MUI Tegaskan Lagi Fatwa Haram Golput

ilustrasi. net

eQuator.co.id – JAKARTA-RK. Majelis Ulama Indonesia kembali mengingatkan masyarakat, khususnya umat Islam, untuk terlibat aktif dalam pemilu. Menurut MUI, masyarakat tidak boleh apatis dalam pemilu karena itu berkaitan dengan kepemimpinan sebuah negara. Partisipasi dalam pemilu bukan hanya sebatas hak, melainkan juga menjadi tanggung jawab.

Hal tersebut disampaikan anggota Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Hasan Abdullah Sahal di gedung MUI kemarin (13/2). Dia dan sejumlah pengurus MUI baru saja menggelar pertemuan dengan KPU dan Bawaslu untuk membahas Pemilu 2019. Menurut dia, memilih dalam pemilu merupakan identitas pribadi sekaligus keumatan.

Setiap manusia, tutur Hasan, merupakan pemimpin. Minimal untuk diri sendiri, keluarga, atau kelompoknya. Karena itu, kepemimpinan tidak bisa lepas dari jati diri umat Islam. ’’Maka jangan golput,’’ tegasnya. Dia mengaku beberapa kali ditemui orang yang menyatakan diri golput. Dia pun langsung memarahi orang tersebut.

Dalam Islam, lanjut Hasan, golput dalam pemilu merupakan bagian dari ketidakpedulian. Khususnya terhadap kondisi yang dia sendiri ada di dalamnya. ’’Islam itu (mengajarkan) hidup untuk bertanggung jawab,’’ ucap pemimpin Ponpes Gontor, Ponorogo, tersebut. Atas dasar itulah, golput pemilu tidak bisa dibenarkan dalam Islam.

MUI sudah mengeluarkan fatwa pada 26 Januari 2009. Intinya, memilih pemimpin yang beriman dan bertakwa, jujur, tepercaya, aktif dan aspiratif, punya kemampuan, serta memperjuangkan kepentingan umat Islam, hukumnya wajib. Sementara itu, memilih pemimpin yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut atau tidak memilih sama sekali padahal ada yang memenuhi syarat, hukumnya haram.

Fatwa tersebut, tutur Hasan, akan berlaku mutlak seterusnya bagi umat Islam Indonesia. ”Apatis tidak menghasilkan apa-apa, kecuali menyesal dan menyesalkan, kecewa dan mengecewakan,’’ ujarnya.

Sementara itu, Komisioner KPU Ilham Saputra mengungkapkan, bagaimanapun pihaknya tidak bisa memaksa pemilih untuk menggunakan hak pilihnya. Sebab, memilih adalah hak. ’’Yang penting adalah MUI punya sense bahwa pemilu ini penting untuk memilih pemimpin,’’ jelasnya.

Meskipun demikian, Ilham berharap fatwa tersebut bisa didiseminasi ke berbagai elemen masyarakat yang dinaungi MUI. Sementara itu, tugas KPU adalah menyosialisasikan dan membuat pemilu menjadi menarik untuk diikuti. Dengan begitu, pemilih secara sukarela menggunakan hak pilihnya. ’’Kami sudah lakukan sosialisasi yang begitu masif di berbagai daerah,’’ katanya.

Senada, anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin menyatakan bahwa dukungan MUI dalam pemilu sangat penting mengingat sekarang semua sudah serba terbuka. Apa yang dikerjakan penyelenggara pemilu dengan mudah diakses masyarakat. ’’Tidak seperti dulu, di mana orang apatis dengan proses (pemilu), apatis dengan partainya,’’ ujar pria asal Sidoarjo itu.

Sebagaimana KPU, Bawaslu juga tidak berhak melarang seseorang untuk golput. ’’Tapi, kami bisa mengupayakan semaksimal mungkin agar pemilih menggunakan hak pilih dalam pemilu,’’ ungkapnya. Gerakan untuk tidak golput penting untuk membuat pemilu semakin terlegitimasi. (Jawa Pos/JPG)