Murai Batu, Cucak Rawa, Anis Merah, Dilindungi

Penghobi Harus Daftarkan Peliharaannya ke BKSDA

Murai Batu

eQuator.co.idPontianak-RK. Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan terbaru memasukkan sejumlah burung berkicau sebagai satwa dilindungi. Yakni Murai Batu, Cucak Rawa, dan Anis Merah.

Permen P.20/MENLHK/Setjen/Kum.1/6/2018 itu memang mengatur tentang jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi. Permen sebagai upaya pengawetan jenis. Untuk mencegah kepunahan jenis tumbuhan dan satwa tersebut di alam.

Permen itupun mendapatkan respons dari masyarakat. “Kami pahami cukup mendapat respons yang dinamis dari seluruh elemen masyarakat, pro dan kontra atas terbitnya sebuah aturan adalah wajar adanya,” kata Kepala BKSDA Kalbar, Sadtata Noor Adirahmanta, dalam keterangan persnya, Selasa (14/8).

Sadtata menjelaskan, berdasarkan Pasal 4 ayat (3) Peraturan Pemerintah  (PP) Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, dijelaskan bahwa perubahan dari jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi menjadi tidak dilindungi dan sebaliknya, ditetapkan dengan Keputusan Menteri LHK. Setelah mendapat pertimbangan Otoritas Keilmuan (Scientific Authority), dalam hal ini Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).  Adapun kriteria penetapan suatu jenis menjadi dilindungi dijelaskan dalam pasal 5 ayat (1) PP 7 tahun 1999, yaitu mempunyai populasi yang kecil, adanya penurunan yang tajam pada jumlah individu di alam, dan daerah penyebaran yang terbatas (endemik).

Tujuan PP Nomor. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa adalah Menghindarkan jenis tumbuhan dan satwa dari bahaya kepunahan. Menjaga kemurnian genetik dan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa dan  Memelihara keseimbangan dan kemantapan ekosistem yang ada. Oleh karena itu, upaya penetapan dan penggolongan jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi dan tidak dilindungi merupakan mandat PP Nomor 7 tahun 1999.

“Banyak contoh spesies di Indonesia yang telah terancam bahaya kepunahan bahkan beberapa diantaranya mengalami kepunahannya,” papar Sadtata.

Penyebab utama kepunahan adalah kerusakan habitat dan perdagangan (termasuk perburuan) yang tidak terkendali.  Kedua hal tersebut sangat dipengaruhi oleh kegiatan manusia. Tanpa tindakan perlindungan terhadap jenis-jenis yang telah terancam dapat dipastikan akan punah dalam waktu yang tidak terlalu lama. Kepunahan harus dihindarkan karena seluruh species di dalam ekosistemnya mempunyai peran yang sangat sentral.

“Dalam hal ini jenis burung mempunyai peran sentral dalam keseimbangan ekosistem karena peran burung sebagai pengendali hama, penyerbukan dan penyebar biji, sehingga perlu dilakukan tindakan perlindungan,” jelasnya.

Mekanisme pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999 beserta aturan pelaksanaannya. Dengan demikian, terdapat mekanisme bagi publik untuk memanfaatkan jenis tumbuhan dan satwa liar termasuk penangkaran dan pemeliharaan untuk kesenangan.

Data dari LIPI menunjukkan bahwa dalam kurun waktu tahun 2000 sampai dengan saat ini, terjadi penurunan populasi burung di habitat alamnya sebanyak lebih dari 50%. Untuk itu, tindakan terbaik adalah meningkatkan upaya konservasi di habitat (insitu), melalui perlindungan populasi di habitat alam, melakukan perbaikan habitat, sosialisasi kepada masyarakat, dan penegakan hukum terhadap mafia perburuan/ perdagangan ilegal.

Namun apabila tindakan konservasi insitu tersebut tidak berhasil, maka dilakukan tindakan konservasi eksitu. Dengan melakukan kegiatan penangkaran yang hasilnya 10% dikembalikan ke alam (restocking).

Berdasarkan kondisi yang sangat memprihatinkan tersebut, Kementerian LHK setelah berkonsultasi dengan para pihak sejak tahun 2015, menerbitkan P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018.

Dalam lampirannya ditetapkan sejumlah 919 jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi. 562 (61%) diantaranya merupakan jenis burung.

Adapun pengaturan masa transisi meliputi pendataan kepemilikan, penandaan, dan proses izin penangkaran dan atau izin Lembaga konservasi sesuai dengan peraturan perundangan. Pengaturan lebih lanjut terhadap pendataan kepemilikan, penandaan, mekanisme proses izin dalam masa transisi akan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE).

Untuk itu, Ditjen KSDAE akan membuka posko-posko di seluruh UPT KSDA di setiap provinsi guna melakukan pendataan kepada semua masyarakat yang telah memanfaatkan jenis burung tersebut.

“Diminta kepada seluruh lapisan masyarakat agar segera melaporkan dan mendaftarkan kepemilikan jenis burung tersebut guna proses pendataan oleh BKSDA Kalbar. Dalam proses pendataan tidak dipungut biaya,” pungkas Sadtata.

 

Laporan: Ambrosius Junius