Zainut mengatakan pemblokiran secara sepihak oleh Kominfo merupakan langkah mundur dalam pembangunan sistem demokrasi. Dia berharap ke depan pemblokiran dilakukan melalui proses hukum.
’’Semua berangkat bahwa negara ini adalah negara hukum. Bukan pendekatan kekuasaan,’’ katanya.
Dia menjelaskan tidak semua situs yang membawa paham radikal, mengarah pada aksi atau tindakan terorisme. Dia mempertanyakan di jagat media online, juga banyak website agama non-Islam yang menyebarkan paham radikal.
’’Kenapa hanya (situs,red) Islam radikal yang diblokir,’’ tandasnya.
Wakil Ketua Komisi VIII (bidang keagamaan) DPR Sodik Mudjahid mengatakan keprihatinan di sebuah negara demokrasi masih ada aksi pemblokiran media online. ’’Ini sama dengan pembredelan media seperti era zaman orde baru,’’ katanya.
Dia berharap pemerintah lebih dewasa dan cerdas dalam merespon keberadaan situs-situs yang diduga memuat konten keagamaan radikal itu. Dia mendukung upaya pendekatan pencegahan atau persuasi, ketimbang sebentar-sebentar ada pemblokiran.
Menanggapi penyataan MUI tersebut, Dirjen Aptika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Samuel Abrijani Pangerapan mengatkan bahwa pihaknya tidak perlu berkoordinasi dengan pihak lain untuk melakukan pemblokiran situs-situs, termasuk situs-situs Islam yang disebut MUI.