eQuator.co.id – Suriadi, warga Desa Sekip Lubukpakam, Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara ini tak mampu menahan gundah dan sedihnya. Suami dari Warsini ini kelimpungan harus menanggung biaya perobatan bayi mereka bernama Fikri Sandi, yang lahir pada 7 Februari 2016 lalu. Tak tanggung-tanggung, biaya perobatan perawatan anak mereka yang menderita pembengkakan jantung tersebut mencapai Rp40 juta.
Padahal, anak mereka sudah masuk menjadi salah satu peserta BPJS Kesehatan pada 15 Februari 2016 lalu. Namun ironisnya, pihak BPJS justru menolak menanggung beban perawatan bayi Suriadi yang tengah dirawat di RS Grand Medistra Lubukpakam. Tak ayal, rumah sakit swasta tersebut menghitung perawatan tersebut sebagai pasien umum, bukan pasien BPJS.
Sedangkan kondisi bayi mereka tengah kritis dan dirawat di ruangan intensif. Untuk bisa bertahan hidup, Fikri terpaksa menggunakan alat bantu pernafasan atau Ventilator. Biaya perawatan intensif itu pun bukan murah. Kian hari biayanya kian bertambah.
Kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan milik bayi Fikri Sandi yang sudah aktif sejak 15 Februari 2016 lalu, hingga kini masih belum dapat menanggung biaya perobatan. Tak tanggung, nilai biaya perobatan yang harus dibayar anak dari pasangan Suriadi dan Warsini warga Desa Sekip, Lubukpakam itu sudah mencapai Rp40 jutaan.
Fikri Sandi lahir ke bumi pada 7 Februari 2016 lalu. Saat dilahirkan, Fikri mengalami pembengkakan pada jantung dan sesak nafas. Kondisinya sendiri masih kritis. Saat ini masih dirawat intensif di Rumah Sakit Grand Medistra Lubukpakam. Akibat tak ditanggung BPJS Kesehatan, biaya perobatan Fikri Sandi terus membengkak.
Menurut Humas RS Grand Medistra Lubukpakam, Emra Sinaga, pihak BPJS Kesehatan tak bersedia menanggung biaya perobatan tersebut. Alhasil, hingga sampai saat ini, Fikri Sandi masih tercatat sebagai pasien umum di RS Grand Medistra Lubukpakam. “Walau sudah aktif Kartu BPJS, tapi orang BPJS tidak bersedia juga tanggung biayanya. Kata mereka, memang gitu aturannya. Kami ya maunya orang BPJS yang menanggung,” kata Emra, Kamis (3/3).
Menurut Emra, Fikri Sandi masih kritis dan dirawat di Ruang Neonatal Intensive Care Unit (NICU) RS Grand Medistra Lubukpakam. Kata Emra, tim medis masih terus memantau perkembangan kesehatannya yang mengalami pembengkakan pada jantung.”Masih kita pasang alat bantu pernafasan, Ventilator namanya. Alat itu belum bisa dilepas sekarang ini, jadi biaya perobatannya pun jalan terus,” kata Emra.
Sedangkan Humas BPJS Kesehatan Cabang Lubukpakam, Ikhwal Maulana membenarkan, jika Kartu BPJS Kesehatan milik Fikri Sandi telah aktif per tanggal 15 Februari 2016 lalu. Disoal tak dapat menanggung biaya, menurut Ikhwal, hal itu terjadi pada kesalahan orangtua yang mengurus Kartu BPJS anaknya Fikri Sandi.
Dia menambahkan, Kartu BPJS Kesehatan Fikri Sandi sejatinya telah otomatis langsung aktif. Tak harus menunggu hingga dua pekan. “Persoalannya karena bapaknya terlambat lengkapi berkas untuk pengurusan kartu kepersertaan. Dikasih batas waktu tiga hari, tapi enggak bisa melengkapi. Sekarang anak itu enggak bisa ditanggung BPJS karena memang sudah masuk dalam satu periode pelayanan. Kecuali, setelah sembuh dan pulang ke rumah. Tapi enggak lama kemudian masuk rumah sakit, itu baru bisa ditanggung. Itupun asal bisa dalam waktu kurang dari tiga hari tunjukkan kartu BPJS-nya,” ujarnya.
Kini, kedua orangtua Fikri hanya pasrah. Mereka pun tidak tahu harus berbuat apa-apa untuk membayar biaya perawatan tersebut. ”Semoga kami bisa melalui cobaan ini,” ujar Suriadi sambil menangis. (ted)