Saturday, 23 November 2024
Home disway Minus 5 Persen

Minus 5 Persen

Oleh : Dahlan Iskan

Apa arti minus 5,3 persen –bagi kita?

Artinya: kita harus kian siap bahwa hidup akan lebih sulit. Terutama bagi yang sudah sulit.

Lebih-lebih lagi bagi yang malas dan tidak bisa dipercaya.

Indonesia bisa saja masih merasa bangga. Baru triwulan ke-2 tahun 2020 kali ini pertumbuhan ekonomi kita minus 5,3 persen. Negara lain sudah minus sejak triwulan pertama. Mereka sudah dua triwulan selalu minus: Singapura atau pun Amerika.

Triwulan pertama yang lalu Indonesia masih tumbuh 2 persen. Itu memang bisa dibanggakan. Masih bisa dibilang tumbuh.

Tapi sebenarnya itu juga sudah sangat memprihatinkan. Bagi yang mudah prihatin.

Taruhannya adalah triwulan ke-3 sekarang ini (Juli-Agustus-September). Kalau minus triwulan 3 ini juga minus resmilah Indonesia berada dalam keadaan resesi. Itu kalau kita ikut definisi bahwa resesi adalah pertumbuhan yang minus selama dua triwulan berturut-turut.

Demi menghindari istilah resesi itu pemerintah mungkin akan melonggarkan PSBB. Agar ruang gerak ekonomi lebih longgar.

Taruhannya ada di jumlah penderita baru Covid-19. Bisa jadi jumlah penderita baru akan terus naik. Tapi sepanjang masih di bawah 2.000/hari rasanya tidak akan dianggap berat.

Arti lain dari pertumbuhan ekonomi minus 5,3 persen adalah: banyak juga sektor yang sebenarnya masih bisa tumbuh di atas 8 persen. Sebaliknya banyak juga yang minusnya lebih dalam dari 5 persen. Sehingga, ketika dirata-rata jatuhnya minus 5,3 persen.

Pertanian adalah sektor yang masih tumbuh di atas 5 persen. Berarti sektor inilah yang bisa diandalkan. Dengan cara biasa-biasa saja masih bisa tumbuh di atas 5 persen.

Sejak lama saya ingin agar sektor pertanian terus digenjot. Sektor ini masih punya ruang untuk tumbuh.

Bagaimana untuk keseluruhan tahun 2020?

Ternyata Covid-19 lebih panjang menyiksa negara mana saja. Amerika akan tetap sulit –sulitnya orang kaya raya. Singapura tetap sulit –sulitnya Singapura.

Triwulan 2 lalu pertumbuhan ekonomi Amerika minus lebih dari 30 persen. Padahal stimulus sudah digelontorkan habis-habisan. Sampai membuat dolar Amerika terus mengalami kemerosotan dibanding banyak mata uang dunia lainnya.

Tentu kita tidak bisa merasa masih beruntung. Hanya minus 5,3 persen. Singapura memang minus 42 persen tapi itu tidak membuat Singapura sulit. Singapura sudah terlalu kaya untuk dianggap sulit. Demikian juga Amerika.

Sedang kita minus 5,3 persen sangatlah sulit karena posisi awal kita yang masih miskin. Padahal sudah jelas bahwa kesulitan ekonomi tidak hanya terjadi tahun ini. Tahun depan juga masih lebih sulit.

Pada 2021 adalah habisnya masa berlaku banyak fasilitas keuangan. Pinjaman kembali harus dicicil. Yang macet-macet harus diputuskan bentuk penyelesaiannya. Tahun depan adalah kesulitan yang sebenarnya.

Pun kalau Covid-19 sudah selesai di akhir tahun ini. Apalagi kalau Covid-19 masih bersambung ke tahun depan. Dengan atau tanpa Covid-19 berarti belum ada harapan perbaikan pada 2021.

Sedang pada 2022 sudah masuk ke siklus politik lima tahunan berikutnya. Maka sisa enam bulan tahun 2020 adalah pertaruhan untuk lahirnya terobosan-terobosan. Di semua bidang.

Bisakah kita bicara terobosan baru? Kalau selama ini kita sulit menemukan terobosan lama?

Terobosan baru sering terbentur soal politik. Yakni politik jatah. Di segala bidang.

Padahal, sekarang ini, bicara politik begitu tidak relevannya. Apalagi kalau masih ada partai yang menuntut jatah porsi kekuasaan.

Untuk apa kekuasaan? Begitu tidak relevannya memegang kekuasaan sekarang ini. Apalagi kalau tidak memiliki kreativitas yang bisa menerobos kebuntuan. Sampai tiga tahun ke depan kekuasaan hanyalah drum minyak yang kehilangan minyaknya.

Jelaslah bahwa pertanian, peternakan, dan perikanan adalah modal yang masih bisa kita andalkan. Tapi adakah kekuasaan bisa dipakai untuk merombak struktur dan anggaran negara demi tiga andalan kita itu?

Katakanlah jawabannya: tidak bisa. Maka kian tidak relevan lagi kekuasaan itu di mata zaman dan di mata rakyatnya.(Dahlan Iskan)