
eQuator.co.id – Pontianak-RK. Jual beli Narkoba dalam area Lembaga Permasyarakatan (Lapas) di Kalbar harus diberantas. Begitu juga warga binaan yang masih leluasa mengedarkan Narkotika dari balik jeruji besi, mesti ditertibkan.
Wakil Gubernur Drs. Christiandy Sandjaya, SE, MM mengatakan, perdagangan maupun peredaran Narkotika di Lapas harus dihentikan. Sebab banyak kejadian di Lapas Kalbar yang mencuat di nasional.
“Peredaran Narkotika di Kalbar salah satunya diatur dari dalam Lapas. Ini harus menjadi perhatian. Kita mesti bersepakat, memberantas,” ujar Christiandy kepada wartawan di Kantor Gubernur, belum lama ini.
Christiandy menyampaikan, Presiden Jokowi sudah mewanti-wanti Gubernur Cornelis dan jajarannya. “Kita sepakat memberantas Narkotika. Jadi tentu pemerintah harus dibantu pihak-pihak terkait,” tuturnya.
Setakat ini, Pemprov Kalbar telah menjalin komunikasi dengan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Kalbar. “Kami jajaran Pemprov sudah dites. Mudah-mudahan tidak ada, bersih semua,” terangnya.
Menurut Christiandy, sekarang ada Narkoba jenis baru bernama Gorila. Parahnya bisa dibeli secara online. Harganya murah. “Pesan hari ini, besok sampai. Barang itu berupa rokok. Jika dites atau dibandingkan dengan Narkoba yang ada, belum bisa dideteksi,” katanya.
Dugaan Konspirasi
Ketua Komisi I DPRD Kalbar, Krisantus Kurniawan, SIP, M.Si mensinyalir, ada yang tidak beres di Lapas. “Patut dicurigai ada kerjasama. Kok Narkoba bisa lolos,” kata Krisantus dihubungi, kemarin.
Kecurigaan Krisantus bukan tanpa alasan. “Lapas ini pintunya satu lho. Mana ada pintu Lapas dua. Di sana tidak ada jalan tikusnya, kecuali di perbatasan banyak jalan tikus,” kritiknya.
Kesimpulannya, aneh apabila Narkoba tidak bisa terdeteksi. “Di Lapas pintunya hanya di depan. Kenapa bisa lolos. Kalau begini boleh jadi ada kerjasama. Menkum dan Ham harus ketat,” tegasnya.
Politisi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan itu mendesak Kanwil Kemenkumham Kalbar melakukan penataran di Lapas. “Saya kira Sumber Daya Manusia (SDM) harus dievaluasi,” tegasnya.
Krisantus menyarankan, agar Kemenkumham menyediakan alat canggih di Lapas. Misalnya X-ray atau metal detector. Seperti di Bandara, Narkoba di masukan dalam Laptop saja bisa ditangkap. Berartikan ada alatnya,” ingatnya.
Apabila alat canggih sudah terpasang, namun masih ada peredaran Narkoba di Lapas? “Kalau masih juga terjadi, saya pikir harus diganti semua manusianya itu. Pasti ada konspirasi. Makanya harus diganti orang-orang, ngapain dibiarkan,” ungkap Krisantus.
Petugas yang bekerjasama dengan pemain Narkoba bisa dianggap sebagai penyelundup maupun pengedar. “Kalau membiarkan Narkoba lewat, sama saja dengan pengedar. Ini lebih parah dari Korupsi,” tegasnya lagi.
Pengawasan di Lapas harus betul-betul ketat. Jadi kalau ada peredaran Narkoba di Lapas, bukan salah orang yang membawa Narkobanya. Tapi salah Lapasnya. “Kenapa bisa lolos!” ujar Krisantus.
Perlu Bantuan Polisi
Kementerian Hukum dan HAM Kantor Wilayah Kalbar berjanji akan mengendus peredaran Narkoba di dalam Lapas. “Itu selalu menjadi prioritas,” kata Kepala Kanwil Kemenkumham Kalbar, Rochadi Iman Santoso dijumpai wartawan, baru-baru ini.
Menurut Rochadi, Narkotika sudah menjadi persoalan nasional. “Di mana pun wilayah kita, ada masalah Narkoba. Kami akan terus mengawasi, khususnya di wilayah tugas dan wewenang seperti di Lapas,” janjinya.
Rochadi yang baru beberapa hari dilantik itu mengisyaratkan bahwa tidak bisa memberantas sendirian. “Tidak menutup kemungkinan kita akan bekerjasama dengan BNNP Kalbar dan Polda Kalbar untuk memberantas perdagangan Narkotika di Lapas,” kata dia.
Kepala BNNP Kalbar, Nasrullah mengaku belum pernah melakukan pengungkapan kasus Narkoba di dalam Lapas. Beberapa kasus perdagangan narkoba yang sempat terungkap sebelumnya adalah hasil tangkapan dari Polda Kalbar.
“Kalau kita lihat dari tahun 2016 itu, ada beberapa yang sudah diungkap oleh Polda berserta jajarannya. Itu jaringan Lapas dan sudah ditangani. Kalau detailnya seharusnya di sana (Polda) yang punya data,” ujar Nasrullah saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (17/1).
Menurutnya, dalam upaya pemberantasan Narkoba, BNN hanyalah bagian kecil. Wajar peran BNN dalam penindakan kalah secara kuantitas dan lebih banyak upaya pencegahan dan rehabilitasi.
“Di Kalbar ini, BNN polisinya hanya 10 orang sudah termasuk saya, yang banyak polisi dimana? Di Polda, mereka 9000 anggota. Dan faktanya tahun ini kasus penindakan Narkoba yang ditangani Polda itu 547 kasus, di kita hanya 11 kasus,” jelas Nasrullah.
Namun Nasrullah mengakui, peredaran Narkoba hingga ke dalam Lapas masih ada. “Saat kita penyuluhan di sana, Kalapas sendiri juga menyampaikan bahwa narapidan banyak, sementara jumlah petugas terbatas. Ya kucing-kucingan dan sebagainya tetap masih ada,” imbuh Nasrullah.
Menurutnya, dari total 782 narapidana yang ia ketahui, sekitar 400-an adalah napi Narkoba. Angka tersebut jika dipersentasekan besarannya mencapai hingga 60 persen.
Sejauh ini BNNP belum ada melakukan koordinasi ataupun ikut campur terkait keamanan penjagaan Lapas, guna menghalau perdagangan Narkoba di kalangan warga binaan. “Kita sampai sekarang dengan Lapas hanya ada kerjasama dalam soal rehabilitasi napi kasus Narkoba,” jelasnya.
Nasrullah meyakini, secara sistem yang dimiliki Kementrian Hukum dan HAM sendiri tentu sudah cukup ketat. Namun dalam pelaksanaannya di lapangan memang tidak bisa 100 persen ideal.
“Misalnya keterbatasan jumlah petugas, jadinya kemampuan menerapkan prosedur di lapangan juga tidak maksimal. Tapi itu kita tidak bisa menilai, lebih baik tanyakan ke pihak Lapas sendiri,” jelasnya.
“Tapi kalau Polda bisa mengungkap (Narkoba dalam Lapas, red) kan berarti memang ada celah?” sambungnya.
Menurut Nasrullah, upaya BNNP terus menggalakkan rehabilitasi kepada narapidana Narkoba, tujuannya agar pengguna Narkoba tidak perlu masuk ke Lapas, melainkan menjalani rehabilitasi. “Dengan demikian juga kan jadi bisa mengurangi beban Lapas yang berlebih,” harapnya.
(dsk/isa)