-ads-
Home Nasional Minta Electoral College Dikaji Ulang

Minta Electoral College Dikaji Ulang

ANTI-TRUMP. Suasana demonstrasi anti-Trump yang mengelilingi Danau Merritt di Oakland, California, Minggu (13/11). Reuters

eQuator.co.id – Kemenangan Donald Trump atas Hillary Clinton yang mengejutkan dunia menuai keprihatinan Bernie Sanders. Senator asal Negara Bagian Vermont yang sempat bersaing dengan Clinton untuk memperebutkan tiket calon presiden (capres) Partai Demokrat itu tetap menganggap Trump tidak layak jadi presiden.

Dalam wawancara dengan USA Today, politikus 75 tahun itu mengaku punya suara yang sama dengan ribuan orang yang masih terus berunjuk rasa hingga Senin (14/11) waktu setempat. Seperti mereka yang terus menyangkal kemenangan tokoh Partai Republik tersebut, Sanders pun tidak menghendaki Trump menguasai Gedung Putih. Apalagi taipan 70 tahun itu kalah oleh Clinton secara popular votes.

”Rakyat marah. Rakyat tidak terima. Lewat unjuk rasa, mereka ingin meluapkan amarah dan kekesalannya,” ungkap Sanders. Dengan mengadakan aksi protes di kota-kota besar Negeri Paman Sam, massa anti-Trump ingin suara mereka didengar. Menurut Sanders, massa anti-Trump hanya ingin menyatakan bahwa mereka ketakutan dan merasa tidak nyaman dengan kemenangan Trump.

-ads-

”Mereka ingin dunia tahu bahwa mereka berseberangan dengan Trump, sang presiden terpilih yang melandaskan seluruh rangkaian kampanyenya pada kebencian dan prasangka,” ungkap senator berkacamata tersebut. Sanders mengaku sepakat dengan para pengunjuk rasa yang menyampaikan aspirasi mereka dengan turun ke jalan. Sebab, hanya itulah mekanisme yang mereka anggap paling manjur untuk minta perhatian dunia.

”Orang-orang itu hanya ingin mengatakan kepada Trump bahwa mereka sudah melewati perjalanan yang sangat panjang untuk meninggalkan diskriminasi dan kebencian. Dan, mereka tidak ingin kembali ke masa kelam itu,” tegas Sanders. Dengan turun ke jalan dan berunjuk rasa di Trump Tower, menurut politikus yang juga pebisnis itu, massa berusaha menunjukkan kekuatan mereka kepada Trump.

Dalam kesempatan itu, Sanders juga mengkritisi sistem pemilihan presiden (pilpres) AS. Dia mengatakan bahwa electoral college harus ditinjau ulang. ”Sudah saatnya kita semua mengevaluasi electoral college, sistem yang menempatkan seorang kandidat tanpa dukungan penuh rakyat sebagai pemenang. Itu membutuhkan diskusi yang benar-benar serius,” katanya.

Sebelum Konvensi Nasional Partai Demokrat (DNC), Sanders sempat mengatakan bahwa dirinyalah kandidat yang paling cocok untuk bersaing dengan Trump. Ketika itu, dia meramalkan bahwa Clinton akan kalah oleh suami Melania Knauss tersebut. Kini semuanya terbukti. Maka, media pun tergelitik untuk bertanya tentang kesiapannya bertarung dengan Trump jika ketika itu DNC memilihnya sebagai capres.

Apakah dia yakin menang? ”Jawabannya sudah pasti saya tidak tahu. Tidak ada yang tahu. Saat itu, saya sangat berharap punya peluang untuk bersaing dengan Trump. Dan, ada hasil survei yang mendukung proyeksi saya itu,” katanya. Konon, saat ini Sanders sedang bersiap untuk kembali mencalonkan diri sebagai senator. Tapi, kepada media, politikus senior tersebut tidak mau berbagi informasi apa pun.

Sementara itu, Trump yang kian hari kian mendapatkan gambaran jelas tentang tugas dan wewenang presiden kembali menegaskan pentingnya persatuan. Dia menyesalkan maraknya unjuk rasa yang membuat citra AS buruk di mata dunia tersebut.
”Jangan takut. Kita semua akan bekerja sama untuk mengembalikan kejayaan negeri ini,” serunya dalam wawancara 60 Minutes dengan CBS.

Dalam wawancara live perdananya sebagai presiden terpilih, Trump meminta para pendukungnya untuk tidak berbuat anarkistis. Dia mengaku sedih menyaksikan kekerasan terhadap kaum muslim, orang kulit hitam, dan Hispanik yang mewarnai unjuk rasa pekan lalu. ”Hentikan!” imbaunya.

Trump sendiri telah menunjuk Steve Bannon sebagai penasihat Gedung Putih dan Reince Priebus sebagai kepala stafnya. Secara bertahap, dia akan melengkapi seluruh jajaran staf dan kabinetnya sebelum mengambil tongkat komando dari Presiden Barack Obama pada Januari mendatang. Saat ini Trump mengaku akan berfokus pada persatuan bangsa. (Jawa Pos/JPG)

Exit mobile version