Di Banyuwangi, Jawa Timur, banyak keindahan alam yang bisa jadi objek wisata. Selain kawasan pantainya, Gunung Ijen pun luar biasa molek, panorama indah di sana jarang ditemui di tempat lain. Di puncak, wisatawan pasti terkesima dengan gugusan gunung-gunung yang terlihat. Di bawah, terdapat lekukan besar yang dinamai Kawah Ijen, tempat ratusan pekerja tambang mengais rupiah.
eQuator.co.id – RABU, 30 Maret 2016, sekitar pukul 20.30 WIB, rombongan peserta pelatihan Bengkel Foto Jawa Pos Group (JPG) berangkat dari Gedung Graha Pena Surabaya menuju Stasiun Gubeng kemudian melanjutkan perjalanan ke Banyuwangi. Kereta Api Eksekutif Mutiara Timur Malam dipilih untuk membawa calon-calon fotografer utama di 28 koran daerah JPG itu.
Perjuangan berlapis harus dilewati demi menatap kemolekan Gunung dan Kawah Ijen di Desa Tamansari, Kecamatan Licin. Perjalanan dari Gubeng menuju Stasiun Karang Asem, Banyuwangi, ditempuh 6 jam 25 menit. Kami di gerbong Eksekutif 1.
Bukan wajah kuyu karena letih usai menjalani pelatihan intensif selama tiga hari yang terlihat di wajah kami, malah semua tak sabar untuk sampai tujuan. Suhu udara di gerbong yang begitu sejuk seolah latihan pertama menghadapi dinginnya dataran tinggi di Ijen.
Bagi fotografer yang di daerahnya tidak memiliki kereta api (termasuk saya, ehem), perjalanan ini merupakan pengalaman pertama. ‘Kegilaan’ guyon masing-masing peserta membuat suasana tetap hangat. Bahkan, pramugari yang membagikan selimut dan menjajakan nasi goreng khas-nya terhibur dengan keberadaan kami.
“Rombongan opo iki (apa ini,red)?” tanyanya sambil senyum plus geleng-geleng kepala.
Stasiun demi stasiun dilewati tak terasa. Sampai tiba di stasiun Karang Asem tepat kala Azan Subuh berkumandang, Kamis 31 Maret 2016. Sejam kemudian, kami tiba di Pintu gerbang utama ke Cagar Alam Taman Wisata Kawah Ijen yang terletak di Pos Paltuding, juga merupakan Pos PHPA (Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam).
Brrrrrrrrrr, butir-butir embun yang begitu dingin membasahi kami. Dan pendakian pun dimulai setelah didahului pengantar dari guide dan empat unsur Pimpinan JPGnewsroom. Ada Kepala Liputan JPGnewsroom Arief Santosa, Fotografer Senior JPG Sugeng Deas dan Becky Subechi, serta Direktur JPGnewsroom Bambang Janu.
Track dengan kemiringan 25-35 derajat sedikit datar harus kami tempuh dengan berjalan kaki sepanjang tiga kilometer untuk mencapai puncak Ijen. Hanya petugas PHPA setempat yang boleh pakai sepeda motor di sini.
Sepanjang pendakian, keindahan gunung lain yang ada di kompleks Pegunungan Ijen terlihat, diantaranya puncak Gunung Merapi yang berada di sisi timur mata kami, Gunung Raung, Gunung Suket, Gunung Rante, Gunung Teletubbis, dan sebagainya.
Keindahan itu membuat semangat bertambah meski dengkul bergegar dan nafas ngos-ngosan. Di balik keindahan, kami menyaksikan kisah kerasnya perjuangan hidup. Roda-roda dorong pengangkut 100-200 kilogram belerang hasil tambang berpapasan dalam pendakian kami.
Di puncak Ijen, suguhan lanskap penyulingan belerang oleh para penambang tradisional yang juga memecahkan belerang menarik minat seluruh peserta. Dari puncak ke kawah berjalan satu kilometer lagi.
Di kawah, ngobrol sedikit dengan para penambang bisa dilakukan meski sebagian dari mereka risih dengan keberadaan kami. “Saya sudah kerja jadi penambang sejak tahun 1983. Beginilah tuntutan ekonomi,” ungkap Yanto (52), penambang belerang asal Banyuwangi.
Bapak dua anak ini mengaku semua rintangan menjadi penambang sudah biasa dirasakannya demi mengais Rp925 upah pikul perkilo belerang. Dalam sehari, ia harus mampu memikul hingga satu kuintal.
“Kalau sakit akibat asap, paling hanya sesak pernafasan saja. Tapi Alhamdulillah, semua ini demi keluarga. Dua anak saya sudah kuliah semua,” ujar Yanto saat beristirahat di balik bebatuan. Nada bangga tersirat di suaranya.
Ia menyatakan, jika ke kawah pada malam hari, akan terlihat pemandangan api biru (blue fire). Saat itu pukul 08.00, hanya birunya air kawah yang sedikit ditutup gempulan asap yang bisa kami nikmati. Turun ke kawah sebenarnya bukan pekerjaan mudah. Jalannya curam, berliku, dan pijakan susunan bebatuannya tanpa perekat.
Khas fotografer, sepanjang pendakian ke gunung dan turun ke kawah serta aktivitas penambang belerang itu tak luput dari jepretan. Perjalanan inipun merupakan praktik dari materi-materi Bengkel Foto yang didapat di lantai 4 Gedung Graha Pena selama tiga hari sebelumnya. Hasil mata lensa para peserta akan dilombakan.
“Juara 1 dapat hadiah satu miliar rupiah,” canda fotografer senior JPG Becky Subechi.
Seluruh potret berbentuk photo story (foto yang bercerita) akan dimuat di media masing-masing fotografer JPG. “Pendakian ini rangkaian dari pelatihan Bengkel Foto. Setelah dapat materi, bisa langsung diaplikasikan ketika berada di Ijen,” ujar Becky. (*/bersambung)
Ocsya Ade CP, Pontianak
Seperti apa keindahan Ijen? Lihatlah hasil jepretan kami di bawah ini: