Aksi bela umat 212 di tahun 2017 membuat inspirasi tersendiri bagi Mulyadi. Pria 48 tahun itu pun punya perspektif sendiri memaknai cara membela umat.
Abdul Halikurrahman, Pontianak
eQuator.co.id – BAGI Mulyadi, memberdayakan ekonomi masyarakat termasuk upaya bela umat yang tak kalah mulia. Dari situ, Mulyadi mulai tergugah. Ia kemudian berpikir program ekonomi kreatif. Khusus untuk membantu warga berpenghasilan rendah.
Senin (7/1) siang di sudut sebuah warung kopi di Jalan DI Ponogoro, Pontianak. Mulyadi bercerita panjang lebar soal program ekonomi kreatifnya. Dengan sasaran warga miskin itu.
Mulyadi membuka obrolan dengan semangat. Soal budi daya jamur tiram. Yang pertama kali ia kembangkan di sebuah panti asuhan di Sungai Rengas Kabupaten Kubu Raya. Dengan harapan, anak-anak panti bisa menjadi orang-orang kreatif dan mandiri.
Kini, Mulyadi kembali membina enam RT di Kelurahan Sungai Bangkong Kecamatan Pontianak Kota. Membudidayakan jamur tiram dengan sasarannya tetap warga kurang mampu.
“Kita pilih. Yang Betul-betul membutuhkan. Yang berpenghasilan rendah. Kita ciptakan ini untuk menambah penghasilan masyarkat miskin,” kata kepada Rakyat Kalbar.
Mulyadi tak sendiri memulai kegiatan sosial pemberdayaan ekonomi kreatif itu. Ada satu teman kuliahnya yang membantu. Kebetulan lulusan Fakultas Pertanian pula.
Temannya itu lah yang memang paham betul bagaimana membudidayakan jamur tiram. Karena itu, Mulyadi menjadikannya konsultan. Untuk mendampingi warga binaanya.
Dia juga lah yang menyiapkan pasarnya. Soal bisnis Mulyadi memang tak diragunakan. Ia sarjana ekonomi. Usahanya pun banyak. Salah satunya SPBU.
Kembali ke usaha jamur tiram. Mulyadi melihat, pasarnya cukup baik. Per kilogram, jamur tiram kini bisa mencapai Rp35 ribu. Saat ini, jamur tiram tak hanya digunakan untuk bahan campuran makanan. Namun sudah diolah menjadi makanan utama.
“Sekarang yang lagi tren itu jamur tiram krispi. Rasanya enak sekali. Ada restoran di Pontianak yang sudah menjual makanan ini. Saya pernah coba,” tuturnya.
Soal budidaya jamur tiram cukup gampang. Tak perlu modal besar. Yang penting ada tempat. Biasa disebut dengan cumbung atau rumah jamur.
Ukuran 2 meter x 2 meter sudah cukup. Yang penting suhu kelembabannya cukup. Setelah itu, untuk memancing bibit jamur juga sangat simpel. Hanya perlu debu kayu, kapur dan dedak. Sebab jamur tiram ini termasuk jenis jamur kayu.
Ketiga bahan itu digaul jadi satu. Setelah bahan-bahan tersebut rampung, maka siapkan tempat. Plastik ukuran dua kilogram juga bisa. Bahan-bahan yang sudah digaul tadi dimasukan di dalam wadah tersebut. Wadah itu biasa disebut dengan baglog.
Ujung baglog harus dibuatkan cincin. Untuk tempat jamur keluar. Setelah jadi, baglog-baglog itu tinggal disusun. Di rak-rak rumah jamur yang sudah disiapkan.
Setiap hari baglog harus disiram. Supaya tetap lembab. Namun penyiramannya tak boleh sembarang. Sebaiknya menggunakan alat semprot sprayer. Supaya semprotan air berupa kabut. Bukan tetesan air.
“Biasanya, dalam satu minggu, bibit jamur sudah mulai tumbuh di setiap plastik yang tadi di isi dengan debu kayu, kapur dan dedak itu. Tandanya muncul warna putih, seperti kapas,” jelasnya.
Jika hal tersebut sudah terjadi, maka ujung baglog harus segera dibuka. Supaya jamur bisa segera muncul. Biasanya, sekitar dua minggu jamur sudah jadi. Kalau sudah jadi, maka sudah boleh dipanen.
Jarak panen pertama dan kedua paling lama satu minggu. Semakin banyak media baglog yang dibuat, otomatis jumlah jamur yang akan dipanen semakin banyak pula. “Dalam satu media itu, biasanya bisa menghasilkan lima samapai enam kompong jamur,” imbuhnya.
Enam RT warga binaannya, saat ini rata-rata budi daya jamur tiram sudah mulai berhasil. Bahkan sudah ada yang panen. Meskipun belum banyak. “Kegiatan ini pun belum lama. Baru sekitar satu bulan lah berjalan. Jamur yang kita hasilkan sehat. Aman untuk dimakan,” katanya.
Pembudidaya jamur tiram binaanya turut ia bantu dengan modal. Bantuan modal dari kantong pribadinya itu hanya untuk langkah awal saja. “Yang penting nanti, kalau sudah panen jamurnya dijual ke saya. Itu saja perjanjiannya. Soalnya saya juga membeli,” ujarnya.
Jika produksi berkembang dengan jumlah besar, bukan tidak mungkin jamur tersebut akan dijual ke luar negeri. Karena Mulyadi punya rencana akan ekspor. “Asalkan jumlah produksinya bisa mencukupi kebutuhan pasar. Tapi ini masih sebatas rencana,” pungkasnya.
Namun yang penting saat ini, warga yang dibinanya sudah punya alternatif usaha. Minimal, bisa nambah-nambah penghasilan. Walau kecil, yang penting rutin.
Ia pun berharap, kedepan semakin banyak masyarakat yang bisa mengembangbiakan jamur tiram. Mengingat nilai ekonomisnya cukup baik. “Yang penting konsisten saja. Insyaallah berhasil,” tutup Mulyadi. (*)
Editor: Arman Hairiadi