eQuator.co.id – Jakarta-RK. Sidang kasus kontroversial dugaan penistaan agama yang menjerat Basuki Tjahaja Purnama dimulai. Kemarin (13/12) sidang pertama dengan agenda pembacaan dakwaan diwarnai dengan eksepsi mengharukan Basuki alias Ahok. Namun, kendati penuh haru, diprediksi nasib Ahok ditentukan dalam pembuktian niat jahat dan keterhubungan pidana dengan ketertiban umum.
Persidangan dimulai sekitar pukul 09.00. saat itu Jaksa membacakan dakwaannya silih berganti. Salah satunya, Jaksa Ali Mukartono mengatakan, saat kunjungan ke Kepulauan Seribu itu Ahok masih menjabat Gubernur, tapi sudah mendaftar sebagai calon gubernur dalam pilkada 2017.
”Tapi, dia kemudian menyebut jangan mau dibohongi orang pakai Surat Al Maidah 51,” ujarnya.
Ungkapan Ahok, menunjukkan bahwa seakan-akan surat Al Maidah 51 dipergunakan orang lain untuk membohongi masyarakat saat pilkada. Namun, ternyata terdakwa sendiri yang mendudukkan surat Al Maidah 51 sebagai alat atau sarana untuk membohongi.
”Bukan orang lain,” paparnya. Lalu, mendakwa Ahok melanggar pasal 156 dan pasal 156 a soal penistaan agama.
Ahok sendiri lantas membacakan eksepsinya atau penolakannya. Ahok awalnya ingin memutar video Gus Dur. Namun, majelis hakim menolaknya. Lalu, Ahok melanjutkan eksepsinya, dia menyebut, ayah kandungnya Indra Tjahaja Purnama dan ayah angkatnya Andi Baso Amir berjanji menjadi saudara seumur hidup.
”Kecintaan ayah saya dan ayah angkat sangat berbekas pada saya,” ujarnya.
Bahkan, uang kuliah pascasarjana atau S2 juga dibayarkan oleh kakak angkatnya Haji Pranata Amir. ”Saya seperti orang yang tidak mau berterima kasih bila tidak menghargai agama orang tua dan kakak angkat saya,” tuturnya dengan suara bergetar dan badan yang tampak gemetaran.
Apalagi, saat ibu angkat masih hidup memberikan pesan agar bila menjadi gubernur. Maka, harus melayani orang kecil. ”Saya selalu camkan pesan ibu angkat saya itu dalam bekerja menjadi gubernur,” tuturnya sembari terisak-isak.
Ahok menyatakan sangat sedih saat dituduh menistakan agama Islam. Yang berarti menistakan orang tua angkat dan kakak angkat yang beragama Islam juga. ”Berarti saya juga dituduh menistakan keluarga angkat,” tuturnya.
Sementara Hakim Ketua Dwiarso Budi menanggapi eksepsi itu secara datar. Menurutnya, semua itu akan dipertimbangkan hakim. Tapi, apakah jaksa penuntut umum (JPU) akan memberikan tanggapan.
”JPU akan memberikan tanggapan atau tidak,” ungkapnya.
Saat itu, Jaksa Ali Mukartono meminta waktu satu minggu untuk memberikan tanggapan atas eksepsi dari Ahok dan Kuasa Hukumnya. ”Baik, tanggapan JPU akan dibacakan minggu depan, Selasa (20/12). Sidang juga ditunda satu minggu,” tuturnya.
Sementara Pakar Hukum Pidana Trisakti Abdul FIcar Hadjar menuturkan, eksepsi itu merupakan penolakan dakwaan. Yang seharusnya mempertanyakan soal ketidakjelasan tempat, waktu, hingga pidana yang dilakukan.
”Tapi, eksepsi Ahok sudah melebihi itu. tapi, tentu semua itu bergantung hakim,” ujarnya.
Ahok sudah sampai pada tahapan pleidoi atau pembelaan. Dimana Ahok memberikan latarbelakang keluarga yang menurutnya, tidak mungkin membuat Gubernur DKI Jakarta non aktif tersebut menistakan Islam.
”Ini sebenarnya sudah pleidoi,” tuturnya.
Bahkan, bukan hanya pleidoi, namun juga ada kesan bahwa momentum eksepsi ini digunakan untuk melakukan kampanye. Dia menuturkan, semua kebaikan diumbar dari keluarga angkat Islam hingga membangun masjid. Gejala semacam itu sebenarnya sudah wajar dalam persidangan.
”Namun, untuk kasus yang berbau politis,” ujarnya.
Yang paling utama, sebenarnya jaksa dan kuasa hukum Ahok akan bertarung dalam dua hal. Yakni, niat jahat dan ketertiban umum.
”Niat jahat ini tentu dalam pasal 156 disebut barang siapa dengan sengaja. Nah, bagaimana nasibnya tergantung dibuktikan sengaja atau tidak,” ungkapnya.
Namun, yang selama ini belum terkuak adalah bahwa pasal 156 dan 156 a KUHAP itu masuk dalam bab ketertiban umum. Yang artinya, seharusnya mempertimbangkan bagaimana respon masyarakat pasca peristiwa yang diduga pidana itu terjadi.
”Kalau jaksanya paham, tentu akan dihubungkan dengan keteritban umum. Padahal, kita mengetahui sendiri ada aksi 411 dan 212,” terangnya.
Sementara Ketua Tim Penasihat Hukum Ahok Trimoelja D Soerjadi menuturkan, jalannya sidang sangat lancar. Hanya saja memang ada penolakan soal pemutaran video Gus Dur. Namun, itu merupakan kewenangan hakim.
”Kami hormati hakim, walau sebenarnya Ahok ingin menjelaskan bagaimana pengaruh Gus Dur pada Ahok,” ujarnya.
Menurutnya, saat ini tim hukum sedang memilah milah saksi-saksi yang akan dihadirkan. Siapa saja, tentu belum bisa disebutkan karena untuk melindungi keselamatannya. ”Kita semua mengetahui bagaimana dengan tekanan public ini,” paparnya.
Suasana di sekitar PN Jakpus kemarin cukup hangat. Ada pemandangan aktivitas demo dan kemacetan lalu lintas. Semua adalah buah dari memuncaknya penyelesaian kasus dugaan penistaan agama.
Sejak pagi, pengamanan di pengadilan itu sudah terlihat ketat. Ada kendaraan lapis baja di antara para petugas kepolisian yang berjaga. Semua untuk mengantisipasi terjadinya hal-hal yang tak diinginkan.
Namun sepanjang sidang berjalan hingga Ahok dibawa pergi dengan kendaraan lapis baja, keadaan terkendali. Massa yang berdemo bisa menjaga ketertiban, meskipun keberadaan mereka cukup menganggu lalu lintas di sana.
Irfansyah, 32, salah satu peserta yang menuntut Ahok ditangkap melihat proses penegakkan hukum belum berjalan sesuai harapan. ”Kenapa sudah terdakwa tidak ditahan? Berarti hukum belum berlaku adil,” kata dia.
Dia berharap, penegak hukum melakukan introspeksi diri. Jangan sampai penegakkan hukum terlaksana secara tidak adil. Sementara itu, salah seorang orator menyatakan, massa yang menuntut penangkapan Ahok akan terus bertambah jika tuntutan tidak segera dipenuhi penegak hukum. ”Kami akan datang lagi dan membawa massa lebih besar,” ucapnya. (Jawa Pos/JPG)