Mutu Rendah, Harga Karet di Bengkayang Merosot

Akong ketika menimbang karet yang dijual warga, Kamis (12/5) di Gudang Karetnya. Kurnadi-RK

eQuator.co.id – Bengkayang-RK. Sempat naik beberapa hari, kini harga karet kembali turun. Turunnya harga komoditi ini disinyalir karena mutu karet yang dihasilkan oleh masyarakat rendah, tebal dan masih basah tanpa dikeringkan terlebih dahulu.

“Sempat naik beberapa waktu lalu, kini harga karet kembali turun antara Rp500 hingga Rp1.000 per kilogram,” kata Edison alias Akong, pengumpul Karet di Bengkayang, Kamis (12/5).
Sebelumnya pada awal 2016 hingga April harga karet berkisar Rp6.000 sampai Rp7.000. bahkan memasuki awal Mei sempat menembus harga Rp8.000 hingga Rp10.000 per kilogramnya. “Harga karet memang bervariasi, khusus karet yang basah dan tebal dibeli dengan harga Rp8.000, sedangkan karet yang tipis dan kering bisa mencapai harga Rp10.000,” ujar Akong.
Masyarakat enggan membuat karet kering karena dianggap rugi akibat menyusut. Sementara karet tebal biasanya dicampur dengan jinton bekas tetesan karet yang tertampung dalam tempurung kemudian ditempel di atas karet yang dibekukan. Sehingga dapat menambah berat karet yang dijual oleh masyarakat. “Jika warga membuat karet murni pasti tidak cukup karena penghasilan sadapan karet kurang, sehingga agar cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari hari mau tidak mau dicampur dengan jinton,” tutup Akong.
Sementara itu, Jilang, warga Desa Tanjung Kecamatan Teriak mengatakan setiap hari ia hanya bisa menghasilkan 8 kilo gram karet. Rata rata pendapatan perhari Rp64.000 dengan harga Rp8.000 per kilogram. “Sehari hari saya hanya bekerja menyadap karet dan selain itu dengan selingan juga bercocok tanam padi. Dengan harga sebelumnya Rp6.000 sampai Rp7.000, kini harga sempat naik Rp10.000,” ujarnya, ketika ditemui di Gudang Karet Akong.
Hanya saja, Jilang mengaku tidak pernah menjual dengan harga Rp10 ribu per kilonya. Pasalnya, karet yang ia buat tebal dan dijual masih basah basah. “Setelah menyadap 1 atau 2 hari, kareta harus sudah dijual,” ucapnya.

Menurutnya, karet tidak sempat ia keringkan karena terdesak kebutuhan sehari-hari. “Sebab saya hidupi  istri dan anak. Anak saya saat ini ada yang sekolah dan kuliah. Mereka saya hidupi dengan hasil karet saja,” jelas bapak tujuh anak ini. Jilang juga dibantu oleh istri yang bisa menghasilkan kulat/jinton per harinya 6-7 kilo gram. Kemudian dijual dengan harga Rp6.000 per kilogramnya.

 

Laporan: Kurnadi

Editor: Arman Hairiadi