI
Kemarin (22/8), ternyata kepala SDN 03 Kuala Dua yang menjabat saat dugaan pencabulan terjadi telah dicopot dari jabatannya. Kepala sekolah yang baru, Sumarno mengaku tidak tahu persis peristiwa tersebut.
Ia mengungkap sekolah yang kini dipimpinnya ini didatangi massa pada Rabu (16/8) bakda zuhur. Sekolah sedang mengadakan lomba antarmurid dalam rangka menyambut perayaan kemerdekaan Indonesia.
Saat kejadian, ia belum berstatus kepala sekolah. Hanya guru saja. Ketika massa berdatangan, Sumarno sedang memainkan alat musik keyboard untuk mendukung jalannya lomba 17-an.
“Kita serahkan kepada pihak kepolisian, agar orangtua korban dan masyarakat tenang,” ujarnya.
Ia diangkat menjadi Kepala SDN 03 Kuala Dua pada Jumat (18/8). “Dua hari setelah kejadian, saya diangkat menjadi kepala sekolah,” ungkapnya.
Sumarno mengatakan, ia sudah mengunjungi orangtua korban. “Demi Allah, saya kasihan. Anak sekecil itu, kita juga punya anak,” tutur Sumarno.
Selaku Kepala SDN 03 yang baru diangkat, ia meminta Dinas Pendidikan Kubu Raya tidak lagi menempatkan terduga pelaku di sekolah tersebut. Masyarakat setempat sangat trauma atas kelakuan si oknum guru berinisial Shd itu.
“Ini harapan saya ke tingkat atas (Disdik Kubu Raya,red),” pintanya.
Sebab, jika Shd tetap mengajar di SDN 03, masyarakat tidak akan percaya lagi kepada pengurus sekolah. “Berbuih-buih kepala sekolah berbicara juga tidak akan didengar, maka dari itu kita berharap oknum guru itu tidak di sini lagi, agar semuanya baik-baik saja,” ulang Sumarno.
Shd, lanjut dia, berstatus ASN dan sudah mengajar selama empat tahun. “Kita tidak mendengar aneh-aneh tentang guru ini. Kita juga tidak menyangka, terlebih dia adalah guru agama di sini,” paparnya.
Kedepan, ia berharap Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) datang ke sekolah-sekolah memberikan penjelasan atau penyuluhan kepada semua guru. Sumarno menyebut tak semua guru paham dan mengerti tentang cabul dan kriteria cabul itu seperti apa. Kata dia, kejadian seperti ini tak hanya terjadi di sekolah yang dipimpinnya saja, melainkan juga pernah terjadi di sekolah lain.
“Kita minta ini agar guru-guru mengetahui batas-batasnya. Karena kalau guru tidak paham, itu yang susah. Jadi saya sangat senang jika KPAID melakukan penyuluhan. Tak hanya kepada guru, sekalian murid juga,” tandasnya.
Selepas dari SDN 03, Rakyat Kalbar menuju rumah korban. Letaknya masih satu gang dengan sekolah berakreditasi A itu. Sempat mampir di salah satu warung kecil untuk bertanya letak persisnya rumah korban.
“Oh, korban itu kah? Rumahnya tuh masuk gang sedikit,” tutur penjaga warung sambil menunjukkan kediaman korban.
Pria ini mengakui kasus dugaan pencabulan tersebut cukup bikin warga setempat pambar. “Iya, heboh di sini. Pelakunya (guru) sudah dipecat,” ucap dia.
Di kediaman korban, seorang bocah perempuan tengah bermain di teras rumah bercat hijau itu. Umurnya kisaran 10 tahun. Belum diketahui pasti apakah dia korban dugaan pencabulan yang dilakukan Shd.
Gelagat bocah ini sedikit aneh, seakan dihantui rasa takut ketika menjawab salam dari Rakyat Kalbar. Ia bergegas masuk ke dalam rumah untuk memanggil orangtuanya, setelah tim mengatakan ingin bertemu dengan bapak atau ibunya. Tak berapa lama, keluar seorang wanita muda dari rumah itu.
“Cari siapa Bang? Ibu ada di dalam. Kalau Bapak lagi di rumah sakit, sudah dijemput. Kalau mau tunggu saja,” ucapnya.
Wanita ini ternyata kakak dari korban. Ia kemudian membangunkan abangnya yang masih tidur dalam kamar. Setelah disampaikan maksud dan tujuan kedatangan, sang abang enggan berkomentar banyak.
“Wah kalau soal itu kami disarankan KPAID untuk tidak bicara ke wartawan,” ucapnya.
Dihubungi terpisah, Wakil Ketua KPAID Kalbar, Hasanah mengatakan, sejauh ini, pihaknya belum mendapat laporan terkait kasus ini dari unsur KPAID Kabupaten Kubu Raya. “Kami akan koordinasikan ke KPAID tingkat kabupaten,” tutur Hasanah.
Meski demikian, ia menegaskan akan memantau kasus ini. Sejauh mana proses hukum pelaku maupun upaya pemulihan mental korban.
“Proses hukum harus sebenar-benarnya. Jangan ada yang ditutup-tutupi. Siapa pun pelakunya. Karena, tahu atau tidaknya perbuatan itu, anak tersebut adalah korban,” tegasnya.
Lagipula, kata dia, pemberian hukum maksimal akan memberi efek jera kepada pelaku untuk mengulangi atau pelaku yang baru hendak mencoba. Hasanah mengakui, berkaca dari kasus ini, menjadi masukan bagi pihaknya. Bahwa kerja keras dan upaya KPAID Kalbar selama ini belum membuahkan hasil yang baik. Dimana ada sekolah-sekolah yang diberi penyuluhan tentang perlindungan anak, justru terjadi kekerasan terhadap anak di sekolah lain.
“Kami pun sebenarnya tidak bisa menjangkau seluruh sekolah. Di Kalbar ini ribuan sekolah. Jadi kami prioritaskan mana sekolah yang pernah ada kasus dan sekolah yang mengajukan untuk pendampingan dan penyuluhan,” ujarnya.
SDN 03 ini, lanjut dia, akan menjadi target penyuluhan KPAID. “Saya menyayangkan perbuatan yang dilakukan oknum guru itu,” pungkas Hasanah.
Dewan Sebut Mutu Pendidikan Dasar di Kubu Raya Merosot
Terkait pelecehan seksual yang diduga dilakukan oknum guru SD 03 Sungai Raya berinisial Shd ini, anggota parlemen setempat cuma unjuk suara. Mereka meminta Dinas Pendidikan Kubu Raya mempunyai pengawasan internal.
“Perlakuan seksual guru terhadap murid ini sudah cukup menghawatirkan, sudah beberapa kasus terjadi, apalagi di SD 03 itu sudah 2 kali yang tidak lama terjadi. Dinas pendidikan itu sendiri harus superaktif,” ungkap Yuslanik, anggota DPRD Kubu Raya, Selasa (22/7).
Lanjut dia, fenomena ini memang terjadi tanpa diduga. Di Kubu Raya banyak kejadian seperti ini, kata Yuslanik, yang mencoreng dunia pendidikan. Karena itu, dari internal lembaga pendidikan itu sendiri harus punya langkah antisipasi.
“Kalau ada gelaja-gejala yang sudah mengarah ke sana, harus cepat dilakukan tindakan sehingga tidak sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” ungkapnya.
Pengawasan atau kontrol dari dinas pendidikan, ia menerangkan, seharusnya dilakukan rutin. “Dan pengurus sekolah itu sendiri harus jeli melihat kasus seperti itu,” terang Yuslanik.
Nilai pendidikan di sekolah-sekolah dasar Kubu Raya sendiri, menurut dia, sangat merosot. “Yang kita lihat ini kinerja dinas pendidikan memang agak menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Agak teledor lah. Sekarang kita minta dinas pendidikan melakukan pengawasan, tetap turun ke lapangan supaya fenomena ini tidak terulang kembali,” tegasnya.
Dan, secara tersirat, ia menilai, posisi sang Kepala Dinas Frans Randus seharusnya dievaluasi. “Mungkin bupati atau yang kira-kira berwenang, sepertinya perlu melakukan penyegaran lah, biar lebih bersemangat. Kalau dibiarkan begini, (mutu) pendidikan ini semakin merosot,” pungkas Yuslanik.
Sementara itu, upaya konfirmasi kepada Kepala Dinas Pendidikan Kubu Raya, Frans Randus, menemui jalan buntu. Yang bersangkutan tidak menjawab panggilan seluler dan membalas pesan WhatsApp yang ditujukan kepadanya berulang kali.
Laporan: Achmad Mundzirin, Ambrosius Junius, Ocsya Ade CP, Syamsul Arifin
Editor: Mohamad iQbaL