eQuator.co.id – Tanda-tandanya memang sudah terlihat. Sejak tiga tahun terakhir. Nahdlatul Ulama terus berbenah. Dalam infrastruktur digital.
Organisasi gerakan Islam terbesar di dunia itu sedang membangun persepsi baru: Warga Nadliyin bukan lagi hanya bisa menjadi pasar. Tapi juga menjadi pemain bisnis milenials.
Serius? Di depan Presiden Joko Widodo yang hadir dalam ulang tahun NU ke-93 tadi siang, KH Said Aqil Siroj dengan mantap menyampaikan kesiapan itu. “Sekarang kita masuk ke era revolusi industri 4.0. Semua masuk ke sistem transaksi digital. Menggunakan uang digital. Go Pay. Grab Pay. OVO. NU juga punya sendiri: NU Cash.”
Sekitar 5.000 undangan di Plenary Hall Jakarta Convention Center bertepuk tangan. Bergemuruh.
Langkah NU mengelola e-money sendiri merupakan terobosan berani dan sangat maju. Anggota NU sekitar 100 juta orang. Kalau kebutuhan belanja per orang Rp 1 juta saja, NU akan mengelola deposit yang sangat besar: Rp 100 juta x Rp 1 juta.
Tapi bukan itu tujuan NU Cash. Dengan memiliki uang digital sendiri. NU bisa menggerakkan ekonomi anggotanya. Menjadi penyedia barang dan jasa. Yang melayani transaksi dengan NU Cash. Ada new opportunity yang perlu digarap: Nadliyin milenials.
NU Cash. Bagi saya adalah lompatan dengan visi besar. Memahami kebutuhan zaman. Generasi Nadliyin milenials tidak boleh terkungkung dalam mimpi dan jargon kebesaran pada masa lalu.
Yang besar kalah melawan yang cepat. NU Cash adalah sebuah strategi untuk mematahkan mitos: yang besar tidak selalu lamban.
Semoga bisa menjadi bahan renungan. Untuk kita semua.(jto)