Ada daerah yang sampai kuwalahan. Sampai minta bantuan mobil tes Covid-19 dari Gugus Tugas Nasional. Pun setelah mobil didapat, rebutan yang terjadi.
Tapi ada daerah yang justru khawatir kekurangan sampel yang perlu dites.
Daerah itu pernah menjadi nomor 7 nasional terbanyak penderita Covid-19 nya: Sumatera Barat.
Kabar baru mengenai besarnya kapasitas tes di Sumbar itu sampai ke telinga pusat.
”Sampai Jenderal Doni Monardo menghubungi kami. Apakah kami bisa membantu daerah lain,” ujar Dokter Andani Eka Putra. Ia adalah Kepala Laboratorium Pusat Diasnostik dan Riset Penyakit Infeksi Universitas Andalas, Padang.
Dokter Andani itulah yang menemukan metode pool test yang hebat ini. (Lihat Disway Tirani Minoritas).
Sejak penemuan itu diterapkan di lab. Universitas Andalas, kemampuan laboratorium di Unand meningkat drastis. Dari hanya 200 sampel sehari menjadi 1.570 per hari.
Berkat penemuan itu, di Sumbar, sudah lebih 26.748 orang orang yang dites. Kalau dibanding dengan jumlah penduduknya sudah mencapai 0,5 persen. Jauh di atas angka nasional.
Sumbar juga sudah bisa melakukan tes untuk klaster yang dianggap rawan. Misalnya Pasar Raya Padang. Di situlah penderita pertama Covid-19 ditemukan di Padang.
Seisi pasar itu kini dalam proses dites semua. Akan mencapai 8.000 orang.
Untuk kapasitas baru lab di Unand itu hanya pekerjaan lima hari.
Demikian juga semua OTP dan PDP bisa dites dengan cepat. Semuanya. Pun bukan hanya dengan rapid test. Tapi tes yang sebenarnya.
”Misi semua lab seharusnya adalah memutus rantai penularan. Bukan hanya ikut mengatasi penderita,” kata Dokter Andani.
Rantai terdekat penularan itu adalah OTP dan PDP. Yakni termasuk orang yang positif tapi tanpa gejala Covid-19.
Berkat metode Andani itu sampel dari Padang sendiri kini sudah menipis. Gubernur Sumbar Prof. Erwan Prayitno pun menyasar ke kabupaten-kabupaten di luar Padang.
Metode baru seperti apa sih yang dilakukan dr. Andani? Bagaimana praktek yang dilakukan di lab pimpinan dr. Andani itu? Sampai kapasitasnya bisa naik begitu drastis?
Dokter Andani melakukan ini: tiap lima sampel dijadikan satu. Lalu dites. Kalau hasilnya negatif berarti lima sampel cukup dites sekali. Barulah kalau hasilnya positif dicari botol yang mana yang positif itu.
”Biaya tes juga menjadi turun drastis. Bisa turun 70 persen,” ujar Dokter Andani.
Di lab Fakultas Kedokteran Universitas Andalas itu bekerja 55 orang. Kebanyakan mahasiswa kedokteran tahap akhir di sana.
Peningkatan kapasitas tes itu tidak memerlukan tambahan peralatan apa pun. Semuanya sama. Hanya metodenya saja yang berbeda.
Berarti lab yang lain bisa meniru?
”Bisa sekali,” tegasnya dokter Andani.
”Boleh?”
”Boleh sekali. Ini kan untuk kepentingan nasional,” jawabnya.
Untuk bisa mengerjakan itu, katanya, yang diperlukan hanya militansi dan jiwa mengabdi. Dua-duanya memang ada di Dokter Andani. Ia adalah aktivis mahasiswa. Ketika sudah jadi dokter ia tetap aktivis. Sikap militan adalah jiwa seorang aktivis.
Ia juga pengabdi. Pasien yang datang ke tempat prakteknya boleh tidak membayar. Karena itu praktek dokternya ramai sekali. Sampai larut malam.
Ia juga menolak diberi penghargaan sebagai dosen teladan. Ia merasa belum banyak yang ia perbuat.
Tapi dengan penemuannya ini rasanya ia sangat layak untuk mendapat penghargaan. Soal ia tidak mau menerima biarlah itu menjadi sikap mulianya.
Dokter Andani kini juga sudah menyelesaikan karya tulisnya. Terkait dengan terobosan yang ia temukan itu. Dalam bahasa Inggris. Sudah siap dikirim ke jurnal internasional.
Jadi apakah permintaan ketua Gugus Tugas Nasional tadi bisa dipenuhi?
”Kami siap membantu daerah lain. Silakan kirim sampel ke Padang,” katanya.
Berapa lama tes itu memberikan hasil?
”Paling lama 24 jam,” katanya.
Silakanlah.
Saya agak telat menulis ini. Padahal Dokter Andani sudah memberi tahu saya setelah lebaran lalu.
Maka sayalah yang salah kalau sampai ada kepala daerah yang nangis-nangis rebutan mobil tes. (Dahlan Iskan)